Chapter 10

4.6K 263 0
                                    

Damian's POV

Sepasang mata berwarna biru yang sedingin es itu berjalan mendekatiku. Cengkramanku pada sofa lebih kuat dari sebelumnya, bayangan tentang apa yang akan dilakukan olehnya terlintas di pikiranku ketika ia memukuli ibuku.

"Damian, kau tahu kan aku sudah bilang padamu untuk tidak bermain musik-musik aneh dan pergi belajar?" ayahku berkata dengan lembut. Namun aku tahu ia berbicara dengan lembut yang dipaksa.

"Lihat kau sekarang! Kau sama saja!" ayahku mendaratkan tangannya yang keras di pahaku dengan kuat. Untuk ukuran anak 10 tahun, dengan pukulan sekuat tadi, aku cukup tangguh karena aku tidak menangis.

Aku meringis kesakitan dan pergi berlari dengan sekuatku ke kamar mama.
"Mama," pandanganku buram karena air mata yang sudah menumpuk. Aku melihat pintu terbuka dengan kasar dan dia berjalan ke arahku.

Ia mengangkat tangannya untuk memukulku dan

Aku terbangun dengan keringat yang bercucuran seperti habis lari 10 km. Napasku tidak berarturan dan aku melihat seseorang di tepi ranjang. Aku memfokuskan pandanganku.

"Avery?"

Avery's POV

Aku mendengar suara teriakan juga erangan dari kamar Damian. Aku segera keluar dari kamarku dan mendapati dia masih berbaring, matanya tertutup dan keringat yang bercucuran. Napasnya cepat tidak beraturan.

"Damian,"

"Damian, bangun," panggilku seraya menggoyangkan tubuhnya.

"Damian!"

Tiba-tiba Damian terbangun dengan cepat dan langsung duduk.

"Avery?"

Aku memeluk Damian untuk menenangkannya. Kurasa semua orang perlu pelukan agar ia menjadi lebih tenang. Oke, jantungku berdebar dengan kencang dan kuharap Damian tidak dapat mendengarnya. (Don't ask why my heart is beating so fast).  Damian membalas pelukanku dan menenggelamkan wajahnya di leherku.

"Stay until I asleep?" tanya Damian dengan suara serak.

"Okay." Damian menarik dirinya dan berbaring di tempat tidur.

Kenapa Damian mimpi buruk?
Memang dia sering begini?
Sebenarnya latar belakangnya itu bagaimana?

Pertanyaan-pertanyaan tentang Damian membanjiri pikiranku. Namun kuurungkan niatku untuk memuntahkan semua pertanyaan ini setelah melihatnya benar-benar tertidur.

• • •

Papa dan mama keluar rumah pukul 12 dan tinggal aku, Takumi-nii-san dan Damian malam kemarin.

"Kau tidak akan melakukan yang aneh-aneh, kau mengerti?" tanya mama dengan tegas dan menatap kedua mataku.

"Sudahlah, Kel. Dia umur 17, jangan kekang terus seperti itu."

"Papa!" desis mamaku seraya melemparkan tatapan tajam. Papa hanya menatap mama datar dan menggeretnya keluar.

Lihatlah perbedaan pandangan kedua orang tuaku. Yang satu sangat protektif karena budayanya di timur begitu, dan yang satu bebas karena budaya barat memang begitu. Dan aku. Sekarang. Dilema.

Siang ini, aku dan Lois sedang makan siang di kantin. Margo sedang di perpustakaan mengerjakan tugasnya yang seabrek. Aku dan Lois bercerita tentang pesta BBQ yang akan diadakan oleh Savannah--penggelar pesta terbanyak kedua setelah Damian--besok lusa.

Infuriating Smith Where stories live. Discover now