18. PILIHAN.

161 16 1
                                    


hi, akuu udah ngantuk tapi mau update ni, ramaikan komentar yaa...

Note ; vote, komen, share..


Kata orang kebahagiaan itu bisa datang ketika kita menerima hal yang menyakitkan dengan ikhlas, kata orang kebahagiaan akan hadir ketika kita berusaha lebih keras untuk mencapai kebahagiaan itu, namun entah kenapa berkali kali dia mencoba untuk meraih kebahagiaan, selalu ada luka yang datang seperti ombak. Terlalu hebat, terlalu dahsyat rasa sakit nya.

Mungkin itu perumpamaan yang cocok untuk kondisi Hanindiya saat ini, dia termenung. Mengasihani dirinya sendiri yang selalu tampak menyedihkan, Hanindiya sering kali merasa terikat dengan seseorang yang selalu menemani nya, sebab selama hidupnya Hanindiya selalu merasa sunyi, rumahnya seperti malam yang selalu tampak sepi sehingga ketika di beri kasih sayang, di beri rasa cinta oleh seseorang membuat dirinya yang dari awal sudah haus akan kasih sayang semakin merasa haus dan ingin lebih.

Seperti saat dia menggantungkan dirinya kepada Daniel, yang entah sadar membuat dirinya menganggap Daniel sebagai orang terdekat. Hanindiya tau pikiran dan sikapnya akan membuat Daniel semakin berharap kepada dirinya, namun bolehkah Hanindiya merasa egois? memanfaatkan Daniel di saat hatinya sedang terluka, apakah boleh?

"Hanindiya," panggil Daniel, laki laki itu berjongkok di hadapan Hanindiya, suasana taman malam yang tampak sepi sekaligus dingin membuat perasaan Daniel kian membucah, dia memegang tangan dingin perempuan yang duduk di ayunan, sembari berjongkok dia mengusapnya dengan pelan sesekali membersihkan air yang masih hinggap di tangannya.

"Gue pernah baca salah satu kalimat , awalnya gue cuman nemu secara nggak sengaja di pinterest. Tapi nggak tau kenapa setiap kalimat nya selalu teringat di dalam pikiran gue karena kata kata nya sangat pas untuk perempuan, mau tau nggak apa?"

Hanindiya menatap Daniel dengan pandangan bertanya. "Apa?"

"Katanya, ibu pernah bilang kalau perempuan itu harus berani, berani bicara, berani melakukan apa saja yang di impikan nya. Tapi teman berani adalah resiko. Berani jatuh cinta resiko nya adalah patah hati. Berani merindu resikonya berpilu, berani bicara resikonya kecewa." ujarnya sembari menatap mata Hanindiya dengan dalam.

"Mereka bilang manusia selalu dihadapkan dengan dua pilihan, mau pergi atau tidak kemana kemana. Mau berhasil ataupun gagal, mau jujur ataupun bohong, tapi yang berhubungan dengan jatuh tidak ada pilihannya. Seperti ketika manusia jatuh ke bumi, apa mereka masih memilih rumah mana untuk di tinggali? Apa mereka bisa memilih hati mana untuk di cintai?" dia menjeda sejenak, sembari memegang tangan Hanindiya. "Jadi tak semua perkara bisa menjadi di antara dua pilihan, Cinta. Memaksa kita untuk di pilih."

Daniel berdiri, laki laki itu memegang bahu Hanindiya. "Jadi hidup dan cinta itu pilihan lo sendiri, mana baiknya lo yang menentukan, jadi tolong ya? jangan merasa rendah diri karena nggak terpilih? lo itu wanita berharga Hanindiya."

"T-tapi kenapa, gue selalu nggak punya pilihan atas diri sendiri?" balas Hanindiya serak, semakin tersadar kalau jalannya begitu rumit dan sempit setelah mendengar ucapan Daniel.

Daniel terkekeh. "Nggak ada pilihan atau nggak pernah mau mencoba keluar?"

"Mencoba keluar gimana?"

Daniel tersenyum tipis. "Coba pikirin, kenapa lo nggak punya pilihan atas diri sendiri padahal hidup dan cinta lo, lo sendiri yang menentukan, Itu karena lo nggak berusaha buka mata dan keluar dari zona lo Hanindiya. Lo tutup mata untuk pilihan kedua sedangkan lo tetep kekeuh sama pilihan pertama padahal pilihan pertama nggak bisa di pilih, tapi lo tetep memaksakan pilihan lo yang nggak mungkin."

"Semakin lo terjebak sama pilihan lo sendiri semakin sulit lo keluar dari sana." lanjut Daniel.

Hanindiya terpaku, meresapi kata kata Daniel yang terkesan sangat logis di otaknya.

Hi, Gala.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang