Chapter 13

4.5K 241 3
                                    

Damian's POV

I fucking snapped her.

I did.

Aku tidak seharusnya membentak Avery seperti itu. Maksudku, aku sungguh tidak dapat memberitahunya sekarang. Ini tidak segampang yang kubayangkan, aku bersumpah.

Kala itu aku benar-benar terselimuti awan gelap dan saat seorang perempuan dengan mulut yang berani menduduki kursiku di kelas sejarah. Sejak itu, ia menerangiku keluar dari sisi kegelapanku. Avery memberikan dampak yang luar biasa padaku. Aku tidak pernah berada dalam situasi seperti ini dulu. Aku menyukai tawanya, tatapan tajamnya bukan membuatku mendelik ketakutan melainkan membuatku mengulas senyum nakal, bagaimana bisa seorang gadis ini membuatku begitu kacau?

"Argh!" geramku kesal meninju bantalku. Sesuatu bergejolak di hatiku dan rasanya aku sangat gelisah sekarang.

'Aku pasti bisa memberitahu Avery' aku meyakinkan diriku sendiri. Walau aku mungkin akan kehilanganmu, Ave. Kau mungkin akan takut padaku dan menjauhiku setelah kau tahu segalanya. Tapi aku percaya padamu, Avery, karena aku mencintamu.

Avery's POV

Seperti biasa, aku menjalankan rutinitas pagiku yang tidak ada spesial-spesialnya. Aku mengenakan jins panjang ku dengan graphic tee bertuliskan Arctic Monkeys, aku memasukkan bajuku dan sebagai pelengkapnya aku mengenakan chokerku dan bergegas keluar kamar.

Selama di bis (aku tidak membawa mobil sendiri karena terlalu malas dan bahkan kadang-kadang aku menyempatkan diriku untuk tidur di bis), aku berbincang-bincang dengan Lois tentang prom night yang akan diadakan oleh Franklin High School tanggal 14 Februari nanti.

"Apa kau akan menghadiri prom night?" tanyaku pada Lois. Ia menaikkan pundaknya acuh.

"Aku tidak tahu, tapi Riley mengajakku."

Aku menatapnya bingung. "Riley?" tanyaku.

"Ah, kau lihat kan dia yang berbicara padaku saat di pesta ulang tahun Margo." Aku mendapati pipi Lois bersemu merah dan akupun memberikannya tatapan nakal.

"Hentikan dengan tatapanmu itu!" tukas Lois dan aku tetap memandangnya tanpa bergerak sedikitpun.

"Kau menakutiku, Ave! Aku akan menceritakan pada kalian tentangnya, kau tidak perlu mengode ku, aku tahu, aku tahu," sambungnya lagi. Aku terkekeh pelan. Wah, memang tak perlu kuragukan lagi temanku yang ingin menjadi psikolog ini.

Sesampainya di sekolah, kami menemui Margo sebelum akhirnya berperncar kelas. Pelajaran pertama adalah bahasa Inggris yang artinya aku satu kelas dengan Damian.

Aku sungguh ingin menonjok sesuatu ketika namanya tiba-tiba muncul dalam benakku. Abaikan dia, Avery. Abaikan dia. Ya, tentu saja aku bisa. No you can't idiot. Aku menggeleng kuat.

Aku duduk di kursi belakang sebelah kanan, selang beberapa waktu kemudian aku melihat Mr. Ferguson yang diikuti oleh Damian dan Greg di belakangnya yang segera duduk di kursi belakang tengah. Jarakku dengannya tidak terlalu dekat, jadi aku lumayan dapat berkonsentrasi saat pelajaran. Jika tidak, aku akan memaki Damian dalam hati hingga kelas ini selesai. Huft.

"Hari ini, aku ingin kalian membuat kelompok yang berisi 2 orang tiap kelompoknya, kemudian kalian harus membuat kesimpulan dari sebuah film yang kalian tonton, aku akan menuliskan option film-filmnya, kalian bisa memilih salah satu,"

"Satu lagi, aku ingin kalian mengetik kesimpulan tersebut dan dijilid dengan rapi. Semua jilidan akan kuterima di mejaku pada tanggal 13 Februari, sebelum hari prom night, chop chop," tambah Mr. Ferguson dan seluruh kelas menjadi ribut.

Infuriating Smith Where stories live. Discover now