20

4.8K 336 56
                                    

A/N:

Aku kembali lagi setelah lebih dari sebulan. Iya, aku memang suka php masalah update cerita. Sedih. Maaf ya, karena sibuk persiapan untuk pertandingan di akhir November.

Selamat menikmati! Baca sampai paling akhir ya.

***

Ratna Anatari

*

Waktu kubilang aku adalah Ratna Anatari yang tahu segalanya, bukan berarti aku memang benar-benar tahu. Bukan pula tempe. Pun, aku bukanlah penulis skenario kehidupanku disini. Meski segala sesuatu yang terjadi sudah kuketahui latar belakangnya, tetap saja aku hanya bisa membiarkan diriku terombang-ambing terbawa arus, tersangkut secara paksa oleh benang merah yang seharusnya tidak menjerat kami semua termasuk Matahari dan Bulan.

Iya, Arka dan Candra.

Maksudku... kalau mereka memang tokoh utama permasalahan ini, silakan bersulit-sulit-ria berdua. Aku heran kenapa tahu-tahu orang sekitar jadi terlibat. Termasuk aku. Beda lagi dengan Ambika yang memang dengan sengaja melibatkan diri.

Satu-satunya kesalahanku disini adalah: aku punya kebiasaan menguping (atau mungkin telingaku yang kelewat sakti).

Terima kasih, telingaku.

Aku menatap kedua cowok yang mendadak datang ke rumah. Setelah menarik napas panjang, pandanganku menerawang, membayangkan kejadian beberapa waktu lalu.

"Kenapa, Ka?" tanya Wildan saat itu.

Cewek itu, Ambika Maharani, menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Kurasa dia bingung akan kehadiranku disini. Hey, aku diseret manusia-manusia jelek ke pos ini, bukan atas kemauanku sendiri.

Aku sedang berjalan kaki di sepanjang jalan setapak dekat sekolah dan berniat menuju pemberhentian angkutan. Mas Guntur tidak bisa menjemputku hari itu. Namun lalu, aku menerima telepon dan bergegas mencari si penelepon. Saat hendak menemui penelepon, tahu-tahu aku diseret oknum-oknum berpenampilan preman kampungan.

"Kenapa ada anak ini?" Ambika mengangkat alisnya sembari mengibaskan rambut panjangnya yang bergelombang.

Wildan tersenyum miring. "Penasaran. Kalo aku bawa dia kesini, apa adik pacarmu itu nekad mau nolongin dia dengan dateng kesini? Namanya siapa? Candra?"

"Kamu serius ngincer Candra Agni?" aku terkejut mendengar Ambika. Jadi dia tahu kalau Candra diincar? Lalu, kenapa?

"Ya."

"Dia nggak ada urusan loh sama kamu."

Wildan tertawa. "Kamu bodoh ya? Gini aja nggak ngerti. Ternyata dengan menjadikan kamu sebagai sekutuku, nggak ngasih keuntungan sama sekali. Begini, ya, Ambika sayang. Cowok itu bakalan terpancing kalo aku ambil adiknya. Dan nggak cuma dia, bajingan kecil itu juga bakalan terpancing. Belakangan ini dia berkeliaran disekitar cewek berandal itu."

Ambika terdiam. Kemudian, ekspresi Wildan berubah datar dan cenderung dingin. "Kamu emang nggak guna," katanya datar seraya menatap Ambika.

Cewek itu cuma mengangkat kedua alisnya dan berakting pura-pura kaget dengan gaya yang kampungan. "Hah? Masa?" dia menutup mulutnya dengan tangan dan menggelengkan kepala. Wajahnya kelihatan bodoh. Namun lalu, mata kucingnya menyipit. "Nggak guna, gundulmu. Selama ini aku bergerak karena perintahmu. Dan jangan lupa satu hal: tiga tahun lalu, kalau bukan karena aku, kamu udah habis."

Arka Candra [Sudah Terbit]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें