Aryanti menatap Sudibyo yang tengah duduk di hadapannya di ruang tunggu bandara siang hari ini. Kali ini mereka masih menunggu pesawat Gadis yang akan landing beberapa menit lagi. Andai saja bukan karena permintaan suaminya, Aryanti tidak akan mau repot-repot memberitahu Gadis mengenai kabar duka ini.
"Ma, tolong sembunyikan ekspresi setengah hatinya Mama. Kita ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir untuk Papanya Dipta. Terlepas bagaimana dulu Dipta memperlakukan Gadis, tapi orangtuanya begitu sayang dengan anak kita dan sudah menjaganya bertahun-tahun dengan baik."
"Pa, kita sudah berpura-pura tidak tahu kalo sewaktu kita ke Jogja kemarin, Gadis pergi ke Surabaya untuk menjenguk orangtua Dipta. Mama rasa itu sudah lebih dari cukup tapi Papa tetap saja kekeuh untuk hadir melayat. Sebenarnya kirim karangan bunga saja sudah bagus mengingat bagaimana hubungan keluarga kita dengan mereka belakangan ini."
"Kalo Mama masih bersikap seperti ini, berarti Mama belum dewasa dan bijak dalam menyikapi segala sesuatunya dalam hidup. Papa begini ada alasannya. Papa itu tidak mau Gadis kecewa dikemudian hari karena tidak bisa memberikan salam perpisahan untuk yang terakhir kali. Demi membuat Gavriel tidak berpikir macam-macam tentang kepergian Gadis ke Surabaya hari ini, maka dari itu kita temani dia di sini. Lagipula ini hari kerja, jadi Gavriel enggak akan bisa temani Gadis melayat."
Aryanti menghela napas panjang. Rasanya apa yang dipaparkan Sudibyo ini bisa ia terima meskipun masih setengah hati. Ia benar-benar belum bisa bertemu dengan Pradipta secara langsung saat ini. Aryanti takut ia akan kehilangan kesabarannya dan mengayunkan tangannya untuk memberi kenang-kenangan di pipi Dipta sebagai wujud pelampiasannya karena tidak terima atas perlakuan Dipta kepada Gadis.
"Terserah Papa. Pokoknya nanti enggak usah lama-lama terus kita langsung ke stasiun Gubeng."
Sudibyo memilih untuk menganggukkan kepalanya. Kini ia kembali fokus untuk membaca buku yang ada di tangannya. Untuk mengusir rasa sepinya, Aryanti memilih untuk melihat apa yang ada di dalam handphonenya. Untuk kesekian kalinya ia bisa tersenyum karena keponakannya akhirnya akan melepas maja lajang. Kepergian Angi yang memilih berkelana bertahun-tahun dan tak mau pulang karena takut ditanya kapan akan menikah akhirnya berakhir sudah.
"Ma... Pa...," suara Gadis membuat Mama dan Papanya mengangkat pandangannya untuk menatap anak mereka yang kini sudah berdiri di hadapan mereka bersama sebuah koper di dekatnya.
Aryanti dan Sudibyo segera berdiri untuk menyambut Gadis. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Gadis segera memesan sebuah taxi online untuk mereka bertiga. Dikarenakan tidak mungkin membawa koper ke rumah orangtua Pradipta, akhirnya Gadis menyarankan kepada orangtuanya untuk mem-booking sebuah kamar hotel untuk menaruh barang-barang mereka selagi mereka melayat.
"Ma, kita ke hotel dulu ya, nanti? Baru setelah taruh barang-barang, kita ke rumah Mas Dipta."
"Cari hotel yang dekat-dekt aja, Dis. Sekalian habis itu cari tiket kereta arah Solo. Mama males nginap di sini."
"Hmm.... Mama memangnya enggak kangen ice cream-nya Zangrandi? Bukannya kata Mama dulu kalo diajak Eyang ke Surabaya selalu mampir ke sana."
"Siang buka, Dis. Sebelum ke Gubeng nanti kita mampir."
Setelah mengatakan itu, Aryanti segera berjalan menuju ke arah tempat taxi online akan menjemput mereka bertiga. Kali ini Gadis memilih berjalan dibelakang bersama Papanya. Mereka biarkan Aryanti berjalan di depan mereka seorang diri. Saat berjalan di samping Papanya, Gadis mengaitkan tangan kanannya pada lengan kiri Sudibyo dan ia sandarkan kepalanya di bahu sang Papa. Sudibyo yang melihat kelakuan Gadis ini hanya bisa tersenyum. Sepertinya anaknya sudah mulai menata kehidupannya lagi setelah kegagalan rumahtangga yang ia alami. Ini terbukti dari cara Gadis yang tampak biasa saja dan tidak tersirat rasa kesal atau benci pada matanya kala mereka akan mengunjungi keluarga Pradipta.
YOU ARE READING
From Bully to Love Me (Tamat)
ChickLitGadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami ketahuan berselingkuh. Alasan Pradipta yang mengatakan bahwa Gadis sangat monoton dan tidak pandai da...