Bab 3

61.6K 6K 135
                                    

Seperti cermin, aku melihat diriku saat menatapnya. Melihat kesedihan yang sama dan juga kesakitan yang sama.

                                     ~~~

Mercedes-Benz GLA 200 berwarna putih itu berhenti di parkiran rumah sakit dan tak lama kemudian sosok yang mengemudikannya keluar, perasaannya meragu. Dalam hati ia bertanya apakah dengan datang menemui perempuan itu maka semua rasa pensaran yang ia pendam bisa terselesaikan?

Adrian tidak akan pernah tahu jawabannya jika ia sendiri tidak pernah mencoba untuk mengetahuinya. Saat itu juga Adrian mulai melangkahkan kakinya, ia akan menemui perempuan itu. Namun langkahnya terhennti ketika ponselnya berdering dan menampilkan nama 'Raka'. Tanpa ragu Adrian langsung menjawabnya.

"Ya?"

"Lo yang baru keluar dari mobil putih itu?" tanya Raka dari seberang sana.

Bagaimana Raka bisa tahu? Adrian langsung memutar arah matanya mengelilingi halaman parkir berharap bisa menemukan Raka di suatu sudut di mana lelaki itu bisa melihatnya.

"Jendela yang terbuka, lantai nomor 3." Adrian spontan menengadahkan kepalanya dan kembali mencari-cari sosok yang sedang berbicara dengannya melalui telepon. Adrian menemukannya. Lelaki itu terlihat sedang melambaikan tangannya ke arah Adrian. "Ada urusan apa lo ke rumah sakit?"

Adrian kebingungan menanggapinya. "Gue ada keper- NO!" Adrian hendak menjawab pertanyaan Raka namun tiba-tiba ia berteriak ketika melihat sosok seorang perempuan di lantai teratas ingin menjatuhkan dirinya. Perempuan itu mencoba mengakhiri hidupnya.

Raka yang bingung sibuk menebak-nebak apa yang terjadi dan siapa yang diteriaki oleh Adrian.

Adrian langsung berlari masuk ke dalam rumah sakit, secepat yang ia bisa. Lelaki itu berulang kali menekan tombol lift berharap bisa menggunakan akomodasi tersebut agar cepat sampai di lantai teratas gedung rumah sakit. 10 detik ia menunggu namun pintu lift tidak kunjung terbuka.

"Arrghh ..." Adrian mendesah frustasi dan kembali berlari, terpaksa ia harus menggunakan tangga darurat sebagai pilihan terakhir karena ia harus menyelamatkan perempuan tersebut.

Sebuah kehidupan sangatlah berarti dan Adrian selalu mengagung-angungkan itu. Meskipun ia kehilangan banyak hal di dunia ini namun ia tidak pernah berpikir untuk mati. Adrian sangat membenci kematian, meskipun semua orang tahu tidak ada cara untuk mencegah terjadinya hal tersebut jika Tuhan sudah berkhendak. Mengenai bunuh diri, Adrian sangat menghindarinya. Ia pernah kehilangan sosok yang sangat berarti di hidupnya melalui cara tersebut, dan sosok itu adalah mamanya.

Tenaga Adrian terkuras banyak ketika berlari menaiki ratusan anak tangga sampai akhirnya ia sampai di lantai teratas gedung rumah sakit tempatnya berada saat itu. Adrian tampak mengehala napas merasa lega. Perempuan itu masih di sana.

"Apa yang sangat ingin kamu hindari di dunia ini sampai memilih mati adalah cara terbaik?" Adrian menggapai tangan perempuan itu lalu menariknya mundur ketika sebelumnya ia berjalan mengendap-ngendap mencegah perempuan itu terkejut dan langsung menjatuhkan dirinya tanpa pikir panjang.

Seketika waktu seolah membekukan sekitar. Adrian terpaku memandang perempuan di hadapannya. Dia adalah perempuan yang sama. Adrian bisa mengetahui hal itu dengan sangat baik setelah memastikannya sendiri, pergelangan tangan kiri perempuan itu terbungkus perban. Sepertinya itu karena goresan tangan semalam.

Adrian menatapnya meskipun sebenarnya ia ragu. Ia melihat ada begitu banyak kesedihan di mata perempuan itu. Dan satu lagi, ia melihat ada dirinya di mata itu, kesedihan yang sama. Saat itu juga Adrian merasa ada yang aneh pada dirinya. Dadanya tiba-tiba terasa sesak seolah-olah ada ribuan beban jatuh menimpanya.

Everlasting LoveWhere stories live. Discover now