101. Pamit

4.1K 532 11
                                    

Gadis memasuki sebuah lorong yang sepi diikuti Gavriel di belakangnya. Kala Gadis melihat sosok Pradipta, ada sedikit rasa canggung yang ia rasakan. Entah apa yang pantas untuk ia ucapkan saat berhadapan dengan mantan suaminya ini. Terlebih ia datang bersama Gavriel. Kala Pradipta sudah menyadari kedatangannya dan berdiri, mau tidak mau Gadis harus menghadapi situasi ini dengan tenang dan jangan sampai terlihat canggung. Ia berusaha menyingkirkan semua rasa yang pernah ia rasakan kepada Pradipta mulai dari cinta, sayang sampai benci. Meskipun berat, dirinya pasti bisa melakukannya.

Kala ia sampai di hadapan pradipta, Gadis menyalami laki-laki itu. Tidak lupa juga ia memperkenalkan Gavriel secara resmi kepada mantan suaminya ini. Meskipun ada kemungkinan jika Gavriel dan Pradipta sudah saling mengenal, namun Gadis merasa bodo amat. Toh kalopun mereka saling mengenal juga pasti karena sosok Rachel yang menjadi perantara perkenalan mereka.

"Apa aku boleh tengok Mama dan Papa di dalam, Mas?" tanya Gadis to the point karena ia tidak bisa berlama-lama di tempat ini.

Pradipta menganggukkan kepalanya yang membuat Gadis langsung pamit untuk menengok kedua mantan mertuanya. Dengan terpaksa Gadis meninggalkan Gavriel dengan Pradipta di ruang tunggu pasien ini. Gadis hanya berharap jika kedua orang ini bisa akur dan tidak terjadi baku hantam saat ia pergi.

Setelah mengikuti semua protokol untuk masuk ke ruang ICU, akhirnya Gadis bisa melihat kedua orangtua Pradipta yang berada di dua ranjang pasien di dalam kamar ini. Baru melihat kondisi mantan mertuanya saja, air mata Gadis sudah keluar. Sebisa mungkin ia tidak menangis apalagi berteriak histeris atas kenyataan yang menyapanya kali ini. Tidak bisa dipungkiri jika kondisi orangtua Pradipta drop karena memikirkan masalah rumahtangga dirinya dengan Pradipta. Namun Gadis tak bisa mempertahankan rumah tangga ini lebih lama hanya untuk membuat orangtua Pradipta merasa bahagia. Ia harus egois untuk memikirkan kehidupan serta kebahagiaannya. Pengorbanannya selama ini untuk Pradipta dan keluarganya, Gadis anggap sudah cukup dan ia harus mengejar masa depannya lagi. Lagipula pengabdiannya ini tidak pernah dihargai oleh Pradipta sebagai seorang suami.

Gadis tak mau sampai orangtua Pradipta mendengar tangisannya. Karena tidak mungkin dirinya hanya berdiam diri saja di sini, Gadis mulai melangkahkan kakinya untuk mendekati ranjang pasien. Ia mulai mendekatkan kepalanya di telinga Mama Pradipta.

"Ma, Gadis di sini. Mama apa kabar? Maaf kalo Gadis akhirnya menyerah pada rumahtangga yang Gadis jalani bersama Mas Dipta."

Gadis tidak bisa meneruskan kata-katanya karena rasanya lidahnya terasa kelu dan ia tidak mampu berbicara lebih banyak saat memperhatikan berbagai macam alat serta kabel yang ada di sekitar tubuh mantan Mama mertuanya ini. Setetes air mata bisa Gadis lihat keluar dari sudut mata mantan Mama mertuanya ini. Kini Gadis beralih ke sisi sebelah kanan tempat ranjang Papa Pradipta berada. Karena hubungannya dengan orangtua Pradipta baik terlebih dengan Papanya, Gadis semakin merasa tidak tega berlama-lama di tempat ini untuk menyaksikan berbagai macam alat serta kabel menempel pada tubuh orangtua Pradipta.

"Pa... ini Gadis, Pa. Papa kenapa bisa ada di sini? Padahal Papa bilang mau jagain Mama selama Gadis pergi." Gadis mencoba menarik napas dalam-dalam dan pelan-pelan ia embuskan perlahan. Setelah yakin jika ia sanggup meneruskan kata-katanya, Gadis kembali mendekatkan bibirnya di telinga Papa Pradipta, "Gadis enggak bisa pulang lagi ke Surabaya setelah apa yang terjadi di rumahtangga Gadis sama Mas Dipta, Pa. Gadis ke sini mau minta maaf sama Papa dan pamit secara baik-baik. Sampai kapanpun juga, Mama dan Papa akan tetap Gadis anggap seperti orangtua Gadis sendiri. Terimakasih ya, Pa... sudah jadi Papa mertua yang baik selama Gadis menikah dengan Mas Dipta. Kalo begitu Gadis pamit pulang dulu, Pa."

Kali ini Gadis kembali bisa melihat air mata yang keluar di sudut mata Papa mertuanya. Sadar dirinya tidak bisa terlalu lama berada di tempat ini, Gadis segera keluar. Kala ia sudah keluar, Gadis mencari tempat yang sepi dan tidak jauh dari ruangan ini. Ia tumpahkan semua rasa yang ada di hatinya melalui tangisan kala melihat kondisi kedua orangtua Pradipta. Siapa sangka melihat mantan mertua tergolek lemah tak berdaya di atas ranjang pasien rumah sakit dalam kondisi seperti ini saja membuat hati Gadis merasa sesakit ini.

