Chapter 19

3.7K 220 8
                                    

Avery's POV

"Kau akan mendengarkanku, kan?" tanya Damian seraya menghampiriku. Air mataku akan jatuh kalau aku mengedipkan mata. Kugigit bibir bawahku keras dan dalam sekejap jari-jari Damian mengelus bibirku.

"Hei," gumamnya seraya menangkup pipiku. Aku membungkam tanpa suara, kurasakan Damian menatapku namun pandanganku kosong.

Aku bersumpah demi diriku, jika Damian memberikan alasan klise yang memuakkan aku akan berlari keluar dari tempat ini.

"Itu Kimberly, kau ingat, bukan? Pacarnya memukulinya dan ia tidak berani pergi ke rumah orang tuanya." jelas Damian lembut. Pertama kali Damian mampu membuatku lemas seperti ini. Mataku tanpa kuperintah langsung mengedip dengan sendirinya dan air mataku lolos keluar.

"Tapi aku tahu kau tidak suka dengannya, apa sebenarnya kau masih ada perasaan padanya?" cecarku dengan suara bergetar. Ya Tuhan, kenapa aku terdengar menyedihkan? Argh, otak dan mulut sialan.

"Bukan begitu, Ave. Bagaimana bisa aku membiarkan orang yang nyaris mati di depanku? Tentu saja aku menolongnya, bahkan jika itu Sydney atau Lois atau Margo pun aku tolong, Sayang." Damian kembali menjelaskan dengan nada yang lembut membuatku percaya bahwa semua yang dikatakannya benar. Selama ini aku tidak pernah mendapati Damian berbicara seperti ini dan yang kutahu jika ia berbohong ia akan terlihat gugup.

Jantungku kembali memompa dengan normal. Mataku yang semula pedih karena air mata lama-kelamaan mulai surut. Mulutku tetap membungkam, pandanganku lurus ke depan dengan tatapan kosong. Napasku yang awalnya tidak beraturan telah kembali teratur dan baru aku ingin berkata sesuatu Damian sudah mendahuluinya.

"Terserah kau mau percaya atau tidak," ujarnya datar dan dingin. "Aku seharusnya tau kalau kau tidak pernah sungguh-sungguh mencintaiku," mataku membelalak. Rentetan kalimat di benakku nyaris keluar dari mulutku namun lagi-lagi Damian berbicara lagi.

"Sekarang aku sadar kalau aku adalah orang yang paling menyedihkan di dunia ini, bagaimana rasanya kasih sayang itu aku tidak tahu." Damian membalikkan badannya dan berjalan menjauhiku.

"Damian, bukan seperti itu," sahutku dengan suara bergetar. Aku melangkah mendekati punggungnya dan detik selanjutnya Damian mendekapku erat. Segera kubalas pelukannya dan aku menenggelamkan wajahku di ceruk lehernya yang hangat.

Bagaimana bisa aku kehilangan pria ini, ya Tuhan? Aku sangat menyayangi Damian. Tepatnya, aku sangat mencintai Damian.

Tubuhku yang berguncang pelan akibat isakan akhirnya lama-lama berhenti sementara itu Damian mengelus pelan punggungku seraya mengecup pelipisku.

"Aku bercanda," kurasakan senyum Damian mengembang dan segala keresahanku sirna seketika. Tanganku memukul keras punggung Damian yang kekar itu secara reflek. Ternyata kebiasaan Damian menjahili orang tidak pernah hilang. Dasar, orang ini.

"Aw!" pekik Damian. Aku memukulnya lagi dan bergumam, "kau akan membuat Kimberly bangun karena suara anehmu itu."

"Stay with me tonight?" Damian mengendurkan pelukannya dengan tangan yang masih melilit di antara punggung dan pinggangku. Aku mengangguk menyetujui.

Damian's POV

Kupikir ia tidak akan mempertahanku dan hanya akan melepasku begitu saja. Tapi aku salah, gadis ini berbeda. Segera setelah ia mengucapkan sesuatu sesudah aku berkata panjang lebar mengenai ia-tidak-menyayangiku aku langsung meraup tubuh kecilnya ke dalam dekapanku.

Kukecup pelipisnya dan mengelus punggungnya berusaha menghentikan isakannya. Ah, ternyata ucapanku tadi cukup kejam.

Maafkan aku, Sayang.

Infuriating Smith Where stories live. Discover now