Penebusan.

254 51 17
                                    

Kepulangan Riki, Daniel, dan Mas Juna kemarin mendapatkan banyak sekali pertanyaan, bisakah akan berhasil? Apakah ketiganya mendapatkan tanah yang di maksud? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang belum mampu ketiganya jawab.

Lalu hari ini adalah waktunya. Membawakan tanah itu ke pantai. Riki awalnya ragu, mengapa harus di pantai? Tidak di gunung saja. Kemudian ia mengingat bahwa segalanya selalu ada di pantai; Nyai sriyasih, penantian Gracia, hanyutnya orang-orang korban tumbal. Jadi, bersama Daniel, Wahyu, Mas Zico, Mas Sandy, Mama Ryn, dan Papa, Riki akan menebusnya di pantai Jogja.

Tempat di mana semua berakhir.

Menjelang sore ketika mereka sampai di Jogja, Riki, Mas Juna, Mas Zico, dan Mas Sandy buru-buru menjalankan mobilnya ke arah pantai. Membawa 4 genggam tanah yang berbeda.

"Saya...tidak terlalu yakin." Sebab mereka tak mengerti caranya untuk melakukan penebusan Evano dengan tanah gunung itu, lantas atas saran Mas Zico, mereka meminta bantuan Nini Padmini selaku orang yang paham dengan hal-hal seperti ini.

Di bibir pantai mereka semua berdiri menatap sunset yang sebentar lagi akan menghilangkan diri.

"Hukum alam tidak bisa di rubah, biasanya penebusan jiwa harus dengan jiwa juga." Nini Padmini bersuara lagi, beliau turut serta menyiapkan apa-apa yang biasanya di perlukan untuk melakukan ritual doa. Karena ntah dari kapan, beliau merasa apapun yang terjadi di pantai ini adalah tanggung jawabnya.

Riki menghembuskan napasnya berkali-kali sejak menginjakkan kaki di sini, dalam genggamannya ada sebuah wadah yang di dalamnya terdapat tanah hitam. Ombak hari itu sedang tidak begitu tinggi, bahkan terkesan lebih tenang dari biasanya, atau mungkin alam tahu akan ada yang datang kemari.

"Jangan ngelamun ah." Mas Juna datang menyandingi posisinya, dari mata pria dewasa itu Riki tahu bahwa kakaknya telah lelah namun sosoknya tetap memaksakan senyum, hanya untuk terlihat baik-baik saja.

"Mas pikir ini bakal berhasil?" Riki mengeluarkan kemelut dalam kepalanya, pikiran yang menari-nari mencari jawaban pasti. Netranya menatap jauh hamparan air tak berujung di depannya.

"Kenapa nggak?"

"Gue nggak tahu."

"Hal positif bakal dateng dari orang-orang yang punya pikiran positif juga, Ki." Lalu Mas Juna mengusap dahi Riki yang mengerut karena berpikir, "Kita punya ketakutan yang sama, tapi kita harus lebih percaya sama usaha keras yang udah kita lakuinkan? Usaha nggak akan menghianati hasil." Hati Riki gamang.

Melihat keterdiaman Riki, Mas Juna terkekeh pelan, untuk bisa membawa mereka pulang dengan selamat, ia harus menjadi yang paling waras di sini. Lantas ia merangkul leher Riki, "Udah ah, jangan mikir kemungkinan buruknya. Pamali." Kemudian menyeret anak itu untuk ikut bergabung dengan yang lain—yang mana mereka sedang membantu Nini Padmini.

🐈🐈🐈

Pada akhirnya Nini tetap membantu anak-anak itu. Setelah semua siap, Nini menyuruh mereka membasuh muka dengan air pantai. sejujurnya melakukan ritual seperti ini harus dengan niat dan hati yang bersih, maka air pantai dipercaya bisa meluruhkan segala hal buruk, dan dari anak-anak itu Nini tahu bahwa ketulusan serta hati yang bersih telah tertanam di hati mereka masing-masing.

"Mungkin akan sampai melampaui matahari terbenam." Sebuah perkiraan waktu, mereka mengangguk mendengarnya.

"Tanah yang kalian ambil, genggamlah masih-masing. Dan ikuti Nini, jangan banyak berkata ataupun bertanya apalagi reaksi air laut tidak seperti biasanya."

Nini Padmi menggiring mereka ke arah laut. Tidak jauh dari jarak bibir pantai, mereka mendudukkan dirinya, membuat sebagian tubuhnya di telan air. Membentuk lingkaran, Nini menaruh tempat kembang dan api yang nyala dari sebuah batok kelapa serta apa-apa yang menjadi alat ritual ini di atas batu karang yang mereka kelilingi.

Kos Kencana Putra |Zerobaseone जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें