Part 8B

20.1K 1.8K 140
                                    

'Anak adalah anugerah dari Tuhan' dan Violeta tahu betul akan hal itu. Namun saat ini ia tetap tidak siap menerimanya. Meskipun ia tidak tega membunuh anak yang berada di dalam kandungannya begitu saja, tapi Violeta bahkan tidak berani membayangkan masa depannya jika anak itu lahir. Ia bukan pesimis, tapi ia sadar bahwa dirinya tidak akan mampu.

Violeta masih tetap berdiri di depan klinik. Ia tidak tahu ke mana dan apa yang harus ia lakukan. Kedua tangannya terus mengelus seolah membelai janin yang ada di perutnya. Bukan karena ia sudah memutuskan menerima dan melahirkan anak itu, melainkan ada sisi dalam dirinya yang terus ingin membelai anak dalam kandungannya.

Bohong jika ia tidak menginginkan darah daging yang sedang tumbuh di dalam kandungannya, bahkan saat mendengarkan detak jantung dari janinnya tadi, ia dapat merasakan perasaan yang pastinya dimiliki oleh setiap ibu di dunia ini saat pertama kali mendengar detak jantung anaknya. Tidak ada satu kata pun di dunia ini yang mampu menggambarkannya.

Kembali, Violeta melihat foto dari janinnya itu. Perdebatan terjadi di pikirannya. Ia bimbang, di sisi lain ia tidak mungkin membesarkan dan melahirkan anak tersebut. Bahkan jangankan membesarkan, ia tidak bisa memenuhi kebutuhan anaknya selama hamil hingga melahirkan.

Namun di sisi lain, Violeta juga tidak tega membunuh anaknya sendiri. Mendengar detak jantung yang melambangkan sebuah nyawa, membuat ia bagaikan seorang pembunuh berdarah dingin. Bahkan seorang pembunuh belum tentu mau membunuh keluarga dan darah dagingnya sendiri. Ia yakin, dirinya tidak akan bisa hidup tenang setelah mengaborsi anak tersebut. Violeta tidak tahu apa yang harus ia lakukan, hingga matanya menangkap sesuatu. Sebuah rangka gedung tinggi kosong yang menjulang, tak jauh dari tempat ia berdiri.

Kakinya mulai melangkah. Entah apa yang terjadi, kakinya bagaikan bergerak tanpa perintah dari sang pemilik. Ia menapaki tangga demi tangga yang membawanya terus naik, melewati setiap lantai gedung tersebut. Tangan kanannya masih terus membelai lembut perut itu, seakan ia sedang membelai langsung janin yang sedang tumbuh di dalamnya. Ia melangkah bagaikan terhipnotis oleh kesedihannya sendiri.

Violeta tersadar saat ia sudah berada di lantai teratas gedung. Ia melihat sekelilingnya, tentunya tidak ada seorangpun di lantai itu. Hanya onggokan-onggokan bekas kayu dan pasir yang ada di sana. Violeta mengalihkan pandangannya ke arah datangnya hembusan angin. Gedung yang tidak tertutupi tembok itu membuat angin langsung menerpa tubuhnya.

Violeta memberanikan dirinya melihat setinggi apa ia berdiri saat ini. Mungkin sekitar lima sampai enam lantai, ia sendiri tidak menyadari berapa tangga yang sudah ia pijak tadi. Pikirannya sangat kacau. Ia tidak tahu apa lagi yang harus ia lakukan. Tidak ada lagi 'cahaya' yang bisa menuntunnya melangkah, tidak ada lagi 'jalan' yang dapat ia lalui ... mungkin memang hanya ini satu-satunya cara ... untuk bahagia....

Anakku, mungkin kamu menganggap Bunda kejam, bahkan Bunda hendak membuangmu dan membiarkan kamu kesepian. Andai ... andai Bunda bisa selalu bersamamu, andai Bunda lebih mampu dari sekarang ini....Jika kamu hidup di rahim wanita lain, tentunya mereka akan sangat menyayangimu ... mereka akan mencintaimu.

Salahkan Bunda yang terlalu lemah dan takut. Bunda bukan takut akan cercaan orang, Bunda bukan takut akan tudingan dan hinaan yang akan Bunda dapat, Bunda ... Bunda takut kalau kamu juga harus merasakannya ... merasakan betapa sakitnya hinaan orang, betapa sakitnya saat orang memandangmu sebelah mata.

"Bunda menyayangimu, Nak....Maaf ... maaf karena Bunda hendak membunuhmu tadi. Bunda sadar kalau Bunda salah, tidak seharusnya Bunda meninggalkanmu seorang diri. Bunda ... Bunda...."

Air mata kembali membasahi wajah Violeta. Ingin rasanya ia berteriak pada Tuhan kalau ia lelah. Ingin rasanya ia berteriak pada semua orang bahwa ia butuh pertolongan. Namun semua itu tidak bisa ia lakukan. Perempuan itu hanya bisa menelan bulat-bulat semua itu. Ia sadar, tidak akan ada seorang pun yang perduli padanya. Sama seperti janin di rahimnya saat ini.

VioletaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang