Chapter 15

1.6K 187 96
                                    

"Kau cerewet sekali, Gendut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kau cerewet sekali, Gendut."

George mengerutkan dahinya. Ia menoleh ke belakang, merasa tak yakin kalau ucapan Harry tadi tertuju padanya. Kemudian Ia menolehkan kepalanya lagi ke depan dengan ekspresi bingung. "Kau bicara padaku?" tanya George.

"Tidak. Aku bicara kepada sarang laba-laba di belakangmu. Tentu saja aku bicara padamu!" sungut Harry seraya memutar kedua bola matanya. Ia mendecak meremehkan sebelum melanjutkan, "apa kau tuli? Astaga. Seharusnya aku sudah menduganya. Mungkin karena telingamu terhimpit oleh lemak di lehermu."

"Kau punya kesempatan untuk menarik ucapanmu, Lady Boy."

Harry melirik jam raksasa di sebelahnya. Tepat pukul sepuluh malam.

"Untuk apa? Lagi pula itu benar!" balas Harry dengan seringaian jahil. Ia menoleh kepada Greyson dan Gemma yang duduk di belakangnya (dan keadaan mereka tentu saja masih dengan kaki dan tangan terikat). "Greyson, Gem, tolong ingatkan aku untuk ke Victoria Secret sepulang dari sini untuk membelikannya bikini, oke? Sepertinya motif polkadot berwarna merah muda sangat cocok untuknya."

Tak hayal Greyson dan Gemma tergelak-gelak hingga bahu mereka berguncang. Dan itu membuat George berang. Ia tidak suka menjadi bahan lelucon, terutama ditertawai seperti itu. Ia tidak berfikir dua kali untuk mendekati Harry dan langsung menarik kerah bajunya hingga Harry terangkat dari lantai.

"Aku tidak peduli lagi dengan uang! Kau seharusnya kuceburkan saja ke sungai Thames dan membiarkanmu dimakan hiu."

"Tidak ada hiu di sungai, Idiot."

"PRANG!"

Sebagian kaca di jam raksasa di menara pecah secara tiba-tiba, membuat George, Gemma dan Harry terkejut. Sejumlah kepingan kaca terlempar hampir mengenai tubuh George. Ia pun melangkah mundur. Kini terdapat lubang berukuran sedang di jam raksasa tersebut, tepat berseberangan dengan posisi George berdiri.

"Apa itu tadi?!" pekik George, masih terdengar marah. Ia menyembunyikan rasa keterkejutannya. Ia menarik kerah pakaian Harry hingga wajah mereka semakin mendekat. "Apa kau yang melakukannya?!"

Harry melongo tidak percaya. Ia mencibir malas, "memangnya siapa aku? Penyihir? Bung, aku hampir dihajar olehmu bagaimana aku dapat membuat lubang di jam seperti itu!"

"Katakan padaku—"

George tiba-tiba berteriak kesakitan. Darah mengalir di pundaknya, menyebabkan kaus putihnya kini ternodai warna merah pekat yang banyak. Rasa nyeri dan perih karena luka di pundak George memengaruhi tenaganya, hingga genggamannya pada kerah baju Harry terlepas dan Harry pun jatuh ke atas lantai.

"What the fuck—" Harry menggerakkan bokongnya agar mundur dan merapat kepada Gemma dan Greyson. Ia memerhatikan George yang berdiri agak membungkuk di hadapannya sambil berteriak kesakitan.

"Apa itu tadi?! Kenapa pundaknya tiba-tiba berdarah?!" pekik Gemma ketakutan.

Sedangkan di tempat lain, di sebuah atap gedung besar yang berseberangan dengan menara Big Ben, pria dengan rambut gelap itu menyeringai puas. Ia menembak sasaran dengan tepat—yaitu George. Ia mengisi ulang senjata shot gun-nya dengan santai seakan sudah terbiasa menggunakan senjata berat tersebut. Padahal, ini kali pertama Ia menggunakannya.

OBSESSIONWhere stories live. Discover now