18,5

4K 389 31
                                    

Arka Dhananjaya

*

Semua buku untuk hari ini sudah masuk tas. Hanya perlu memakai jaket dan sepatu, maka aku sudah bisa berangkat. Ketika kakiku melangkah turun pada anak tangga pertama, mendadak aku terpikir akan Candra Agni; dia memintaku jauh-jauh darinya.

Tapi, aku tidak mau.

Tidak peduli atas permintaannya, aku memutuskan akan mendekatinya di sekolah. Bagaimana pun caranya. Kalau dia Candra Agni yang tidak terbantahkan, maka aku Arka Dhananjaya yang tidak terhentikan (meskipun dalam konotasi negatif, berhubung aku 'mantan' playboy yang tidak terhentikan dalam menggaet cewek).

Menurut Ratna, hari ini Candra akan masuk sekolah dan mengacau sembari memamerkan luka-lukanya.

Ah, aku jadi penasaran. Sejak awal kenal Candra, aku kerap kali menebak-nebak apa yang akan dilakukan cewek sejenisnya (dan sebagian besar tebakanku salah; dia sulit ditebak).Kekacauan apa yang akan dilakukannya? Bagaimana reaksinya kalau melihatku masih gencar mendekatinya?

Aku hanya penasaran, omong-omong. Bukannya aku suka pada Candra.

Atau, aku tidak yakin aku suka dengannya atau tidak. Perasaanku padanya bisa jadi hanya sebatas penasaran. Bisa jadi pula aku telah jatuh untuknya tanpa disadari.

Kalian pernah bingung membedakan perasaan suka dan penasaran?

Kalau iya, apakah aku ini hanya penasaran? Atau aku sudah suka padanya?

*

Sayangnya, aku sama sekali tidak melihat Candra hari ini. Melihat batang hidungnya pun tidak. Ya, aku tahu hidungnya mancung ke dalam sehingga susah mendeteksi batang hidungnya, tapi serius aku sama sekali tidak melihatnya. Sama sekali, kuulangi agar dramatis. Ini sudah jam istirahat dan bahkan aku tidak menemukannya diantara kerumunan 10 IPS 2 yang sedang bergerombol di meja kantin paling pojok. Dirgan, Erika, Hanif, Sekar, dan entah siapa delapan orang lainnya.

Kuhampiri mereka. "Candra mana?"

Sekar yang menengok pertama kali. "Nggak masuk, masih istirahat mungkin."

Aku mengernyit dan mengalihkan tatapanku pada Ratna. Cewek itu menutupi mulut dengan rambut sebahunya dan menaikturunkan alisnya, memberiku tatapan hey-sini-ikutin-aku. Kemudian, dia berdiri dan membenahi roknya. Ratna berpamitan pada teman-temannya, "Kebelet pipis, rek. Sek yo (sebentar ya)."

Secara otomatis, kakiku bergerak mengikutinya. Hingga Braja muncul di pertigaan kantin dan menanyakan hal serupa, "Candra mana?"

Ratna merapatkan diri ke pilar dan berbisik, "Itu dia masalahnya. Dia terpaksa diistirahatkan di rumah sakit."

"Ha? Kenapa? Kenapa gitu?"

Barusan itu bukan aku. Braja mendahuluiku untuk bertanya, seolah dia lebih khawatir pada Candra.

Ratna mengerutkan alisnya, memasang wajah cemas. Lantas dia menatapku dengan ragu. "Kurang tau sih, aku aja dikabarin sama Bu Rus."

Ah, begitu. Kakakku ya?

"Bu Rus bilang dia dirawat dimana?" Lagi-lagi, Braja mendahuluiku.

Arka Candra [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now