Bab 2

4.6K 666 62
                                    

SUDAH lebih tiga jam cewek itu mondar-mandir di bandara dengan gelisah. Sebenarnya ia bisa saja langsung pergi menuju rumah kost tantenya. Tapi, karena ia lupa alamat dan ia juga masih asing dengan daerah ini, ia jadi takut kesasar. Lagipula sepupunya dari kemaren sudah ngotot mau menjemputnya dan sampai sekarang sepupunya belum datang juga.

Cewek itu berjalan menuju bangku panjang dan duduk di sana. Dari tas renselnya, ia mengeluarkan sebuah keramik berbentuk bintang yang seukuran dengan rentang telapak tangannya. Ia tersenyum memandangi benda itu. Itu adalah hasil karya kakak laki-lakinya yang meninggal tiga bulan yang lalu.

Ia teringat sewaktu kecil ketika sedang memperhatikan bulan dan bintang di langit bersama kakak, ia bilang kalau ia ingin mengambil satu bintang di langit. Kakaknya tersenyum, dan keesokan harinya memberinya benda itu sebagai ganti bintang di langit.

Dengan lembut ia mengusap benda itu. Kebiasaan yang sering dilakukannya untuk menenangkan hatinya. Saat benda itu dibalik, terlihat sebuah goresan berbentuk bulan sabit dan di bawahnya ada ukiran membentuk tulisan; Untuk adik tersayang.

Tanpa sengaja, air matanya jatuh mengenai bulan sabit yang ada di keramik itu. Segera saja ia menghapus air matanya dan mengelap keramik itu dengan bajunya. "Maaf, Kak. Aku kangen banget sama kamu," katanya sambil menatap benda itu.

"BULAN!" tiba-tiba terdengar teriakan dari jauh.

Cewek yang mendengar itu langsung menoleh ke arah suara. "Kiki," katanya pelan. Segera saja ia memasukkan keramik bintang ke dalam tasnya.

Kiki berlari ke arah Bulan dan langsung memeluknya dengan erat. "Gue kangen banget sama lo," kata Kiki.

Bulan membalas pelukan Kiki. "Gue juga, Ki. Udah lama banget kita nggak ketemu," sahut Bulan.

Kiki melepas pelukannya dan menggenggam kedua tangan Bulan. "Wah! Ternyata sepupu gue udah gede," katanya.

Bulan tersenyum tipis. "Lo juga. Sekarang lo malah lebih tinggi dari gue. Lo juga ... lebih cantik dari yang gue ingat."

Keduanya sama-sama tertawa. Kiki membantu Bulan membawa kopernya. Keduanya kemudian melangkah ke luar bandara. Saat sudah beberapa langkah, Bulan berhenti dan juga menyuruh Kiki untuk berhenti.

"Kok, berhenti? Kenapa?" tanya Kiki bingung.

Bulan menatap Kiki sambil tersenyum misterius.

Kiki semakin bingung melihat raut Bulan.

"Lo pikir, gue lupa?" tanya Bulan.

"Hah?" Kiki melongo.

"Ngapain lo pacaran tadi, hah? Jadi gara-gara itu lo jadi telat jemput gue?" cerocos Bulan sambil menggelitik pinggang Kiki.

Sekuat tenaga Kiki mengelak dari tangan Bulan. "Ampun, Bulan! Ampun! Gue bisa pipis sekarang, nih!"

"Bodo! Siapa suruh lo telat jemput gue? Pakai alasan ulangan, lagi. Bilang aja kalo lo lagi pacaran. Ayo ngaku!"

"Bulan! Bulan! Ampun! Hahaha ... plis biarin gue jelasin dulu," kata Kiki. Ia benar-benar mau kencing sekarang. Dari dulu ia memang paling lemah jika digelitik apalagi di pinggang. Dan parahnya Bulan tahu persis kelemahannya itu.

Bulan untuk Bintang (Morning) ✔️Where stories live. Discover now