Bab 8

49.6K 4.2K 200
                                    

Hari hari kemarin berhasil dilaluinya dan Adrian tetap sama. Masih tetap bertahan, dan masih tetap semangat untuk memperjuangkan Aya. Tidak ada yang berubah. Semuanya sama seperti di awal, Aya tetap sama, dan masih enggan untuk berbagi pikiran dengan orang lain. Perempuan itu terlalu pintar memendam dan tidak beniat untuk berbagi ataupun bangkit dari keterpurukannya.

Beberapa hari setelah Adrian bertemu dengan Luna dan berniat membawa Aya bertemu langsung dengan wanita itu namun Aya menolak. Wanita itu histeris menolak pergi dengannya. Alhasil Adrian harus menunda jadwal bertemu Aya dengan Luna sampai ia benar-benar berhasil membujuk Aya untuk pergi bersamanya.

Hari-hari berlalu selama itu Adrian habiskan waktunya bersama Aya, selepas dari kegiatan kantornya Adrian selalu datang berkunjung ke rumah Aya. Adrian tidak pernah mengeluh menghadapi sikap Aya, justru semakin hari semakin ia mengenal Aya rasa yang ia miliki untuk Aya semakin besar, dan Adrian percaya rasa itu benar-benar tulus, bukanlah sebuah rasa yang banyak diragukan orang selama ini tentang dirinya.

"Eh ada Mas Adrian ..." sapa salah satu asisten rumah tangga keluarga Bramadi.

Adrian hanya melempar senyum lalu melemparkan pertanyaannya mengenai keberadaan Aya.

"Tadi terakhir bibi liat sedang di kursi taman belakang," sahutnya memberitahukan.

"Siang-siang begini?"

"Iya mas, bibu suruh masuk tapi Mba Aya nggak mau. Ibu sama bapak nggak ada di rumah, bibi nggak tau lagi gimana cara menghadapi Mba Aya."

"Ya sudah, kalau gitu biar saya saja yang bujuk Aya." Bi Lasmi memberikan jalan agar Adrian masuk ke dalam rumah dan mengekori Adrian dari belakang.

"Mba Aya juga nggak mau makan mas, dari tadi pagi," ucap Bi Lasmi kembali.

"Sekalian biar saya saja yang menyuapi Aya, bibi tolong siapkan makanan untuk Aya ya, langsung aja bawa ke taman belakang."

"Baik mas," jawab Bi Lasmi lalu melenggang pergi.

Adrian terus berjalan menuju taman belakang. Terik matahari terasa sangat panas ketika dirinya keluar dari halaman rumah dan berjalan menuju sebuah bangku taman tempat Aya duduk. Cuaca sangat panas namum Aya terlihat tidak masalah dengan panas yang menyengat kulitnya.

Dari kejauhan Adrian memperhatikan Aya, sekilas seperti tidak ada masalah dengan perempuan itu, tapi apabila diperjelas sekali lagi baik jika dilihat dari depan ataupun belakang, terlihat kesedihan yang sangat mendalam di jiwa dan raga perempuan itu.

Adrian menghela napasnya sebelum kembali melangkah lebih dekat dengan Aya. Menyadari sinar matahari yang sangat terik secara langsung menyengat kulit Aya, Adrian berpikir untuk melindungi perempuan itu. Adrian melepas jas yang ia kenakan lalu merentangkannya di atas kepala Aya. Aya yang menyadari perubahan di sekitarnya langsung menoleh.

"Hai?" sapa Adrian dengan raut wajah yang sangat ceria.

Seperti biasa, Aya tidak pernah menanggapi sapaannya ataupun menjawab. Namun Adrian tidak berkecil hati untuk itu. Dirinya sadar untuk membuat Aya bangkit tidak mungkin dengan waktu seketika, karena semuanya perlu proses.

"Kenapa di sini?" tanya Adrian, Aya tidak menjawab namun menatap Adrian lekat-lakat seperti biasa. Perempuan itu terlihat seperti ingin menyampaikan sesuatu namun enggan untuk mengungkapkannya.

"Sinar matahari sangat panas kenapa kamu tetap bertahan? Nggak kasian sama kulit kamu?" Adrian terus melempari Aya pertanyaan-pertanyaan meskipun tahu Aya tidak akan menjawabnya.

Lelaki itu tetap pada posisi yang sama berdiri di belakang Aya dengan kedua tangan terentang memegang jas menghalau sinar jatuh secara langsung ke permukaan kulit Aya sampai tidak lama kemudian Bi Lasmi datang membawa sepiring makanan. Sigap, Adrian langsung mengambil piring tersebut.

"Ayo kita makan di dalam." Ajak Adrian sambil meraih tangan Aya hendak mengajaknya bangkit dan masuk ke dalam rumah. Namun diluar dugaannya, Aya langsung menghempaskan piring itu dari tangan Adrian.

Karena gerakan itu sangat tiba-tiba, Adrian terkejut dibuatnya. Setelah sadar, Adrian langsung mengacak-ngacak rambutnya geram, namun kesabaran masih menguasainya.

"Kenapa dibuang?" Suara Adrian terdengar frustasi, sementara Bi Lasmi yang melihat kejadian itu langsung memungut piring tadi dan membersihkan sisa makanan yang jatuh.

"Biar saya saja Bi, Bibi masuk saja ke dalam." Adrian memberikan perintah dan berjongkok hendak membersihkan.

"Tapi mas, biar Bibi saja." Bantah Bi Lasmi.

"Biar saya saja Bi, Bibi masuk saja ke dalam." Adrian mengulang perkatannya dan langsung memunguti piring dan sisa-sisa makanan yang di hempaskan Aya.

Tubuh Aya bergetar seketika itu, isakan tangis mulai terdengar dari perempuan itu. Dirinya menangis entah apa yang ia tangisi, menyadari hal itu Adrian langsung menoleh ke arah Aya, mencoba untuk memahami perempuan itu.

Setelah sekian waktu berlalu yang Adrian lewati bersama Aya, sampai saat ini sedikitpun ia tidak bisa memahami sosok seorang perempuan yang kini menjadi kekasihnya. Aya terlalu rapat menyembunyikan isi pikirannya sampai seorang pun tidak dapat mengerti perempuan itu.

Merasa tersentuh akhirnya Adrian bangkit untuk berdiri dan kembali mendekat ke arah Aya. Adrian meletakkan piring yang sebelumnya ia pungut di atas bangku dan kembali tertuju pada Aya.

"Aku tidak pernah mengerti tentang kamu, sedikitpun tidak pernah," ucap Adrian lalu menghela napasnya kasar. "Kamu terlalu dalam bersembunyi dengan kesedihan masa lalu kamu. Sampai kapan kamu akan seperti ini?"

Adrian meletakkan kedua tangannya di bahu Aya, lalu memperdalam tatapannya dengan mata Aya.

"Apa kamu tidak lelah?"

"Kamu hidup di masa sekarang, bukan di masa lalu. Tapi kenapa sedikit saja kamu tidak pernah berusaha untuk bangkit dan menghadapi kenyataan bahwa kamu bukanlah kamu yang dulu?" Adrian berkata dengan sangat lembut, kalimat yang ia ucapkan tulus dari hatinya paling dalam untuk Aya, kekasihnya.

"Di masa sekarang kamu punya aku, kita bisa bersama-sama menghadapi kerasnya hidup jika memang itu yang kamu takutkan selama ini. Meskipun kamu selalu mengacuhkanku, tidak pernah menanggapi apa yang aku ucapkan, sedikitpun tidak pernah ada kata menyerah di hidup aku untuk memperjuangkan kamu."

"Kamu harus bangkit Aya, aku yakin kamu bisa. Aku akan selalu ada buat kamu, percayalah." Suara Adrian bergetar saat mengucapkan kalimat terakhirnya. Air matanya hampir menetes andai saja jika ia tidak cepat berpaling dari tatapan mata Aya. Kenapa hanya melihat saja membuatnya sesedih ini? Bagaimana jika akhirnya Adrian benar-benar tahu dan paham apa yang dirasakan perempuan itu. Apa ia masih bisa setegar sekarang?

Tiba-tiba Aya langsung memeluknya, meraih tubuh Adrian dan memeluknya erat-erat. "Arman..." panggil Aya seolah lelaki yang dipeluknya itu adalah Arman.

Adrian memejamkan matanya mencoba menghilangkan rasa sakit ketika mendengar nama lelaki lain yang keluar dari bibir kekasihnya.

Saat ini Aya sedang menangis, menangis dipelukan Adrian sambil memanggil nama lelaki masa lalunya yang telah lama mati.

"Aku Adrian, bukan Arman. Aku nyata bukan bayangan lelaki lain yang selalu kamu pikirkan ada di dalam diri aku."

~~~

Aku updateee yeayy.... 2 kali untuk hari ini😂
Maaf karena sudah membuat kalian menunggu lama. Tapi setelah ini tenang, sekarang aku pengangguran selepas kelulusan kemarin😁
Jadi ... ya gitu. Bakalan sering update-lah pokoknya.















Everlasting LoveWhere stories live. Discover now