Chapter 7

4.5K 293 3
                                    

(Sori kalo banyak typo, habis potong kuku jadi rasanya kayak aneh gmn gitu hehe)

Avery's POV

Aku tidak tahu bagaimana mau bereaksi. Orang-orang disini tahu bahwa aku adalah pacar Damian. Dan Damian, entah dari mana intentionnya muncul, mencium Sydney.

"Ave, aku disuruh oleh Greg karena aku memilih Dare. Kuharap kau mengerti," tukas Damian hati-hati. Gila saja! Jika aku benar-benar pacaran dengan Damian, mungkin aku akan sudah mengungsi ke Jupiter agar tidak berada dekat-dekat dengan Damian lagi.
"Kukira kau tidak suka Sydney." ujarku pelan di telinganya.

Ia menyeringai, "Memang. Tapi siapa yang bisa menolak wajah seksi dengan lekukan tubuh yang sempurna sepertinya?"

Aku hampir tersedak oleh air liurku sendiri ketika Damian mengucapkan itu. Jangan-jangan Damian sebenarnya suka sama Sydney? Tidak, tidak, tadi itu yang sebenarnya ia maksud adalah wajahnya sangat menggoda lantaran ia adalah the biggest bitch di sekolah. Hanya saja cara menyampaikannya berbeda. Kuharap begitu. Untuk apa juga aku berpikir keras mencari alasan bahwa Damian suka Sydney itu adalah pernyataan yang salah. Aku benar-benar akan memeriksa ke dokter tentang otakku.

"Avery! Apa kau tidak cemburu?" tanya seorang wanita berambut coklat yang duduk di sebelah Ronald.

"Jasmine, sudah kubilang, dia sangat pengertian dan tidak peduli dengan permainan seperti ini." jelas Damian meyakinkan Jasmine.

"Tapi kalau kau adalah Ronald aku benar-benar akan mengikat lehermu dan menarikmu ke api membara karena aku cukup egois, aku tidak mau membagikan apa yang milikku." bantah Jasmine sekali lagi dan Damian kelihatan terdiam dengan perkataannya. Aku hanya tersenyum kikuk dan berkata,

"Sejujurnya aku cemburu, tapi begitulah dia dan karena rasa cintaku padanya lebih besar dari rasa cemburuku, maka kubiarkan saja yang sudah terjadi berlalu,"

Jasmine menatapku takjub. Ia mungkin kaget dengan jawabanku. Oke, jawaban itu hanya pura-pura. Dan kedengaran cukup tidak masuk akal, tapi mungkin orang yang gagal paham hanya akan mengiyakan atau menatapku dengan kekaguman. Tenang, Ave. Tapi jantungku tidak mendengarkanku dan memompa darah lebih cepat dari sebelumnya. Screw you, heart.

"Please excuse me for a while," ucapku menarik ujung-ujung bibirku menjadi senyuman.

"Ave," gumam Damian dan aku tetap melanjutkan langkahku.

"Ave," panggil Damian kali ini lebih keras dan memegang pergelangan tanganku.

"What?!" bentakku dan melemparkan tatapan tajam.

"Why are--you're mad at me?" ucap Damian.

"No."

"Are you... jealous?" Damian menaikkan sebelah alisnya nakal.

"Do you even understand english?" tanyaku dengan nada sarkatis.

Damian masih menatapku, menunggu jawabanku pada pertanyaan terakhirnya. Aku menarik tanganku kasar dan berjalan menjauhi dia. Jantungku berdebar kencang dan aku cemburu karena dia ciuman dengan Sydney? Sampai sepasang tanduk tumbuh di kepala ayam aku tidak akan sudi cemburu tentang apapun yang Tuhan tahu yang akan dilakukan Damian pada perempuan-perempuan di dunia ini.

Tapi kenapa hatiku seperti ditusuk dan mataku terasa sangat perih melihat kejadian kau-tahu-apa?

Sebelum jam 10, aku memutuskan untuk pulang tanpa ketahuan Damian karena aku tahu jika aku pamit itu akan menjadi sangat canggung. Jadi aku sudah sampai di rumah. Aku mengganti pakaianku dan memutuskan untuk duduk di teras rumah. Malam hari, aku lebih suka mendengarkan lagu atau membaca buku di teras rumah. Iya, aku tahu bahwa kita tidak baik menghirup udara malam lantaran tumbuhan mengeluarkan karbondioksida.

Infuriating Smith Where stories live. Discover now