148. Singapura

2.8K 394 7
                                    

Banyu membuka pintu kamar tamu yang ada di dalam apartemennya pagi ini dan ia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Siapa sangka jika adiknya yang dulunya adalah seorang istri yang penurut dan rajin ini aslinya adalah seorang pemalas. Andai saja ini hari kerja, tentu saja Banyu tidak akan tahu jika adiknya ini masih kuat tidur hingga pukul sembilan pagi seperti ini.

Dengan perasaan sabar yang sudah ia kumpulkan sejak setengah jam yang lalu, akhirnya Banyu berjalan mendekati Gadis. Begitu sampai di dekat Gadis, Banyu segera menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Gadis.

"Bangun, Dis... sudah siang."

Gadis yang mendengar hal itu mencoba mengabaikan perkataan kakak laki-lakinya. Sejak ia tiba kemarin sore, Banyu bukannya mengajaknya untuk beristirahat, namun yang ada Banyu justru mengajaknya untuk berjalan-jalan dan mengobrol tentang segala hal yang sebenarnya lebih kepada klarifikasi tentang hubungannya dengan Gavriel saat ini. Dari apa yang Banyu tanyakan kepadanya semalam, Gadis tahu bahwa orangtuanya sudah menceritakan segalanya pada Banyu termasuk Gavriel yang sudah melamarnya secara pribadi ketika mereka berada di Bali.

"Berisik ah, Mas... aku masih ngantuk."

"Enggak bisa gitu, Dis. Kita masih mau lanjut jalan ke Orchard Road."

Gadis menghela napas panjangnya. Ia ingat jika Mamanya memintanya mampir berbelanja beberapa barang dan menitipkannya kepada Banyu yang akan mudik dua bulan lagi ke Solo. Mau tidak mau Gadis segera bangun. Ia langsung duduk di tengah ranjang tempat tidurnya.

"Sebenarnya kenapa sih enggak Mama sendiri aja yang belanja ke sini? kenapa harus aku? nanti kalo enggak sesuai sama seleranya Mama gimana?"

"Pokoknya apa aja yang kamu mau beli kali ini beli deh. Enggak usah mkir harga. Aku semua yang bayarin."

Gadis menghela napas panjang untuk yang kesekian kalinya. Gadis tahu jika sampai ia tidak melaksanakan perintah Mamanya ini, besar kemungkinan Mamanya akan marah besar kepadanya dan Banyu tetap akan terkena imbasnya.

"Ya udah, aku mau mandi dulu. Mas Banyu keluar sana."

Tanpa banyak berkata-kata lagi, Banyu memilih langsung keluar dari kamar Gadis. Saat sudah berada di luar kamar Gadis ini, Banyu segera mengirimkan pesan kepada Aryanti. Ia mengabarkan kepada Aryanti jika Gadis sudah setuju untuk berbelanja di Orchard Road bersamanya hari ini sebelum nanti malam ia akan terbang menuju ke London menggunakan British Airways.

Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda, Aryanti yang sedang duduk di meja makan sebuah resto hotel bersama Sudibyo sudah langsung menunjukkan pesan yang Banyu kirimkan kepadanya ini kepada Sudibyo. Sudibyo yang membaca pesan itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Mama beneran minta tolong ke Gadis buat belanja sendiri untuk acara seserahan dia tapi pakai acara bohong gitu?"

"Ya begitulah, Pa. Lagipula seperti yang Gavriel bilang ke kita sewaktu pulang dari antar Gadis kemarin. Dia bilang terserah sama kita baiknya gimana. Dia mau ikutin apa maunya kita sama Gadis aja."

Entah kenapa Sudibyo merasa tidak enak hati kepada Gavriel karena Sudibyo bisa membayangkan seperti apa beratnya beban yang harus ditanggung oleh Gavriel jika ia sampai mengikuti kemauan Aryanti yang tentu saja standartnya sangat berbeda dengan Gadis. Gadis tentunya bukan perempuan yang mempermasalahkan brand suatu barang yang akan ia beli, tetapi Aryanti yang meskipun bukan penggila brand semewah Hermes, minimal istrinya itu pasti akan menenteng merek Lacoste atau Longchamp.

"Papa sarankan jujur sama Gadis tentang semua ini. Setidaknya Gadis yang bisa mengukur kapasitas dan kemampuan dia dan Gavriel. Sudah cukup kegagalan pernikahan Gadis dulu menjadi pelajaran bagi kita sebagai orangtuanya bahwa tidak selamanya yang sesuai dengan keinginan kita adalah yang terbaik untuk anak."

"Mama enggak minta Gavriel membiayai semua ini. Mama sengaja kasih ini ke mereka yang nantinya bisa menjadi hadiah."

"Sebaiknya kita berhenti untuk mencoba memperlakukan Gavriel seperti kita memperlakukan Pradipta. Kita harus menerima kenyataan jika pada akhirnya laki-laki yang Gadis pilih sebagai pendamping memang memiliki latar belakang yang berbeda dengan keluarga kita. Kita tidak perlu mempermasalahkannya hingga mencoba mengubah segala sesuatunya agar sesuai dengan apa yang kita inginkan. Bukankah yang paling penting Gadis bahagia dengan semua ini?"

