[21] Celebrity's Girl

139K 9.8K 74
                                    

"Mbak, yakin sudah menikah?" tanya seorang wanita yang kini duduk di hadapan Ara. Ara menjawab dengan anggukkan kepala.

"Padahal Teteh masih muda, lho," sahut seorang wanita lainnya yang berdiri di sebelah wanita yang duduk. Ara hanya nyengir mendengar ucapan kedua wanita di hadapannya ini.

"Maaf sebelumnya, ini suaminya Mbak?" tanya wanita yang sedang duduk.

Ketiga pasang mata wanita dalam ruangan itu menoleh ke samping Ara. Tepatnya, memandang seorang pria di samping Ara dengan aneh. Bagaimana tidak aneh? Pria di samping Ara ini mengenakan pakaian serba hitam, mulai dari topi, kaus, celana panjang, sepatu, hingga jaket kulit yang dipakainya. Jangan lupakan kacamata hitam serta masker yang menutupi sebagian besar wajahnya. Mungkin seorang penjahat atau teroris tidak segitunya ketika menemani istri mereka ke dokter kandungan.

Pria yang duduk di samping Ara itu santai saja dianggap alien atau teroris seperti itu oleh orang lain. Terutama saat memakai pakaian aneh seperti sekrang ini. Dialah Emil, yang sedang menyamar demi menemani Ara yang menemui dokter spesialis kebidanan dan kandungan.

"Itu nggak mau dibuka apa? Aneh pisan ya, Dok," bisik seorang perawat pada dr. Henny Andian, Sp.OG, dokter yang akan memeriksakan kandungan Ara.

Dokter berusia empat puluhan itu menganggukkan kepala sambil melirik ke arah Emil. Kemudian keduanya beralih pada Ara, melihatnya dengan pandangan kasihan. Entah apa yang ada di pikiran dr.Henny dan susternya terhadap Ara. Melihat usia Ara yang baru tujuh belas tahun, sudah menikah, dalam keadaan hamil, tapi suaminya ... kenapa penampilannya aneh sekali?

Ah, mungkin Dokter Henny dan susternya berpikiran bahwa Ara gadis malang yang dinikahi paksa oleh orang aneh. Biar saja mereka berspekulasi sesukanya.

Dokter Henny berdeham, kemudian berucap pada Ara, "Kalau dilihat dari pemeriksaan darah, Mbak Mutiara sudah hamil, tapi kita cek lewat USG ya. Biar lebih jelas." Dokter Henny kemudian beralih pada susternya. "Sus, tolong siapkan alat-alatnya ya."

Perawat bertubuh mungil itu menganggukkan kepalanya. Sebelum berlalu, ia menyempatkan diri untuk melirik ke arah Ara dan Emil, masih dengan pandangan aneh dan herannya. "Padahal kayaknya mah ganteng," gumam suster yang masih bisa didengar sambil berlalu.

---

Dokter Hanny tersenyum saat melihat Ara yang meneteskan air mata haru. Air mata seorang calon ibu yang menatap layar hitam dengan titik kecil yang diameternya bahkan tidak sampai satu sentimeter. Senyum Dokter Henny tiba-tiba saja memudar ketika melihat siapa yang berdiri di samping Ara. Entah ekspresi apa yang ditujukan laki-laki berkostum aneh itu.

Wajahnya masih tertutup masker, kacamata hitam, dan kerah jaket yang direleting hingga mencapai dagu, serta topi yang menutupi dahinya. Wajar jika Dokter Henny tidak bisa menebak ekspresi yang digambarkan di wajah suami dari gadis muda itu.

Semenit berikutnya, Dokter Henny tahu kalau pria aneh yang tidak lain adalah Emil itu pastilah sedang terharu melihat calon anaknya. Bahunya yang tegap bergetar pelan. Itu saja sudah cukup untuk membuktikan Si Aneh ini sedang bahagia sampai-sampai harus menahan tangisannya.

---

Ara dan Emil sudah berada di kamar Ara di rumah keluarga Triadi. Setelah pemeriksaan di dokter kandungan, Ara memang sudah diperbolehkan pulang. Ara sendiri masih ingin bersama dengan ayah dan ibunya sesuai rencana awal, ia akan di Bandung sampai besok sore sebelum kembali ke Jakarta. Sedangkan Emil sudah siap untuk kembali ke Jakarta, Gifar dan kedua orang tua Emil serta Kania juga ada di rumah ini. Keluarga Emil pagi ini sengaja datang ke Bandung setelah mengetahui kabar kehamilan Ara. Bukannya tidak turut bersuka ria, Gifar datang dengan wajah cemberut karena sejak kemarin pekerjaan artisnya banyak yang terbengkalai. Mau tidak mau dia hadir di sini untuk menjemput Emil.

"Besok kamu pulang sama siapa?" tanya Emil pada Ara yang sedang bersandar di dadanya. Mereka memang sedang setengah berbaring dan saling berpelukan. Keduanya masih sama-sama enggan untuk berpisah.

"Sama supir dari kampus ayah, yang kemarin jemput aku ke sini juga," jawab Ara pelan. Seketika perasaan bersalah datang, pergi tanpa pamit pada suami, itu kesalahan Ara. "Ng ... aku mau minta maaf sama kamu," lanjut Ara dengan kepala tertutunduk menatap kaus putih yang Emil pakai, tidak berani menatap Emil langsung.

Emil yang sedang mengelus rambut Ara langsung berhenti. "Maaf kenapa?"

"Mmh ... aku nggak izin ke kamu mau ke Bandung. Kata ibu kamu panik nyariin aku. Aku minta maaf, kamu jangan marah, ya."

Emil mengangkat wajah Ara dengan sebelah tangannya. Huh ... siapa yang tahan saat melihat wajah cantik Ara yang meskipun sendu itu tapi terlihat seperti merajuk. Yang ada Emil malah gemas.

Dielusnya pipi Ara yang seketika berubah kemerahan. Emil jadi pengen cium rasanya. "Aku panik karena aku khawatir, tapi aku nggak marah. Jadi kamu nggak perlu minta maaf ya, Sayang," ujar Emil memberikan pengertian pada Ara.

Perasaan lega langsung menyirami jiwa dan raga Emil saat melihat senyum malu-malu Ara yang ada dalam dekapannya ini. Dieratkannya pelukan pada istrinya itu. Wajah mereka sudah begitu dekat, tunggu apa lagi kalau begitu?

Uh ... Andai saja suara dering ponsel tidak mengganggu mereka. Emil merogoh celananya dan mengambil ponselnya. Bersama Ara ia melihat pesan yang masuk.

Gifar Manager

Lama banget di kamar. Bukannya kalian harus puasa dulu, ya?

---

Daun Muda Reta masih diketik ya. Kalo udah selesai insya Allah aku update. By the way, part ini sama sekali nggak aku edit. Mungkin berantakan. Maapkeun ya.

---

Salam,

rul    

Celebrity's GirlOnde histórias criam vida. Descubra agora