Lesson 5 : Bad Luck

560 20 0
                                    


"Di hari yang menyebalkan begini, mengapa kita masih saling bertengkar?
Tak bisakah sehari saja, kita melempar senyum hangat?"

Dering jam weker yang terus berbunyi, tak lantas membuat Samuel ingin bangun dari tempat tidurnya. Cowok itu malah terus saja mendengkur, seakan tak ingin terbangun sebab sedang asyik bermimpi bermain basket dengan Kobe Bryant. Ia bahkan sampai tersenyum-senyum sendiri dalam tidurnya, hingga tak sadar kalau Dylan sedang mencorat-coret wajahnya menggunakan lipstik merah.

Jason yang sudah rapi mengenakan seragam sekolah, ikut andil memotret muka jelek Samuel menggunakan kamera ponselnya. Sinar flash kamera yang menyilaukan, membuat cowok itu terbangun. Ia menggosok matanya, memasang eskpresi bingung melihat Jason dan Dylan tertawa di hadapannya.

Sambil mengedikkan bahu, Samuel bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. Begitu melihat kaca wastafel, buru-buru ia mencuci wajahnya sementara Jason mengajak Dylan kabur ke ruang makan sebelum mereka diteriaki.

Hampir setiap pagi, Jason dan Dylan selalu menjaili Samuel seperti ini untuk membangunkannya. Seakan sudah biasa dan bosan dengan kejailan yang sama, cowok jutek itu malas untuk mengomel atau mengejar kedua saudaranya lagi.

Meski rasanya menyebalkan, percuma saja Samuel menghabiskan energi untuk berteriak-teriak. Jika dipikir-pikir, kapan Jason akan bersikap dewasa dan berhenti bertingkah iseng mengikuti Dylan yang masih balita?

Usai mandi, Samuel meraih seragamnya yang sudah tergantung di pintu lemari. Setiap Rabu, murid-murid SMA Purnama memakai kemeja putih dengan logo sekolah di bagian saku serta almamater berwarna biru gelap, dilengkapi badge nama dan pin jurusan-kelas di bagian atas saku, dipadukan celana atau rok polos berwarna senada.

Hanya di hari Senin saja, mereka memakai seragam nasional sementara di hari lain ada seragam khusus yang menjadi cirri khas sekolah.

Sesuai dugaan, ketika Samuel duduk di ruang makan hanya ada Jason dan Dylan di sana. Raymond serta Grace pasti sudah berangkat sejak pukul 05.30 pagi, selalu meninggalkan Samuel dengan kedua adiknya untuk sarapan bertiga.

Bila Samuel protes pada mereka, akan jadi sia-sia belaka. Papanya selalu beralasan banyak jadwal konsultasi pasien, sementara sang Mama sibuk menghadiri meeting dengan dewan redaksi, meliput acara-acara sekolah, mengatur wawancara selebriti remaja, dan lain-lain.

Seraya memakan nasi goreng omeletnya, Samuel mengamati wajah Jason yang terlihat sangat pucat serta gestur tubuhnya yang tampak lemas.

“Jas, kayaknya lo enggak usah masuk sekolah dulu hari ini. Pasti, lo kecapekan gara-gara latihan basket dan belajar tiap malam… mending lo istirahat dirumah aja, biar gue yang kasih surat izinnya ke Miss Rita. Atau jangan-jangan, lo mandi pakai shower air dingin lagi bukannya air hangat? Kalau ntar lo kena flu, gimana?”

Jason menjawab dengan santai, setelah meminum susu cokelatnya. Hidungnya memerah, keringat dingin menetes dari dahinya, menandakan kondisi tubuhnya memang tidak sedang baik-baik saja.


“Mana bisa gue absen hari ini Sam, kan ada kuis Matematika. Gue udah bahas soal-soal latihan, masa enggak ikut kuisnya.. tugas Sejarah juga belum gue kumpulin. Just calm down, I’m doing fine. Okay? Sana, lo berangkat  duluan aja nanti gue nyusul.”

Samuel mencebik, pusing karena adiknya sangat bersikukuh untuk berangkat ke sekolah dalam keadaan sakit. Bagaimana bisa, dia bersikap sesantai itu?

Apa Jason benar-benar kuat menahannya, atau dia hanya tidak ingin siapapun khawatir dengan keadaannya?

“Lo harus istirahat dirumah, Jas. Gue enggak mau lo sampai pingsan, atau kumat asmanya. Papa sama Mama bakalan cemas nanti, jadi lo jangan bantah… cepat ganti baju, habis itu minum obat. Gue telepon dokter William buat jagain lo, dan ada Bik Tumi juga yang ngurusin lo kalau butuh apa-apa. Satu lagi, lo enggak usah ikut latihan basket dulu kalau kondisi lo belum baikan.”

Samuel kembali berpesan, sembari menghabiskan sarapan dan meraih kunci mobil yang terletak di atas nakas ruang tengah.

Dylan menyusul sang kakak yang hendak berangkat, meraih lengan Samuel dengan jemari kecilnya yang menggemaskan.

“Sammy, nanti biar Dylan yang marahin Jason kalau dia nakal enggak mau minum obat. Tapi, Sammy beliin ice cream ya pulang sekolah nanti..” tukasnya seraya menatap Samuel seraya memasang tampang sepolos mungkin.

Samuel tersenyum, mencubit pipi Dylan sambil berkata dengan lembut.

Cutie boy, tenang aja pasti Sammy enggak bakal lupa beliin kamu ice cream yang banyak..”
Cara kembarannya memperlakukan Dylan, membuat Jason geleng-geleng kepala dan bergumam.

“Muka boleh sangar, tapi bisa luluh sama dedek gemes. Ini nih, yang namanya tampang security, berhati Hello Kitty..”

SAMUEL AND SAMANTHA  : TROUBLE COUPLE SERIES 0.1 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang