Chapter 12

4.4K 234 0
                                    

Avery's POV

"Kau terlihat lebih seksi, Damian." ucap perempuan yang bernama Kimberly itu pada Damian.

"Aku tidak percaya kau masih hidup." balas Damian dengan senyum miring meremehkan.

"Don't be so rude," Kimberly tersenyum manis yang terlihat palsu kemudian mengalihkan pandangannya padaku, "Who even wants to go out with you?" Kimberly kembali menatap Damian ketika mengucapkan with you.

"Apa kau benar-benar memiliki perasaan padanya? Bagaimana dengan sejarah hidupmu yang sangat misterius itu? Seingatku, kau adalah manusia es yang, hm, tidak memiliki perasaan." Kimberly melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu dengan cepat serta pernyataan terakhirnya membuat Damian mengatupkan rahangnya keras serta tangannya yang mengepal.

Aku yakin jika Kimberly adalah laki-laki sudah pasti ia dihajar habis-habisan oleh Damian. Tapi, maksudnya dengan sejarah Damian yang misterius itu apa?

Aku tidak dengar apa-apa lagi dari Damian karena aku terlalu berkutat dengan pikiranku sendiri dan tahu-tahu aku sudah digeret pergi oleh Damian.

"Damian," panggilku.

Damian mengatur emosinya sebelum menjawab, "Ya?"

"Kimberly itu siapa?"

Damian mendengus. "Mantanku."

Aku diam. Oke, kenapa aku tidak berpikir tentang mantannya dari awal? Apa yang kupikirkan selama ini?! Keseksiannya, seringainya, kedipan sebelah matanya-- stop, stop!! Fine. Oke. Aku sudah tahu jawabannya. Kemudian banyak pertanyaan muncul di kepalaku seperti

Kenapa ia membenci Kimberly?
Kenapa Kimberly berbicara dengan Damian dengan nada sarkastis?
(Kedua pertanyaan itu maknanya sepertinya sama saja...)
Apa maksud sejarah Damian yang misterius?
Bagaimana Damian dikatakan dingin sedangkan ia sangat panas dan rusuh seperti ini?
Namun dengan bijak aku memilih salah satu pertanyaan dengan acak. Yang sebenarnya tidak bijak-bijak banget.

"Oh ya, maksud Kimberly dengan sejarahmu yang misterius itu apa?" Ini sebenarnya agak tidak sopan bertanya tentang privasi. Tapi, sudahlah. Sudah terlanjut dan telah menjadi sejarah.

"I'll tell you when we're home." jawab Damian datar.

"Besides," Damian kembali menatapku, "why do you want to know?" lanjutnya.

"Uh, curiousity, I guess?" ucapku susah payah karena harus mencari kata-kata yang pas tanpa menampakkan keanehan. Damian terkekeh kecil kemudian membisikkan di telingaku,

"You care so much about me, don't you?"

"Maaf, tapi aku enggak." jawabku seraya memutar bola mataku malas.

"Well, it's settled. Aku gak kasih tau kamu."

Dahiku mengerut tanda tak setuju. "Whoa, whoa, what do you mean?" tanyaku tak senang.

[A/N: *cough* what do you mean~ *cough*]

"It's clear, baby, you said you didn't care about me. How am I supposed to tell someone about my past that doesn't even give a shit about me?" Damian menyeringai dan aku kalah telak. Damian memang jahil tapi dia sangat introvert dan karena aku, um, menyukainya, sedikit, jadi kurasa aku akan mengiyakannya.

"Fine, you know what? I care about you." balasku menahan supaya pipiku tidak merah sekarang. Aku berdoa agar merah pada pipiku ditunda beberapa menit lagi. Namun hasilnya tentu saja nihil.

Dan Damian memanggilku 'baby'. Kau tahu? Kulitku merinding dan jantungku berdetak lebih cepat. Seperti aku habis lari-lari. Aku sangat suka cara dia memanggilku. Bukannya ingin terdengar cheesy atau apa tapi kau akan merasakannya saat seseorang yang dimana ada dia kau akan merasa nyaman atau bahasa lebih mudahnya, yang kau sayangi. Peduli setan jika aku menyayangi Damian. Argh, tapi itu terdengar aneh.

Infuriating Smith Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang