"Popo, ada apa?"
"Coco ayo kita pulang."
"Ya biar Coco yang bawa mobilnya ya." Apo mengambil alih mendorong stroller baby twins. Coco belum mau bertanya sebelum mereka sampai mobil dan memberikan minuman pada Apo.
"Po, minum dulu ya. Ceritakan ada apa? Jangan di tanggung sendiri. Po kan sekarang jadi Papa. Bagi beban itu sama Coco."
"Coco, tahu gak tadi, dokter menyarankan untuk kita melepas alat bantu kehidupan Nat! Yang artinya kita membiarkan Nat tiada! Kejam! Po bukan pembunuh!"
"Tenang ya Popo, bukan seperti itu maksudnya. Kita bicara di rumah ya setelah twins bobo. Sekarang Po ikut merem, nanti Coco bangunin kalau kita sudah sampai rumah."
Twins duduk di belakang menggunakan baby seat yang terikat erat di mobil, sementara Po duduk di depan di samping Coco yang menyetir. Apo memejamkan matanya, tapi tak menahan air matanya yang terus mengalir. Setelah berjalan 15 menit, Apo pun tertidur.
Coco menghentikan mobil dan mengeluarkan selimut untuk Apo, merebahkan kursinya. Coco akan menyetir dengan rute yang sedikit berputar, Apo dan juga twins senang tidur di dalam mobil yang bergerak.
"Dengan begini Apo bisa lebih banyak istirahat. Kasihan tuan mudaku lelah dan kurang tidur. Ditambah berita tadi, pasti mengguncangnya. Apa aku kabari saja tuan Mile? Hanya dia yang bisa memeluk Apo dengan baik dan memberikan kehangatan. Aku harus berusaha memberi pengertian atas kecewanya Po pada keluarga Jordan baru mempersatukan mereka lagi." guman Coco dan kembali mengendarai mobil.
"Huuumm, kita baru sampai Coco?" tanya APo yang terbangun ketika Coco selesai membawa twins ke dalam rumah.
"Iya, twins sudah di dalam sedang main. Ayo Popo juga bangun dan masuk ke dalam."
"Apa Po tertidur lama sekali? Rasanya kok nyenyak sekali?"
"Po dan twins kan kalau di dalam mobil senang tidur. Twin aja ketika sampai rumah langsung melek."
"Rasanya sudah jarang Po tidur senyenyak tadi. Makasih ya Coco."
"Sama-sama. Po juga harus banyak istirahat biar jangan sakit."
Suasana dalam rumah semakin ramai dengan celotehan twin mereka sudah bisa membalikkan badan. Dan sudah mengenali siapa Papanya dan saling berebut untuk di gendong Apo.
"Popo, gak kangen sama Tuan Mile?" tanya Coco ketika Apo sedang santai dengan baby tertidur di atas dadanya.
"Po selalu kangen PhiMii, tapi rasanya salah jika menerima PhiMii lagi. Rasanya seperti berkhianat pada Ayah. Karena mereka ayah meninggal."
"Ayah Po menyerahkan ginjalnya karena ingin memberikan kehidupan lebih baik pada Po. Tak ada yang memaksa. Saat itu kondisi Nyonya Jordan sangat kritis dan membutuhkan donor itu segera. Begitulah cerita yang di katakan tuan Jordan dan tuan Mile pada Coco. Ayah Po juga merasa harus saling membantu, karena bantuan Ayah Po kini Nyonya Jordan bisa hidup lebih panjang."
"Bagaimana jika ayah tak memberikan ginjalnya? Mungkin ia masih bersama Apo."
"Kematian itu suatu misteri, jika sudah ditakdirkan masa kita habis maka dengan cara apa pun kita akan mati sesuai takdir yang sudah di gariskan oleh sang pencipta. Mungkin jika tak meninggal karena kehilangan satu ginjal, Ayah Po pergi karena kelainan lain dalam badannya." Apo terdiam. Ia mengerti apa yang Coco maksud. Amarah dalam dirinya juga sudah sedikit mereda. Tapi rasa berkhianat pada ayahnya masih ada.
"Apa ayah akan menganggap Po anak tak tahu diri? Anak durhaka? Karena hidup bersama keluarga yang menyebabkan dirinya tiada?"
"Kalau menurut Coco, Ayah Po pasti merasa bahagia jika Po hidup bahagia dengan berkecukupan. Pengorbanan ayah Po tak sia-sia. Tujuan ayah Po hanya ingin Po hidup bahagia dan tak kekurangan."

YOU ARE READING
Who's The Boss?
FanfictionMile tiba-tiba harus menampung sorang anak dari kenalan Papanya. Dengan berat hati ia menerima. Dan menganggapnya sebagai adik atau bagian dari keluarga mereka. Mile tak tahu sama sekali sosok anak yang akan di titipkan ayahnya ini. Bahkan ia sudah...