Part 9

27.9K 2.4K 208
                                    

"Hi, Son," sapa Daddy saat Dillian membuka pintu apartemennya.

"Apa yang Daddy lakukan di sini?" tanya Dillian.

Tanpa mempedulikan pertanyaan Dillian, Daddy masuk dan duduk di sofa. Dillian menatap ayahnya sejenak lalu menutup pintu tersebut dan ikut duduk berseberangan dengan Daddy. Keduanya sama-sama diam. Hanya suara detik jam yang terdengar.

"Dillian ... sampai kapan kamu mau seperti ini?" tanya Daddy sambil menatap Dillian.

"Seperti ini? Apa ada yang salah dengan diriku?" tanya Dillian tanpa sedikitpun merubah ekspresinya.

"Tidak, semua ini kesalahan Daddy. Oleh karena itu, pulanglah, Son. Bagaimanapun juga, rumah itu adalah rumahmu juga," pinta Daddy.

"Rumah itu bukan lagi rumahku sejak aku keluar dari sana. Inilah rumahku sekarang, Dad. Jadi jangan pernah berkata lagi agar aku pulang."

Daddy terdiam melihat ekspresi Dillian. Walaupun secara samar, tapi ia tahu kalau Dillian menaruh kekecewaan padanya.

"Apakah ... sebegitu sulitnya bagimu untuk menerima Diana sebagai ibumu?"

"Ibu?" Dillian merasa geli mendengar ucapan ayahnya. Menganggap wanita itu sebagai ibunya sama saja dengan memberikan kemenangan yang memang wanita itu inginkan.

"Dengar, Dad. Aku sudah berkali-kali mengatakan pada Daddy, tidak akan pernah ada yang menggantikan Mommy. Aku hanya memiliki satu orang ibu, yaitu Mommy Sheila. Wanita yang sudah melahirkan dan merawatku hingga napas terakhirnya," ucap Dillian dengan tatapan marah.

Daddy menghela napasnya. Entah sampai kapan anak laki-laki satu-satunya ini akan terus menolak Diana, istrinya. Ia tidak akan berbohong kalau dirinya memang membutuhkan seorang wanita setelah Sheila meninggal saat Dillian berumur 6 tahun. Tapi alasan utama yang membuat ia memutuskan menikah lagi adalah Dillian. Ia tidak ingin melihat Dillian tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Namun ternyata Dillian justru menolak keberadaan wanita itu.

"Minimal ... bisakah kamu datang di ulang tahun Daddy dua hari lagi? Daddy hanya ingin kita dinner bersama di satu meja. Daddy mohon. Daddy tidak ingin sebuah pesta besar seperti tahun lalu. Daddy hanya ingin Daddy, kamu, Diana dan Albert bisa duduk di satu meja dan makan malam bersama. Anggap saja ini permintaan terakhir Daddy, Dillian. Daddy-mu ini sudah berumur dan Daddy tidak tahu hingga kapan Daddy bisa menikmati kebersamaan bersama kalian," pinta Daddy Dillian.

Dillian hanya diam. Ia melihat wajah Daddy yang sudah mengeriput. Dillian seolah baru tersadar bahwa ayahnya memang sudah mulai menua. Apakah ia harus menekan egonya demi permintaan Daddy? Tapi sungguh, Dillian sangat tidak menyukai wanita itu.

"Lihat saja nanti, Dad. Akan kupertimbangkan," ucap Dillian.

Pria paruh baya itu hanya bisa tersenyum. Meskipun hatinya terasa sedih, karena jarak yang selalu ada antara dirinya dengan Dillian. Ia sangat merindukan putra kandungnya. Putranya yang memutuskan keluar dari rumah saat menginjak bangku SMA. Putranya yang berubah menjadi pendiam, sejak ia menikah dengan Diana. Putranya yang tidak pernah mau hadir di acara keluarga yang ia adakan. Putranya yang tetap sangat ia sayangi.

Daddy sangat berharap kamu datang, Dillian. Hanya kehadiranmu yang Daddy inginkan.

Daddy sadar, terkadang manusia berpikir kalau apa yang dilakukan adalah yang terbaik untuk semua. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Manusia memang tidak pernah akan bisa mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. Andai Daddy tahu kalau semuanya akan menjadi seperti ini, tentu saja sejak awal ia tidak akan menikahi wanita itu.

VioletaWhere stories live. Discover now