Dua~

55.2K 3.4K 34
                                    

ARIC menatap kertas yang ada di tangannya. Dari 53 panitia MOS, dia udah ngedapetin 32 tandatangan. Berarti tinggal 21 lagi dong. Dia lumayan bangga sih. Ini berkat tampangnya yang lumayan dan bisa bikin cewek langsung jatuh hati. Eh. Ya sekalian juga dia tebar pesona alias tepe-tepe ke satu sekolahan. Biar semua orang, mau cewek atau cowok, mau muda atau tua, terpikat sama pesonanya. Kayak yang udah dia lakuin di sekolah lamanya. Alhasil, ia menjadi selebritis di sekolahnya yang dulu.

Ia berjalan menelusuri koridor sambil melihat satu-satu nama panitia yang belum ia dapatkan tandatangannya. Pandangannya beralih ke nama paling atas. Bagas Apransyahdi. Dengan jabatan ketua OSIS. Melihat namanya aja udah bikin Aric jengkel, apalagi kalo berhadapan sama orangnya.

Tiba-tiba ia berhenti melihat empat cewek yang lagi duduk di bangku depan perpustakaan. Mereka ketawa-ketiwi. Biasa, cewek lagi ngegosip. Di antara keempat cewek itu, ada seorang cewek berambut panjang bergelombang yang di lehernya terdapat kartu panitia MOS. Aric yakin kalo dia belum dapat tandatangan dari cewek ini. Tanpa basa-basi, ia berjalan menghampiri keempat cewek itu.

"Maaf, Kak." Ucap Aric memasang muka polos. Dia sengaja memanggil 'kakak' pada semua panitia. Entah panitia itu masih kelas 2 atau udah kelas 3. Kan dia mau pura-pura jadi anak kelas 1 yang masih polosnya-gak polos amat sih.

Keempat cewek itu berhenti berbicara. Mata mereka langsung menatap kagum cowok di depan mereka. Mereka ngelihatin Aric dari atas lalu ke bawah. Lalu dari bawah ke atas. Mereka berempat Cuma terdiam.

"Kakak panitia MOS kan?" Tanya Aric pada cewek yang berambut panjang bergelombang itu. Dilihatnya kartu panitia. Ninda Pratiwi. 3 IPS-3. Seksi Kesenian. Aric tersenyum pelan, oh, kelas 3.

Ninda-si cewek itu mengangguk malu-malu. "Kamu anak baru ya? Ikutan MOS?"

Aric memaksa untuk tersenyum. Dalam hati ia mengoceh. Si Ninda ini rada bodoh atau apa. Jelas-jelas kalo Aric udah pake perlengkapan MOS, masih juga nanya. "Iya, Kak. Oya, Kak. Boleh minta tandatangannya?" Tanya Aric sambil nyodorin kertas ke Ninda dan memasang senyum mautnya.

Ninda hanya terdiam menatap Aric. "Er... oh, iya. Boleh." Sahut Ninda dengan pelan sambil mengambil kertas itu. Lalu ia menandatangani di kolom namanya. Ia menyodorkan kembali kertas itu.

Aric mengambilnya. Ia masih memasang senyum maut tepe-tepe khasnya. "Makasih, Kak."

"Eh, tunggu." Cegat Ninda dengan cepat sebelum Aric pergi. "Namanya siapa?"

Aric terdiam sejenak. Kalo pun dia kasih tau namanya, Ninda juga gak bakalan ketemu anak yang bernama Aric di kelas 1. "Aric, Kak."

"Aric? Ya udah deh, Aric. Sampai ketemu lagi."

Aric kembali pamit dan langsung menghilang dari koridor. Ia menghampiri Niko yang lagi ngomong-ngomong sama seorang cewek. Cewek itu pasti anak baru karena dia pake perlengkapan MOS.

"Nik." Sapa Aric sambil menepuk ringan pundak Niko.

Niko menoleh dan menyengir. "Eh, Ric."

Aric melirik cewek yang lagi ngomong sama Niko itu. Cewek itu malah diam-diam ngelirik Aric.

RELATIONSHITOnde as histórias ganham vida. Descobre agora