Bab 45

16.6K 1.7K 44
                                    

Sejak Langit terbangun dari tidurnya, ia seperti orang linglung, pandangannya kosong seperti memikirkan sesuatu dan hak itu membuat keluarga Robert cemas.

"Baby jujur saja, katakan yang sebenarnya, jangan diam seperti ini, itu bisa membuat mu tidak nyaman."Immanuel mengusap dahi Langit yang berkerut, sepertinya yang dipikirkan Langit sangat berat.

"Tidak ada, hanya mimpi buruk."

"Sebanyak apapun kau menutupinya, itu tetap saja tidak akan mempan dengan kami, jawab dengan jujur baby, daddy tidak suka jika ada anak daddy yang tidak jujur seperti ini."Tegas Luke, tapi dirinya tidak menekankan kalimat perkataannya, takut jika menakuti Langit nantinya.

"Kalian jangan mengimintidasi nya seperti itu, Langit, jika mau cerita, ceritakan saja sayang, jika tidak mau tidak apa apa, tapi disini,"Senia menunjuk didada Langit,"dan disini,"mengusap kening Langit,"tidak akan bisa tenang, jadi itu akan membuat baby nantinya berfikir negatif, jadi bagaimana?"

Perkataan Senia membuat Langit mengaguk, Senia benar, untuk apa ia berbohong jika nantinya akan membuatnya berpikiran yang tidak-tidak.

Keluarga Robert senang saat Senia berhasil membujuk Langit, sepertinya mereka harus belajar mengendalikan diri, tidak semua orang nyaman dengan apa  mereka lakukan.

Saat itu pula Langit bercerita tentang mimpinya dengan detail, ruangan itu seakan menimbulkan hawa negatif, hening tapi terlihat mencekam dan Langit bisa melihat itu.

"Tidak apa apa ,jangan dipikirkan, itu hanya bunga tidur, bagaimana sekarang, sudah enakan? Perasaan Langit tidak gusar kan?"Senia mengelus pipi Langit pelan.

"Tidak, maaf sebelumnya Langit tidak jujur."Langit sedih, seharusnya ia tidak begini, Senia benar, kita harus menceritakan masalah yang kita hadapi pada orang yang kita sayangi, setidaknya rasa sesak yang ada didalam hatinya sedikit menghilang.

"Apa yang kau katakan Langit, papi tidak suka jika kau meminta maaf jika kau tidak melakukan kesalahan, jadi jangan meminta maaf, kurasa semua orang membenarkan perkataan ku."Ujar Lucky, tentu saja itu diangguki oleh keluarga Robert.

"Tidak apa apa, adek abang ada yang sakit lagi? Atau dadanya sesak lagi?"Lucas meletakkan tangannya pada dada Langit, mengecek seperti dokter, padahal disana ada Immanuel.

"Tidak, aku baik baik saja."Jawab Langit menghentikan tangan Lucas yang terus saja mengusap dadanya.

"Benarkah?"Langit merinding saat Sean berbisik pada telinganya, rasanya aneh sekali, walaupun Sean bisa dikatakan terus melakukan itu, dirinya masih tidak terbiasa.

"Ck jangan seperti itu!"Dengan teganya Lucas mendorong wajah Sean hingga membentur Headboard kasur, tidak sakit tapi Sean malah memanfaatkan momen itu dengan wajah yang meringis, mata sayu mengerjakan seperti merasakan sakit.

"Abang tidak apa apa?"Jujur saja Langit sedikit terkejut dengan suara benturan itu, ia pikir pasti itu sangat keras.

"Sedikit sakit....."

"Sialan!"Itulah batin Lucas, mengumpat pada Sean yang sengaja menarik perhatian Langit, lihatlah sekarang Langit mengelus kepala Sean yang terbentur headboard itu.

"Bang Nuel cepat periksa, nanti abang Sean  geger otak."

Hampir saja keluarga Robert menyemburkan tawa mereka, wajah Sean yang tadinya sedikit senang berubah menjadi murung, secara tidak langsung Langit seperti menyumpahinya geger otak bukan?

Lucas hanya menyunggingkan seulas senyum miringnya,"lihat, baby memang terbaik."Batinnya senang, setidaknya rasa kesalnya sudah tergantikan oleh ucapan Langit.

