Gadis mengedarkan pandangannya ke segala penjuru playground yang ada di salah satu mall di Jakarta siang hari ini. Setelah Gavriel meninggalkan rumah untuk pergi ke gym, Gadis juga langsung mengorder taxi online untuk menyusul Leander dan Elang. Setelah beberapa saat mencari, akhirnya Gadis bisa menemukan Elang yang baru saja masuk ke playgorund bersama Lender. Setelah acara saling sapa yang singkat, Elang melepas Leander di dalam playground sedangkan ia dan Gadis menuju ke ruang tunggu playground. Mereka duduk bersebelahan di sofa panjang yang ada di sana bersama beberapa orangtua lain yang sedang menunggui anaknya bermain. Tanpa berbasa-basi, Gadis akhirnya langsung mengutarakan tujuannya datang menemui Elang siang hari ini.
Elang menghela napas panjang kala Gadis sudah selesai menceritakan semua tentang rencana Gavriel untuk melepaskan usahanya dan tentang dirinya yang berniat untuk mengambil alih usaha online shop itu karena Gavriel tidak mau menggunakan uang darinya secara cuma-cuma.
"Berat... berat, gue enggak bisa bantu banyak karena setahu gue Gavriel itu enggak pernah mau jika pasangannya jadi rekan bisnis dia. Karena menurut dia susah untuk kerja secara profesional."
"Itu lebih baik 'kan karena toh nantinya dia jadi suami gue. Daripada gue ikut investasi bodong atau uang itu cuma ngendon di rekening doang."
"Tanpa gue harus cerita seharusnya lo juga tahu alasan dia kenapa enggak mau menerima usulan lo itu."
"Iya, gue tahu kalo yang ditakutkan Gavriel itu andai hubungan ini enggak berjalan mulus. Dia enggak mau urusan bisnis sampai pecah kongsi belum lagi pecah nama brand dan pembagian segala macam tetek bengek di belakangnya yang bikin migren kalo hubungan gue sama dia enggak berjalan sesuai rencana."
"Nah, baguslah kalo lo paham."
"Tapi kalian lupa kalo ada yang namanya perjanjian pra nikah. Kita bisa tuangkan semuanya di sana termasuk tentang pisah harta, bisnis dan lain sebagainya yang ditakutkan Gavriel itu."
"Kalo masalah itu lo diskusikan sama Gavriel, jangan ke gue. Yang jelas si Adit bilang kita butuh dana sekitar satu milyar dibagi empat."
"Memang kalian mau buat usaha apa sih?"
"Warmindo."
Satu detik...
Dua detik....
Tiga detik....
Gadis diam dengan mulut sedikit terbuka. Ia masih tidak percaya dengan jawaban Elang ini. Ia kira usaha yang akan mereka jalankan itu justru seperti kost eksklusif, tempat penginapan atau mungkin rental mobil. Tapi warmindo benar-benar sangat jauh dari perkiraannya ketika perjalanan dari rumah Gavriel menuju ke mall ini.
"Apa gue enggak salah dengar? Bisnis Warmindo kok banyak banget modalnya?"
"Enggak, telinga lo enggak perlu dibawa ke dokter THT karena lo enggak salah dengar. Sengaja kita mau bukanya sekalian di beberapa kota, cari tempat dekat kampus, tempat wisata dan tentunya sewa tempat itu enggak murah kalo kita cari tempat yang strategis seperti itu. Belum lagi beli perlengkapan, gaji karyawan dan lain-lain."
"Mau buka di mana aja rencananya?"
"Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Jogja, Bali dan permintaan Gavriel sih buka di Solo juga."
"Kenapa enggak dimulai dari satu kota dulu buat test pasar biar kalo enggak berjalan sesuai dengan harapan seenggaknya enggak nyesek-nyesek banget."
"Kurang menantang aja. Lagipula warmindo perputaran uangnya lebih cepat kalo mau buka 24 jam daripada coffee shop."
"Masa?" hanya satu kata yang keluar dari bibir Gadis namun berhasil membuat Elang menghela napas panjang.
"Masa sih lo enggak pernah dengar selentingan kalo bisnis coffee shop kadang dijadikan tempat cuci uang duit-duit panas."
KAMU SEDANG MEMBACA
From Bully to Love Me (Tamat)
ChickLitGadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami ketahuan berselingkuh. Alasan Pradipta yang mengatakan bahwa Gadis sangat monoton dan tidak pandai da...