Part 7B

18.3K 1.8K 140
                                    

Violeta terduduk lemas di lantai kamar mandi. Sudah beberapa hari ini ia sering merasa mual. Ia sudah mencoba minum obat maag, namun rasa mualnya tidak juga berkurang. Violeta berusaha untuk bangkit berdiri. Ia tidak mungkin terus duduk, sedangkan waktu akan terus berjalan.

Violeta menguncir rambutnya agar terlihat lebih baik. Ia masih menahan rasa mual yang ia rasakan. Ini pertama kalinya ia merasakan rasa mual yang begitu hebat. Dulu, saat Violeta berusaha untuk diet dan hampir masuk rumah sakit karena itu, ia tidak merasakan rasa mual seperti ini.

Apa lebih baik pulang kerja nanti aku ke dokter aja ya? Mungkin lebih baik aku ke dokter Velly saja, supaya searah dengan jalan pulang, dibandingkan aku harus ke rumah sakit kemarin.

Violeta teringat akan kartu pasien miliknya dan mencoba mencari kartu tersebut. Tidak perlu sampai membongkar seluruh isi kamar, karena Violeta selalu menyimpan kartu anggota dan kartu-kartu yang tidak terlalu ia butuhkan setiap saat di laci lemarinya.

Violeta hendak menutup lemari saat matanya menangkap sesuatu yang ganjil.

Kenapa masih ada ya?Harusnya sudah habis karena Bunda membelikannya empat bulan yang lalu.

Violeta terdiam sambil menatap tiga bungkus pembalutnya yang masih utuh dan satu bungkus yang sudah dibuka dan menyisakan beberapa buah. Ia yakin benar jika empat bulan yang lalu Bunda membelikannya lima bungkus pembalut. Ingatannya tidak mungkin salah karena Violeta sempat bercanda dengan Bunda karena hal itu.

Bagaikan sebuah puzzle yang sudah mulai tersusun, Violeta mulai menyadari sesuatu. Ia langsung duduk di ranjang.

Ya, Tuhan. Jangan sampai kecurigaanku ini benar. Ini tidak boleh terjadi.

***

Seharian ini Violeta sulit sekali berkonsentrasi akan pekerjaannya. Hati dan pikirannya merasa sangat tidak tenang. Ia berharap hari ini cepat berlalu, agar ia bisa memastikan kebenarannya.

Bruukk

Violeta langsung tersadar dari lamunannya akibat bunyi tumpukan map yang dijatuhkan di meja dengan beberapa lembar file yang kini berhamburan. Violeta langsung berdiri saat melihat sosok di hadapannya.

"Maaf, Pak. Ada yang Bapak perlukan?" tanya Violeta memberanikan diri.

"Perlukan? Apa kamu tidak lihat tumpukan map ini?! Lihat hasil pekerjaanmu ini! Semuanya salah!" bentak Dillian sambil menatap Violeta dengan tajam.

Violeta terkejut dengan dengan bentakkan Dillian itu.

"Ma-maaf, Pak. Akan saya perbaiki," ucap Violeta lalu mengumpulkan file-file yang bertebaran di mejanya. Namun seketika Dillian merebut dan melemparkannya ke lantai, membuat kertas-kertas itu kini berterbangan dan jatuh berserakan.

"Kamu!" Dillian menujuk Violeta.

"Satu kali lagi saja kamu melakukan kesalahan atau tidak fokus bekerja, saya tidak segan-segan akan langsung memecatmu! Saya tidak butuh orang seperti dirimu di perusahaan ini! Mengerti?!" ancam Dillian.

Violeta tersentak mendengar ancaman Dilian itu. Seketika ia merasa dadanya bagaikan terhimpit dan menjadi sesak.

"I-iya, Pak," jawab Violeta.

Air matanya jatuh saat Dillian akhirnya masuk ke dalam ruangan.

Kenapa denganku ini? Lagi-lagi aku melakukan kesalahan?

Violeta berlutut di lantai dan mulai memunguti kertas-kertas yang bertebaran. Hatinya sakit, tubuhnya lelah, pikirannya masih tidak tenang jika mengingat kekhawatirannya saat ini. Ia bukan perempuan yang cengeng, namun entah mengapa saat Dillian membentaknya hari ini, seketika air mata itu langsung mendesak keluar.

VioletaWhere stories live. Discover now