94. Kabar Buruk

4.2K 516 10
                                    

Gavriel menghela napas panjang kala ia baru saja selesai melakukan absen di kantor pagi ini. ia bersyukur karena dirinya tidak terlambat datang ke kantor meskipun tadi pagi pukul empat pagi, dirinya baru memejamkan mata. Saat berjalan ke arah ruangannya, Alena memanggilnya. Mau tidak mau Gavriel menyambangi Alena yang tengah menikmati secangkir kopi pagi ini di meja kerjanya.

"Gimana semalam? Sukses enggak?"

"Lancar berkat bantuan lo. Cuma gue heran aja lo dapat cake kaya gitu dari mana? Enggak mungkin itu cake beli dadakan, pasti lo pesan."

"Gue sudah pesan dari seminggu sebelumnya. By the way, gimana, Gadis sudah kasih jawaban belum?"

Kala mendapatkan pertanyaan seperti ini, Gavriel kembali mengingat acara perpisahannya dengan Gadis di teras rumahnya pagi ini. Ia memang tidak akan sempat untuk mengantar Gadis ke bandara mengingat jam sudah sangat mepet. Sebelum dirinya memasuki mobil dan tancap gas dari halaman rumah, Gavriel mencoba memancing-mancing Gadis dengan memmbujuk agar Gadis bisa tinggal lebih lama di Jakarta namun perempuan itu menolak. Gavriel sudah mencoba membawa-bawa Leander sebagai alasan namun Gadis tetap kekeh untuk melakukan rencana pribadinya itu.

"Sudah."

Kedua mata Alena membelalak dan mulutnya sedikit terbuka hanya karena mendengar satu kata itu meluncur dari bibir Gavriel. Beberapa detik setelahnya, Alena sudah berdiri dan memeluk Gavriel sebentar sambil mengucapkan selamat. Mendapatkan ucapan seperti itu, Gavriel hanya bisa pasrah.

"Akhirnya, lo berpawang juga, Gav sekarang. Cinta sepihak lo yang sudah delapan tahun lebih itu akhirnya selesai."

"Len?" panggil Gavriel pelan kala Alena sudah selesai dengan euforianya.

"Hmm?"

"Kenyataannya Gadis belum menerima gue."

satu detik...

dua detik....

tiga detik...

Alena diam dengan mulut sedikit terbuka. Apa pula maksud Gavriel ini? Bukankah Gavriel mengatakan sudah, lalu sudah yang dimaksud itu apa?

"Terus maksud lo jawab sudah itu, sudah apa?"

"Tentang Gadis yang sudah menjawab perasaan gue."

"LO DITOLAK?!" suara Alena sudah naik beberapa oktaf pagi ini hingga beberapa pasang mata menoleh ke arah mereka berdua.

Gvariel menggelengkan kepalanya. "Enggak. Gue enggak ditolak sama Gadis."

"Jangan bilang mau coba kenal lebih dekat dulu. Basi tahu enggak jawaban kaya gitu. Kalian sudah terlalu lama kenal dan tahu sifat baik buruk satu sama lain. Mau apalagi yang ditunggu? Buang-buang waktu dan tenaga sih menurut gue karena terkadang orang yang tepat itu enggak datag dua kali."

"Gadis masih menjalani masa iddah. Dia mau menunggu waktu itu selesai dulu sambil travelling keliling Eropa dan beberapa negara lainnya. Gue mencoba menerima dan menghormati keputusan Gadis itu karena menurut gue itu bisa jadi sesi healing Gadis untuk menyembuhkan luka dan rasa trauma dia dalam sebuah hubungan. Lagipula buat gue nih, dia sudah setuju buat selalu update kabar aja, gue seneng."

Alena yang mendengar penjelasan Gavriel ini langsung memutar kedua bola matanya. Baginya kisah percintaan Gavriel dan Gadis benar-benar lama sekali untuk maju ke depan namun jika ia diposisi Gadis mungkin ia akan melakukan hal yang sama. Karena rasa takut tak 'kan mudah hilang apalagi baru beberapa bulan Gadis mengalami kekerasan itu. Ia bahkan mungkin tak akan percaya lagi pada kaum adam jika sampai memiliki suami seperti Pradipta.

From Bully to Love Me (Tamat)Where stories live. Discover now