22

1.5K 162 16
                                    

Ambika Maharani

"Apa-apaan?" aku menarik kerah Raka dengan kasar. Oke, dia pacarku. Tapi masalah ini serius. "Maksud kamu apa, bawa-bawa bocah ini ke sini? Kenapa kamu bisa-bisanya jalan di luar rencana?"

Raka diam saja dan memandangku dingin. Badannya tetap tegak, meskipun aku benar-benar menarik kerahnya dengan paksa. Aku sama sekali tidak paham apa yang diinginkan Raka dan Wildan. Mereka berdua sama-sama membingungkan.

Aku baru saja tiba di rumah persembunyian Raka setelah Rangga mengirimkan pesan bahwa Kanaya menghilang. Tujuan awalku adalah melapor dan meminta pertimbangannya untuk langkah selanjutnya. Aku sudah terlanjur berasumsi kalau Kanaya dibawa lagi oleh orang-orang mereka. Tapi, siapa sangka aku malah menemukan cewek aneh itu duduk santai di ruangan Raka dan bahkan sambil makan sebungkus keripik kentang rasa ayam panggang?!

Jelas aku merasa kesal setengah mampus.

Bukankah Raka sudah tahu? Seharusnya Kanaya ada di asrama saat ini. Kami akan menggunakannya jika waktunya sudah tepat.

Raka tak kunjung bicara, maka aku mendorongnya dan menghampiri cewek itu. Sialan, bisa-bisanya dia makan dengan wajah polos begitu. Kutarik bungkusan keripik dengan paksa, membuatnya tersentak kaget dan menatapku takut.

"Kenapa kamu nggak diem di kamar? Kenapa malah di sini? Susah banget sih diatur!" bentakku.

Kanaya menggelengkan kepalanya dengan gugup. "Maaf. Maaf. Aku salah. Maaf."

"Nggak usah maaf, aku ini nanya!"

"Ambika," ujar Raka dengan auranya yang mengerikan. "Tindakanku ini udah dengan perhitungan. Papa udah tau. Aku memilih buat cepet karena dia bakal nunjukin dirinya sebentar lagi."

Aku menggertakkan gigi dan mengembalikan keripik itu pada Kanaya. Cewek itu masih menunduk dan gemetaran.

"Anak perempuannya dibawa Dika," lanjut Raka.

"Siapa?"

"Amarasafira Nur," sebut Raka. "Dia anaknya. Aku yakin dia nggak tau—maksudku, bisa jadi dia tau, tapi dia nggak ngerti—kalo kejahatan ayahnya lebih dari yang diberitakan orang-orang."

Mataku melebar. Safira, cewek centil yang biasa keliaran di sekitar Arka Dhananjaya itu anak dari orang yang kami cari-cari? Luar biasa, betapa sempitnya dunia ini.

"Tapi gimana caramu bawa Kanaya ke sini?" tanyaku. Yeah, itu bukan hal yang mustahil mengingat anak-anak asrama pasti tidak menaruh kecurigaan kalau Raka datang ke sana. Namun seandainya ada yang melihat Raka mengambil Kanaya, tidak mungkin mereka melepaskannya begitu saja.

"Aku cuma dateng kayak biasa."

"LOL. Nggak mungkin," dengusku.

"Aku masuk lewat gerbang, parkir motor di garasi. Ah ya, mantelku ketinggalan di sana. Terus aku naik tangga, ke Ruang CCTV. Dan beruntungnya, aku dateng waktu jam makan siang. Cuma ada satu anak di dalam ruangan CCTV, dan kebetulan dia lagi di kamar mandi. Jadi, aku nonaktifkan kameranya. Terus aku kunci dari luar. Aku jalan lagi, cari kamarnya Braja, lewat gedung sebelah utara karena aku yakin semua anak udah di ruang makan. Dan ternyata dikunci," terang Raka dengan wajah lempeng. "Ah, ngomong itu capek ya."

Aku tahu betul pacarku ini tidak suka banyak bicara. Tapi, aku masih penasaran. "Begitu tau kalo pintunya dikunci, terus apa?"

"Astaga," dia merogoh saku jeansnya. "Kunci cadangan 'kan ada di Ruang CCTV."

Astaga juga. Kenapa aku tidak berpikiran ke sana?

"Dan cewek ini nurut aja waktu kamu ajak dia?" tanyaku lagi.

Arka Candra [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now