Di waktu yang sama, Gavriel sudah tiga kali ini melihat jam tangannya dan sedikit heran kenapa Gadis tidak kunjung keluar dari ruangan. Sudah hampir setengah jam dirinya menunggu perempuan itu bersama Pradipta yang duduk di sebelahnya. Tidak ada yang ia bicarakan sama sekali dengan Pradipta. Gavriel memilih fokus pada layar smartphonenya untuk berbincang dengan ketiga temannya.

Group Lapak Dosa

Gavriel : Gue duduk di samping Dipta. Kita enggak ngobrol sama sekali, tapi gue berhasil memperhatikan dia dan masih enggak ngerti apa yang membuat Gadis tertarik sama laki-laki satu ini dulunya.

Wilson : Bau-baunya ada yang mau menghina mantan suami gebetan.

Gavriel : Serius gue, Son. Dari ujung rambut sampai ujung kaki biasa aja gitu. Mukanya kaya bapak-bapak umur 35 tahunan. Style juga sangat rapi pakai kemeja lengan pendek dan celana jeans panjang. Terlihat kalo dia enggak punya jiwa muda dan orangnya serius banget. Enggak bisa diajakin gila-gilaan.

Elang : kurang gila gimana maksud lo, Kuya? Selingkuh dari bini aja bisa, cosplay jadi laki-laki kejam juga jangan ditanya lagi. Dia mampu melakukannya dengan baik. Cupu yang ternyata suhu si Dipta itu.

Wilson : sok muda amat, Gav jadi orang. Bangun woy... bangun... ingat umur lo 35 tahun 2 tahun lagi. belum tentu juga umur lo sampai segitu, tapi Dipta sudah sampai sekarang. Siapa tahu aja lo jadi berubah style nantinya dari yang ala anak kulihan jadi style sugar daddy kaya Dipta.

Gavriel : Gue kalo jadi cewek bakalan milih laki modelan Adit, sekalian aja kalo nyari yang standart tinggi daripada turunin standart tapi kulaitas pasangannya juga enggak bagus kaya si Dipta ini.

Aditya : Akhirnya setelah sekian lama, gue menyadari satu hal hari ini. Kalo Gavriel itu julidnya sudah saingan sama Suyati dan Suminah.

Wilson : lho, 'kan mereka tetanggaan, Dit. Pastilah Gavriel ketularan sifat dua ART tetangganya itu.

"Kalo lo ada acara lain, biar nanti Gadis diantar kakak gue baliknya."

Ucapan Pradipta membuat Gavriel menoleh. Meskipun awalnya Gavriel enggan untuk berbicara, namun akhirnya Gavriel mencoba menanyakan hal yang sejak tadi mengganjal di hatinya.

"Acara gue ke Surabaya cuma mau temani Gadis untuk jenguk ortu lo. By the way, gimana kondisi ortu lo?"

"Dokter minta kita banyak-banyak berdoa. Siapa tahu ada keajaiban dari Tuhan."

"Aaamiin."

Setelah mengatakan itu, Gavriel memilih berdiri dan berjalan meninggalkan Pradipta untuk mencari Gadis. Saat sampai di dekat ruangan jaga perawat, Gavriel meminta tolong kepada perawat itu untuk memanggilkan Gadis di dalam yang sedang menjenguk pasien. Beberapa saat menunggu hingga akhirnya perawat itu datang lagi dan mengatakan jika tidak ada yang sedang berkunjung di dalam ruangan itu. Seketika Gavriel merasa sedikit khawatir dengan situasi ini. Ke mana pula Gadis pergi? Kenapa tidak mengabarinya terlebih dahulu? Bukankah ini sama saja Gadis tidak menghargai dirinya terlebih teman-temannya yang sudah menunggu di dekat lift sejak tadi.

Gavriel segera menyingkir dari depan meja jaga perawat ini dan mulai berjalan untuk mencari keberadaan Gadis. Sambil berjalan, Gavriel mencoba menelepon Gadis. Sayup-sayup Gavriel bisa mendengar suara handphone berdering. Ia mencoba mencari sumber suara itu hingga akhirnya ia bisa melihat Gadis yang sedang duduk bersila sambil menangis  tersedu-sedu di dekat pot besar. Melihat hal ini, Gavriel segera mematikan sambungan teleponnya. Ia ambil satu gambar ini lalu mengirimkan pesan kepada Aditya.

Gavriel : *sending picture*

Gavriel : Gue butuh tenangin Gadis dulu sebelum ketemu kalian lagi.

Aditya : Ok.

Aditya : Kita tunggu sambil makan di bawah.

Aditya yang sejak setengah jam yang lalu setia menanti Gadis dan Gavriel di dekat lift segera mengajak kedua tamannya untuk mencari resto di lantai satu rumaah sakit ini.

"Si Gadis sama Gavriel gimana kalo kita makan duluan?" tanya Elang saat Adit sudah memencet tombol lift.

"Enggak pa-pa, nanti mereka biar nyusul kita."

Ting....

Pintu lift terbuka, Aditya segera masuk ke dalam. Sebelum menutupnya, ia mencoba untuk bertanya apakah Elang akan ikut dengannya atau tidak? Beberapa saat berpikir hingga akhirnya Elang memilih melangkahkan kakinya untuk mengikuti Aditya memasuki lift.

***

From Bully to Love Me (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang