Bab 3

5.1K 592 51
                                    

KIKI membawa Bulan menuju rumah kost yang akan mereka diami. Rumah itu merupakan rumah milik tante mereka. Saat tahu Bulan akan pindah sekolah, tantenya langsung mengusulkan agar Bulan menempati rumah kostnya bersama Kiki dan empat anak kost lainnya.

"Gimana? Lo suka, nggak?" tanya Kiki, begitu mereka di kamar Bulan.

Bulan memperhatikan kamarnya. Tidak terlalu luas, tapi rapi dan bersih. Ia menatap Kiki sambil tersenyum. "Gue suka. Thanks, ya. Pasti lo yang udah ngebersihin nih kamar."

Kiki balas tersenyum. "Ehm ... kalau gitu gue balik dulu, ya? Soalnya ini masih jam sekolah. Lo nggak pa-pa, kan, kalo gue tinggal dulu?"

Bulan mengangguk. "No problem. Lagian, gue juga pengen istirahat."

"Ya udah. Ntar kalo gue pulang, gue bantuin, deh, buat nyusun barang-barang lo, oke?"

"Sip!" sahut Bulan.

Begitu Kiki pergi, Bulan beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah selesai, Bulan mengambil HP-nya. Ada sebelas panggilan tidak terjawab dari mamanya. Segera saja Bulan menelepon mamanya.

"Kamu udah sampai, kan?" tanya mama langsung di telepon.

"Udah, Ma. Ini baru mau istirahat," sahut Bulan, sambil membaringkan tubuhnya di tempat tidur.

"Syukurlah," kata mama lega. "Habisnya kamu nggak ngirim kabar kalau udah sampai. Jadinya Mama khawatir, kan?"

Bulan tertawa kecil. "Iya maaf, deh, Ma. Habisnya Bulan lupa."

"Ya udah deh, sekarang kamu istirahat, ya, Sayang. Jaga diri kamu baik-baik. Dan ingat! Kamu nggak boleh sedih di sana. Kamu udah janji sama Mama, Papa," mama mengingatkan.

Bulan hanya tertawa lirih. Kayaknya nggak bisa, katanya dalam hati. "Iya, Ma. Semoga aja aku bisa ngelupain di sekolah," kata itulah yang terucap.

"Ya udah, Mama cuma mau ngingetin. Sekarang, kamu istirahat, ya, Sayang," kata mama, dan setelahnya telepon ditutup.

Bulan menghela napas. Ia kembali meraih keramik bintang dan mengelusnya. Bulan tahu kalau ia tidak akan bisa menepati janjinya untuk tidak bersedih. Terlalu banyak kenangan indah yang dialaminya bersama kakak.

Bulan teringat dengan peristiwa tiga bulan yang lalu. Saat itu ia sedang mengikuti les. Sebelumnya ia dan kakaknya sudah berencana mau jalan-jalan ke taman kota seusai Bulan pulang dari lesnya. Tapi karena sudah tidak sabar, ia memaksa kakaknya untuk menjemputnya di tempat les dan langsung pergi tanpa pulang ke rumah terlebih dahulu.

Kakaknya yang memang sangat menyayangi Bulan, akhirnya menyetujui permintaan itu. Di saat kakaknya sedang dalam perjalanan menjemput Bulan itulah, kakaknya mengalami kecelakaan yang hebat dan menghembuskan napas terakhir saat sedang dibawa menuju rumah sakit.

Peristiwa itu tentu membuat Bulan sangat terpukul. Apalagi sebelumnya ia sama sekali tidak memiliki firasat buruk tentang kakaknya. Selama berminggu-minggu, Bulan tidak henti-hentinya menangis. Ia begitu menyesal kenapa ia tidak bisa bersabar sedikit saja. Kenapa waktu itu ia memaksa kakaknya untuk menjemputnya padahal ia bisa pulang sendiri. Kenapa waktu itu ia mengajak kakaknya untuk pergi ke taman kota? Bulan sangat berharap, kalau ia bisa memutar-balikkan waktu. Tapi sayang, semuanya sudah terlambat. Ia sudah terlanjur kehilangan kakak satu-satunya.

Begitu sedihnya Bulan karena kehilangan kakaknya, ia jadi kehilangan semangat. Berhari-hari ia mengurung diri di kamar. Sekolahnya pun tidak terurus hingga Bulan sering mendapat surat terguran dari pihak sekolah karena keseringannya membolos sekolah dan perilakunya yang seperti mayat hidup.

Bulan untuk Bintang (Morning) ✔️Where stories live. Discover now