Lesson 24 : Memory

342 17 4
                                    


-Satu momen berjuta rasa, ada sedih, tawa, melebur menjadi sebuah cerita tak terlupakan-


Susunan Polaroid tertata rapi di dinding kamar Samantha, yang berhiaskan lampu neon kecil serta memoboard ber-stiker lucu. Potret dirinya bersama teman-teman, juga Samuel membuat senyumnya terukir indah. Kebahagiaannya tidak terelakkan lagi, ketika Samuel telah mengisi hatinya.


Jemari Samantha mengusap foto tangannya dan Samuel yang saling menggenggam.
Tiga minggu setelah keluarga mereka berdamai, keduanya pun menyatakan perasaan masing-masing.

Taman sekolah menjadi saksi bisu, ditemani suara air mancur dan kolam ikan yang menenangkan. Sebuah momen sederhana, namun akan selalu terkenang di memori masa remaja.

“Gue senang Ver, lo masih pakai dan simpan kalung itu baik-baik. Gue kira, lo akan balikin kalungnya lagi setelah Ramona berulah di prom dan permalukan kita berdua.”

“Entah kenapa Sam, gue percaya kalau kita bisa bersatu. Sampai gue tahu soal masa lalu keluarga kita yang sempat berselisih, dan akhirnya bikin kita damai.”

“Kalau gitu, gue boleh panggil lo pakai nama Vero seterusnya? Biar, syarat gue buat jadi pacar lo terpenuhi …”

“Syarat apa sih, Sam? Kapan gue pernah bilang soal—pasti Cecille yang bocorin kan?! Aduhhh …gue malu bangeett!! Itu gara-gara dia maksa gue sama teman-teman buat wishlist tentang pacar, dimasukkin ke dalam jar untuk kenang-kenangan katanya. Kalau tahu bakal begini sih, gue enggak akan turutin …”

“Mestinya lo makasih sama Cecille dong, Ver. Impian lo buat dapat pacar yang enggak malu panggil nama kecil lo di depan orang banyak, bisa dijadiin teman curhat terus—“

“Gue mau jadi pacar lo, Samuel.”

“Enggak dengar, lagi dong yang keras suaranya …”

“Samuel Leonard, gue mau jadi pacar lo!”

Samantha menutup wajahnya dengan bantal, cewek itu menyentak-nyentakkan kedua kakinya di tempat tidur, saking tersipu mengingat kilas balik hari bahagia itu.

Ia lalu bersandar, mengusap crown necklace pemberian Samuel yang menjadi tanda cinta mereka.

“Non Vero, daritadi Bibi panggilin kagak disahutin …kata Bapak, Non Vero belum makan malam. Makanya, Bibi bawain nih sup ayam buat Non. Bu Renata yang masak, sekalian antar Non Lillian nginep disini.”

Kedatangan Bi Imas yang mengetuk pintu kamar, membuat Samantha memasang ekspresi senatural mungkin. Dilihatnya sang ART membawakan makan malam serta segelas air putih dalam sebuah nampan.

“Hehe, maaf Bi jadi ngerepotin .…Vero enggak dengar, habis terlalu fokus nempelin Polaroid di kamar.”

“Kak Vero itu lagi senang karena habis jadian sama Kak Samuel, Bi …pantas dia enggak turun ke ruang makan. Ciyee ....Kak Vero. Katanya, dulu Kak Samuel itu musuh kakak di sekolah ya? Kok bisa jadi pacar, sih?”

Lillian yang mengekori Bi Imas, lantas tergesa-gesa masuk ke kamar Samantha dan mengajaknya mengobrol. Selesai dengan keperluannya, Bi Imas segera meninggalkan kedua orang itu seraya tersenyum kecil.

“Yah,karena kita enggak pernah tahu peran seseorang di dalam hidup ini. Musuh bisa jadi teman atau pacar, bahkan sebaliknya. Dan, kita juga enggak bisa menilai orang dari luarnya aja tanpa mengenal siapa dia sebenarnya.”

SAMUEL AND SAMANTHA  : TROUBLE COUPLE SERIES 0.1 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang