Dad.

1.1K 150 3
                                    

"Batalkan semuanya,"

"Semua meeting hari ini. Batalkan," ucap Seung Joon. Ia mematikan ponselnya yang menampakkan ratusan pesan yang masuk.

"Lee Neul, ini tidak terlalu malam untuk ke rumahkan?" Tanya pria itu. Sang supir melirik ke arah jam tangannya.

"Sekarang sudah jam 12 tuan, kurasa tidak apa-apa," jawabnya. Seung Joon memijit kepalanya.

Andai Nayeon tak menceritakan itu, andai ia tidak dikejar tiba-tiba, andai seluruh urusannya tidak berpindah ke Seoul. Mungkin ini semua takkan terjadi. Kesadaran dirinya untuk melihat anak semata wayangnya itu pasti tak ada.

"Tuhan..maafkan aku.." gumamnya pelan. Tetesan air mata jatuh dari matanya. Sungguh. Ia menyesali itu sekarang. Kenapa baru sekarang?

Ia dengan sigap membuka pintu rumahnya.

"Ahjumma! Dimana Seung Cheol?" Tanyanya cepat. Sang pembantu rumah dengan sigap datang ke arahnya.

"Tuan Scoups sudah tidur tuan," jawab sang ahjumma. Seung Joon berlari ke arah kamar Seung Cheol. Ia membuka pintu itu dengan perlahan.

Dilihatnya anaknya tertidur pulas sambil memeluk sesuatu. Ia mengelus kepala anaknya itu.

"Maafkan appa yang mencampakkanmu," ujarnya. Ia mengecup kening anaknya. Seung Cheol bergerak mengubah posisinya. Meninggalkan sebuah foto. Seung Joon menatap foto itu.

Itu istrinya. Jadi selama ini? Anaknya ini selali menunggunya pulang? Merindukan ibunya yang sudah lama meninggal?

Tuhan, ini kesalahannya yang besar. Kenapa ini bisa terjadi?

"Mianhae Seung Cheol~ah..jeongmal mianhae.."

♣♧

Seung Cheol keluar daru kamarnya. Ia keluar dari kamarnya dengan keadaan orang yang baru bangun tidur. Bau apa ini? Gumamnya. Ia keluar ke dapur untuk melihat siapa yang memasak.

"Seung Cheol? Sudah bangun? Bagaimana harimu?" Seung Cheol terkejut melihat ayahnya disana sedang memasak.

"Appa? Kapan appa pulang?" Ayahnya itu tersenyum lalu mematikan kompor listriknya.

Tiba-tiba ia memeluk anak kesayangannya itu.

"Mianhae Seung Cheol...aku memang appa yang bodoh membiarkanmu dan tak mengurusmu.."

"Bahkan aku lupa bahwa kau merindukan eomma mu, mianhae..maafkan aku.." Seung Cheol membalas pelukan ayahnya itu. Ia tersenyum haru.

"Appa..saranghae.."

♣♧

Nayeon mengutak atik ponselnya. Ia mengerucut bibirnya. Bosan sekali rasanya. Bosaan sekali. Padahal biasanya hari ini ia kursus dengan Seung Cheol. Belajar untuk berani.

Tapi lelaki itu bilang kalau ia sibuk hari ini. Dan Nayeon hanya tersenyum menanggapinya. Kelihatannya lelaki itu sedang senang. Tidak mungkin kan ia mengganggu?

Kali ini ia mendapat email dari Tzuyu. Dan bodohnya, Nayron menerima ajakan gadis itu untuk bertemu dengannya di taman. Sama sekali tidak ada perasaan buruk pada dirinya. Gadis itu terlalu berpikir positif, hingga melupakan hal negatif.

Ia menepati janji Tzuyu yang menyuruhnya bertemu ditaman belakang sekolah. Gadis itu duduk dibangku panjang taman. Kenapa Tzuyu lama sekali?

Tzuyu datang bersama teman-temannya. Membuat Nayeon tersenyum senang melihatnya.

"Anyeong Tzuyu~ya! Kenapa memanggilku kemari?" Tanyanya. Gadis utu tertawa remeh lalu mengisyaratkan sesuatu pada temannya.

Tiba-tiba tangan Nayeon diikat dan rambutnya ditarik gadis itu ke belakang.

"Ya..sakit.." ucapnya lirih. Sungguh. Kenapa ia sebodoh ini mau datang? Astaga.

"Kau siapa? Berani sekali dekat dengan Scoups. Kau kira kau bisa sesukamu jika kau berubah? Aku akan terus membully asal kau tahu itu!" Ujarnya. Nayeon mengerang.

"Maumu apa?! Kau sudah punya segalanya! Temanmu yang bisa dijadikan babu, lelaki tampan yang selalu memujamu. Apalagi yang kurang? Dan kau? Merebut Scoups? Aku hanya punya dia!" Rambut gadis itu makin ditakin dan membuatnya menangis.

"Kau sudah berani menentangku ha? Ooo..daebak!" Ucapnya sambil tertawa keras.

"Kau akan mendapati lebih dari ini." Ucapnya pelan ke telinga gadis itu.

"Jauhi Scoups, atau kau akan mendapat yang lebih dari ini." Teman-temannya mendengus. Sebenarnya seluruh kata-kata gadis tadi ada benarnya.

Kenapa mereka mau dijadikan babu?

"Lebih dari apa maksudmu?" Tanya seseorang. Tzuyu menoleh ke sumber suara dan mendapatkan Seung Cheol disana.

"Kau bilang tadi apa? Menyuruh gadis ini untuk menjauhiku? Kau siapa?" Tanyanya remeh. Tangan tzuyu tiba-tiba ditarik lalu diputar dengan kuat. Ia meringis.

"Dia bukan siapa-siapamu! Ini urusanku dengannya!" Bela Tzuyu. Seung Cheol tertawa.

"Urusannya adalah urusanku,"

"Siapa gadis ini dimatamu?!?! Aku selalu siap untuk jadi kekasihmu. Tapi kenapa dia!!!" Bentaknya. Air matanya keluar.

"Karena dia yang mampu mengobatiku lukaku."

"Hanya dia."

"Dan aku menyukainya." Ucap Seung Cheol akhirnya.

Teman-teman Tzuyu melepaskan ikatan tangan Nayeon.

"Dan kami juga bukan siapa-siapamu. Astaga. Seharusnya aku sadar daridulu aku bukanlah babu yang kau mainkan.." ucap Sana. Mereka meninggalkan Tzuyu disana.

"Aish! BABO!" Tzuyu mengerang kesal aambil menangis mengejar teman-temannya.

Seung Cheol menarik dagu gadis dihadapannya. Nayeon masih menangis.

"Kenapa datang?" Tanyanya pelan. Bahkan suaranya serak.

"Mau aku pergi?" Tanya Seung Cheol. Nayeon masih menangis.

"Jangan pernah datang lagi," ucapan itu. Membuat jantung Seung Cheol seperti ditikam sesuatu.

"Kau pembawa masalahku. Kau penghancur hidupku.."

"Karena itu jangan pernah datang lagi.." ucapnya sambil terisak. Seung Cheol menatapnya tak percaya.

"Tapi hidupku tak berarti tanpamu." Balasnya. Nayeon menggeleng kepalanya.

"Tapi kau adalah masalah dihidupku! Jangan pernah muncul lagi dihadapanku!" Bentak Nayeon.

Jangtungnya seperti diiris oleh samurai tajam. Matanya masig menatap tak percaya. Hatinya berkacamuk mendengarnya.

"Kau mau kita menjauh?" Tanyanya. Nayeon mengangguk.

"Baiklah. Untuk terakhir kalinya. Panggil aku Seung Cheol," ucapnya. Nayeon menatap matanya.

"Seung Cheol..kuharap ini pertemuan terakhir kita.." ucapnya. Air matanya makin menderas. Ada kebohongan disana.

"Baiklah. Jika itu maumu," ia melangkah pergi dari sana. Meninggalkan gadis yang masih menangis karena kebohongannya.

"Hanya eomma, appa yang boleh memanggilku Seung Cheol dan kekasihku nanti,"

Kata-kata itu terngiang ditelinganya. Ia tersenyum pahit.

"Padahal gadis itu sudah memanggilku. Tapi ia memintaku pergi. Ternyata sakit ya eomma?" Ia tersenyum pahit. Melangkah berat dari sana.

Cinta memang tak selamanya manis. Kadang pahit yang melengkapinya.

♣♧

JANGAN LUPA VOTE N COMMENTNYA YA GUYS♥♥

Between UsDove le storie prendono vita. Scoprilo ora