Aryanti terdiam dan ia mulai merenungkan semua yang dikatakan Sudibyo kepadanya ini. Beberapa saat Aryanti terdiam hingga akhirnya kini ia mencoba menghubungi Banyu melalui sambungan telepon. Sudibyo yang melihat bagaimana Aryanti bisa bertindak cepat dengan menuruti permintaannya membuatnya tersenyum. Setidaknya Gadis tidak akan merasa dibohongi nantinya dan Gavriel tidak akan merasa keberatan dengan semua permintaan Aryanti ini. Toh bagi Sudibyo selama Gavriel memperlakukan putrinya dengan baik, memiliki pekerjaan yang mapan serta bukan pemalas itu saja sudah cukup baginya.

***

Sore hari ini Gadis menatap tas-tas belanjaannya hari ini yang membuatnya menggelengkan kepalanya. Meskipun Banyu sudah diberitahu oleh Aryanti untuk jujur kepadanya dan melakukan sesuai permintaan Mamanya, tetapi Banyu tetap bersikeras untuk membuat Gadis membeli berbagai macam barang yang biasa ada dalam seserahan pernikahan. Sumpah... Gadis ingin menolak namun kata-kata Banyu kepadanya yang mengatakan jika sebagai kakak, sejujurnya rasa bahagianya kali ini ketika mengetahui adiknya akan segera menikah berbeda dengan dulu. Dahulu ia sangat berat melepas Gadis karena ia tidak yakin dengan keputusan yang Gadis ambil untuk menikah dengan Pradipta, tapi tidak kali ini. Dari pertama kali bertemu dengan Gavriel, Banyu bisa melihat jika Gavriel benar-benar mencintai adiknya dan rela melakukan apa saja untuk Gadis. Bahkan demi Gadis, ia rela sering mangkir dari jadwal kerjanya yang padahal Banyu tahu begitu sangat ketat peraturan kedisiplinannya. Melihat bagaimana Gavriel membantu Gadis dulunya, Banyu sempat ketar-ketir dibuatnya. Andai Gavriel dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja, Banyu berjanji akan mencarikan pekerjaan untuk laki-laki itu. Jika sampai tidak mendapatkannya, Banyu akan meminta Gavriel untuk bekerja di perusahaan keluarganya. Ia yakin jika Papa dan Mamanya tidak akan keberatan namun ternyata sampai saat ini untungnya Gavriel tetap bisa bekerja di perusahaan perbankan itu meskipun entah berapa kali peringatan yang pernah ia dapatkan sejak ia memutuskan turut terjun membantu Gadis menyelesaikan masalahnya dengan Pradipta. 

Di sisi lain Banyu juga bisa melihat Gadis kembali menjadi seorang wanita yang memiliki semangat hidup dan ceria kembali sejak Gavriel hadir di hidupnya. Seakan kejadian buruk yang menimpa kehidupan Gadis beberapa waktu lalu hanyalah sebuah mimpi belaka. Dan kali ini ketika Gadis bangun dari tidurnya, ia kembali menjadi Gadis yang dulu Banyu kenal sebelum mengenal Pradipta.

"Mas, ini terlalu berlebihan."

"Enggaklah, masih standart aja aku beliin kamu sama Gavriel."

Gadis langsung menoleh untuk menatap Banyu yang berjalan ke arah dapur dan membuka kulkas untuk mengambil air putih. Segera saja Gadis mendekati kakaknya itu. Saat sampai di dapur, ia menyandarkan punggungnya pada tembok sambil menyedekapkan tangannya di depan dada.

"Ketika Mama sama Papa sudah insyaf untuk enggak memperlakukan Gavriel seperti mereka dulu memperlakukan Mas Dipta, yang ada sekarang malah Mas Banyu yang begitu."

Banyu menghentikan aktivitas minumnya karena ia tidak bisa manahan keinginannya untuk tertawa. Baru setelah tawanya reda, Banyu menanggapi tuduhan Gadis padanya ini.

"Enak aja kalo ngomong kamu, Dis... beda dong. Aku enggak begitu. Lagipula nih aku cuma beliin Gavriel ikat pinggang sama dompet doang. Mana sanggup aku kalo harus kasih Gavriel barang-barang seperti apa yang Mama rencanakan diawal."

Gadis memamerkan senyum sinisnya.

"Ikat pinggangnya satu, dompet satu tapi Mas Banyu lupa sebut satu lagi. Ini ada parfum Penhaligon's. Benar-benar deh ini perintilan hadiahnya pasti berhasil membuat Gavriel bakalan bingung mau terima atau enggak. Terima kok enggak enak karena ini bukan barang murah, tapi kalo ditolak seakan enggak menghargai mas Banyu yang rela keluar uang banyak buat beli semua ini."

"Cashflow aku baik-baik aja kalo itu yang kamu takutkan, Dis. Lagian ini enggak setiap hari. Jadi sekarang lebih baik kamu mandi terus kita keluar aja."

Gadis akhirnya menarik punggungnya untuk tegak kembali. Kini ia tinggalkan Banyu di dapur untuk segera mandi karena mereka akan pergi makan malam berdua malam ini sebelum Banyu mengantarkan dirinya menuju ke bandara karena pesawatnya akan berangkat sekitar pukul sepuluh malam ini.

***

From Bully to Love Me (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang