Part 17

20.4K 1.8K 172
                                    

Selamat membaca dan mengobati rasa rindu kalian. ^^

~~~~~~~~~

Setiap manusia pasti sangat ingin jika dapat mengetahui isi hati dan pikiran orang lain. Tapi andai hal itu benar terjadi, pasti tidak akan ada lagi sebuah rahasia, tidak akan ada lagi kejutan, dan tidak akan pernah ada lagi komunikasi antar manusia....

"Apa ada sesuatu di wajah saya?"

Violeta terkejut saat Laxsel menangkap basah dirinya yang sedari tadi terus memperhatikan pria itu.

"Ah, ti-tidak, Pak," sanggah Violeta yang langsung mengalihkan wajahnya.

"Katakan saja. Saya tahu ada yang ingin kamu tanyakan ... atau jangan bilang kamu menaruh hati pada saya."

Violeta langsung menoleh pada Laxsel. Terlihat jelas keterkejutan di wajah Violeta membuat tawa pria itu pecah seketika. Ia tidak menyangka kalau perempuan di sebelahnya akan memberi respons seperti itu. Biasanya perempuan yang ia goda akan langsung membantah atau salah tingkah. Tapi ekspresi Violeta menunjukkan jelas-jelas kalau perempuan itu tidak setuju dengan kata-kata terakhirnya tadi.

"Take it easy, Mona. Saya hanya bercanda," jelas Laxsel sambil tetap fokus pada jalanan di hadapannya.

Mendengar nama kecilnya diucapkan oleh Laxsel, muncul sebuah getaran aneh di dalam hati Violeta. Ia tidak mengerti mengapa getaran itu timbul. Namun, ini memang pertama kalinya seorang pria --kecuali orang-orang di panti asuhan-- memanggil nama kecilnya.

"Kenapa? Apa kamu tidak suka jika saya memanggilmu seperti itu?" tanya Laxsel yang melihat keterpakuan Violeta dari sudut matanya.

"Ng, bukan begitu, Pak. Cuma ... sedikit aneh mendengar orang lain memanggil saya dengan nama itu," ucap Violeta.

"Kenapa? Apa tidak ada yang tahu tentang panggilan itu?"

"Bukan, bukan begitu ... cuma orang-orang di panti aja yang biasa memanggil saya dengan panggilan itu."

"Hm, saya lebih suka panggilan itu. Awalnya saya bingung kenapa tadi saat menjemputmu di panti, orang-orang di sana memanggilmu dengan nama itu. Tapi saya baru sadar mengingat nama lengkapmu. Bukannya saya mengatakan nama depanmu kurang bagus, cuma gak tau kenapa saya lebih suka nama Mona. Terasa lebih akrab dan manis."

Ucapan Laxsel sukses membuat pipi Violeta merona. Rasa grogi merasuki dirinya membuat ia langsung berdeham dan mengalihkan pandangannya pada pemandangan yang terlihat dari kaca mobil.

"Apa kamu sedang salah tingkah?" goda Laxsel sambil menahan tawanya.

"Ti-tidak, Pak," bantah Violeta tanpa sedikitpun niat menatap wajah Laxsel. Ia tidak ingin tertangkap basah oleh pria itu. Ia tidak mengerti kenapa pria ini memperlakukannya berbeda  dibandingkan para laki-laki lain yang pernah ia kenal.

Yah ampun, kenapa aku jadi malu-malu gini? Pasti pengaruh hormon juga, ya, pasti karena aku sedang hamil.

Violeta berusaha menenangkan dirinya sedangkan Laxsel tetap fokus mengemudikan mobilnya sembari sesekali melirik perempuan itu. Jalanan Ibu Kota Jakarta siang itu memang termasuk ramai. Tidak seramai jam pergi dan pulang kerja di weekday memang, tapi bukan Jakarta namanya jika tidak ada kepadatan kendaraan.

***
"Ini rumah yang baru saja saya beli," ucap Laxsel saat mereka tiba di sebuah rumah yang berada di kawasan Jakarta Selatan.

Awalnya mereka memang hendak langsung mencari barang-barang untuk mengisi rumah tersebut, namun Laxsel memutuskan untuk menunjukkan terlebih dahulu rumah tersebut agar Violeta memiliki sedikit bayangan.

Violeta terpesona pada rumah sederhana yang ada di hadapannya. Rumah itu memang bukan rumah mewah serta modelnya sama seperti rumah-rumah yang sederet dengannya. Namun yang membuat Violeta terpesona adalah taman kecil yang menghiasi sebagian halaman rumah.

VioletaWhere stories live. Discover now