Chapter 20 - END

6.5K 255 13
                                    

Avery's POV

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Sungguh, hari-hari yang kulalui bersama teman-temanku--dan Damian tentunya--membuatku tidak ingat waktu. Berbagai kompetisi dance serta acara-acara lain yang kuikuti merupakan pengalaman yang tidak akan kulupakan (apalagi beberapa lomba aku kolab dengan Damian).

Oke, maafkan aku karena aku menyebut nama Damian terus. Pokoknya 4 tahun ini sangat menyenangkan, walau ada yang tidak menyenangkan juga sih.

Disinilah aku, Damian, Lois, Margo beserta temanku lainnya duduk di aula ini dalam rangka kelulusan kami. Selamat tinggal masa remaja. Halo dunia kuliah dimana aku akan beranjak menjadi seorang wanita, bukan gadis lagi.

Aku duduk dekat Brenn lantaran namaku berawalan A dan kami diharuskan untuk duduk sesuai abjad atau yang biasa kalian sebut nomor absen. Margo menjadi perwakilan angkatan kami untuk memberikan pidato kesan dan pesan selama kami bersekolah di sini. Tentu saja para guru akan memilih Margo untuk berpidato, ia sangat aktif dalam bermacam-macam kegiatan, prestasinya juga banyak.

Selesai acara kelulusan aku bergegas mencari teman-temanku. Tetapi Damian muncul tiba-tiba dan menarik pergelangan tanganku, membawaku ke tempat yang tidak banyak orang. Tapi ada beberapa orang kok, jangan mikir yang macam-macam. Hehehe.

"Avery, kau memilih masuk universitas mana?" tanya Damian. Ya, awalnya ada 3 universitas yang menawarkan beasiswa padaku dan aku mengambil Performing Arts dan si Damian menyuruhku untuk masuk universitas yang di Birmingham karena Damian masuk di universitas Bristol dengan jurusan Logic. Dia keren, ya?

"Aku pilih University of Birmingham kok." jawabku dengan seringaian serta menaikkan alisku naik turun nakal.

"That's my girl," Damian mendekapku dan mengecup puncak kepalaku.

• • •

"Jadi, kau tidak pilih universitas di Colorado?" Takumi-nii-san bertanya padaku dari telpon. Yah, ia memang menyuruhku ke universitas Colorado. Salah satu universitas yang menawarkan beasiswa padaku.

"Tidak. Hehehe," cengirku dan ia membalas dengan dengusan. Takumi-nii-san memohon padaku agar satu kota denganku. Ia termasuk anak yang introvert gitu, maka dari itu ia memohon-mohon padaku agar masuk ke universitas yang sama dengannya.

"Aku akan menggigitmu jika aku ke Birmingham." ancamnya kejam. Akupun terkekeh sekali lagi karena tiba-tiba wajah kesalnya yang jelek itu terlintas di benakku.

"Sudahlah, terserah mau kau apakan aku. Kututup ya,"

"Baiklah, hati-hati."

Aku menyimpan kembali ponselku ke dalam kantung celanaku. Mama membantu membereskan barangku. Mama dan Papa sepertinya akan menikmati masa tua mereka di Seattle sementara aku akan tinggal di asrama.

Akupun pergi ke bandara. Mama dan Papa tentu saja ikut mengantarkanku sampai Birmingham, aku kan gadis kecil mereka. Hahaha, astaga kenapa aku terdengar manja sekali? Sudahlah, namanya saja derita anak tunggal.

"Aduh, pantat mama kayaknya bakal gak seksi lagi kalau duduk terlalu lama." gerutu mama dengan bahasa inggris (ia kan suka berganti-ganti bahasa, makanya aku akan selalu menginformasikan kalian bahasa apa yang ia ucapkan lantaran cerita ini menggunakan bahasa Indonesia dan pengarangnya sok-sokan ingin banyak bahasa masuk ke ceritanya. Hahaha)

"Tidak mungkin dong. Kalaupun pantatmu terepes, aku tetap suka kok." ujar Papa berbisik di dekat Mama tapi aku tetap bisa mendengarnya. Astaga Papa?! Kau ini membuatku bergidik ngeri.

Infuriating Smith Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang