Bonus Chapter: After

1.4K 113 69
                                    

( Bethany Chance's Pov )

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

( Bethany Chance's Pov )

Ini hari keduaku berada di rumah sejak kepulanganku dari rumah sakit.

Karena tabrakan beberapa minggu yang lalu, kondisi tubuhku lemah. Jadi aku mendekam di rumah sakit hampir sebulan lamanya.

Hari itu, saat aku menabrakkan diri ke mobil aku tidak berfikir panjang. Perasaan dan fikiranku benar-benar rapuh dan kalut. Saat itu yang kuinginkan adalah segala tekanan yang kurasakan pergi. Well, setidaknya aku memang tidak merasakan seluruh tekanan itu lagi untuk sesaat. Selanjutnya aku merasakan akibatnya; rasa sakit yang terus menerus di seluruh tubuhku.

Menghabiskan waktu lama bagiku untuk benar-benar pulih hingga saat aku pulang, aku merasa asing dengan rumahku sendiri.

"Kau ingin tidur?" Ayah datang dari dapur. Ia duduk di sisiku dan mengusap kepalaku. "Sekarang sudah pukul sepuluh."

Aku mengangguk. Aku hendak berdiri namun Ayah malah berlutut di hadapanku.

"Naik ke punggungku."

"Ayah, aku bisa berjalan sendiri."

"Kau dengar kata dokter. Kau tidak boleh banyak bergerak, sayang."

Padahal hanya berjalan ke lantai dua. Namun dari pada membangkang dan selanjutnya kami berdebat, aku pun mengiyakan. Aku melingkarkan lenganku di leher Ayah dan melingkarkan kakiku di pinggangnya. Ayah langsung berdiri, menggendongku di punggungnya menuju lantai dua. Ia melakukannya dengan mudah seakan aku hanyalah sebuah ransel.

"Aku berat tidak?" aku iseng bertanya.

"Berat atau tidak, yang terpenting kau sehat. Itu yang terpenting bagiku," Ayah menyahut dengan lembut.

Begitu masuk ke kamar, Ia mendudukkanku di atas kasur lalu pergi ke dapur untuk mengambilkanku segelas air. Sambil menunggu Ayah, aku menarik selimut di ujung kasurku. Namun mataku beralih ke dinding di seberangku yang tertutupi berlembar-lembar karton putih, dengan lirik lagu yang tertulis rapi di atasnya.

'Written in these walls are the stories that I can't explain.'

Aku turun dari kasur dan mendekat ke meja belajar. Aku hendak naik namun Ayah datang. Ia langsung berteriak saat melihatku.

"Beth, kau mau apa?"

"Melepas karton-karton itu."

"Biar Ayah saja. Turunlah, Nak."

Aku tidak melawan karena mendengar perintah Ayah. Aku melangkah mundur dan menyaksikan Ayah yang naik ke atas meja belajarku dan melepas satu persatu karton tersebut dengan hati-hati. Hasilnya, tidak ada poster maupun foto di baliknya yang sobek. Poster-poster One Direction masih ada disana. Begitu pun foto-fotoku bersama Greyson dan the lads selama di London.

OBSESSIONWhere stories live. Discover now