Para tetua Robert hanya bisa pasrah dengan apa yang dilakukan oleh anak anaknya, setidaknya rasa canggung yang tadi hinggap sudah hilang karena kejadian kecil ini.

Di depan mansion, Samuel dan Saka baru saja pulang dari sekolah, tapi dari tadi baik Samuel dan Saka tidak turun dari mobil, tidak biasanya dia bungsu Robert itu langsung turun dan menemui Langit.

"Bang, kalo mereka marah gimana?"Tanya Saka dengan raut sedikit takut diwajahnya.

"Ya lagian kenapa Lo ngikut sih Sak, gua kan udah bilang jangan malah ngikutin, jadinya Lo kena juga, ya mau gimana lagi, udah pasti dapat hukuman ni, dan mungkin kita nggak ketemu sama adek."Perkataan Samuel membuat Saka terkejut bukan main, ia tidak terima hal itu

"Nggak mau bang, masa nggak ketemu sama adek, udah kangen ini, nggak bisa nggak bisa. "Memikirkan itu saja membuat mood  Saka jadi turun.

"Nanti kita jelasin, sekarang kita masuk dulu."

"Iya."

Keduanya turun dari mobil, mereka berjalan mengendap-endap dengan menutupi wajah mereka dengan tas, para bodyguard yang berjaga disana bingung apa yang tuan muda mereka lakukan, aneh sekali.

"Jangan nabrak aku."Ucap Samuel, seperti biasa, setelah masuk kediaman Robert mereka akan menggunakan bahasa baku mereka.

"Ya kan tidak kelihatan, abang jangan tiba tiba berhenti makannya."Jawab Saka.

Tidak mau berdebat akhirnya Samuel berjalan lebih cepat, diikuti pula dengan Saka yang terus saja membuntutinya.

"Ngapain nutupin muka kalian?"

Tubuh Saka dan Samuel seakan kaku ditempat, mereka jelas mendegar ada yang berbicara, tapi suara itu, seperti....

"Masih aja nutupin, nggak kangen sama gua?"

Mereka mengintip sedikit, Saka yang sudah melihat jelas segera bersembunyi dibalik Samuel, dengan masih menutup wajahnya.

"Calvin?"

"Nggak sopan, panggil gua uncle ya!"

Saka mengusap lehernya, teringat kejadian saat Calvin mengigit lehernya, sangat sakit, bagaimana bisa pamannya ada disini.

Samuel menjaga Saka dari Calvin, takut tiba tiba ia akan mengambil Saka, sebagai abang, tentu saja ia akan melindungi adiknya, tunggu, adik?

"Astaga Langit!"Samuel panik, ia berlari dengan menarik tangan Saka menuju lift.

"Pasti Sam pikir gua gigit dedek gemes, susahnya mau jadi orang baik, gini bener nasib orang ganteng."Gumam Calvin sambil kembali duduk disofa.

"Apa liat liat mau gua gigit?"Ucapnya pada bodygardnya yang berjaga disana, tentu saja hal itu segera membuat mereka membuang muka.

Beralih pada Samuel yang masih menarik tangan Saka, ia pergi kekamar daddy dan mommy, dengan membukakan pintu dengan kasar membuat para keluarga Robert yang berada didalam kamar sedikit terkejut.

"Langit! Kamu nggak apa apa?"

"Adek ada luka nggak?"

"Mana, mana digigitnya?"

"Bang adek nggak kenapa-kenapa kan? Mommy, daddy?"

Samuel dan Saka mengecek seluruh wajah Langit, meraba dan menyingkap pakaian yang dipakai Langit mencari luka ditubuh Langit.

"Apa yang kalian lakukan! Jangan seperti itu!"Ucap Reva yang langsung membuat dua bocah itu menurut, mereka tidak berani, jika Reva sudah berbicara.

Langit juga heran, apa yang terjadi, kenapa para abang-abangnya ini panik, tapi pertanyaan itu digantikan dengan fokus Langit pada wajah abangnya.

"Kenapa wajah abang luka?"

Deg

"Mampus!"

Samuel dan Saka saling berpandangan, mereka lupa jika tadi seharusnya menutupi wajah mereka dengan tas.

"Apa yang terjadi dengan kalian?"

LANGITWhere stories live. Discover now