BAB 3

381K 18.4K 911
                                    


Nadira POV

Sakit sekali hatiku dengan apa yang kulihat saat ini. Kak Ramzan dan kak Lisi sedang bercumbu tepat di depan mataku. Mereka seakan lupa jika aku ada disini bersama mereka yang sedang asik dengan aktifitasnya, aku menahan sekuat tenaga agar aku tidak menangis.

Saat ini kami sedang berada dibandara Soekarno-Hatta. Kami mangantarkan kak Lisi yang ingin pergi mengurus perusahan yang ada di Singapur, tidak begitu jauh bukan? Kak Lisi menyelesaikan perkerjaannya di Singapur selama beberapa bulan.

Mereka melepas pangutan mereka. Seakan baru sadar bahwa ada aku diantara mereka, kak Lisi berjalan menghampiriku. Mengulurkan tangannya mengusap pipi ku yang basah. Ya Tuhan aku tidak menyadiri ini jika aku sedang menangis dan kak Lisi memelukku seakan tau apa yang aku rasakan.

"Maaf..."ucapnya lembut yang membuatku bingung , kenapa kak Lisi meminta maaf?

Masih dalam posisi kami yang saling berpelukkan aku bertanya. "Untuk apa?"

"Untuk yang kau lihat barusan, Didi." Ya Tuhan kakak ku baik sekali untuk apa dia meminta maaf? Dia tidak salah sama sekali, dia bebas melakukan apapun.

Aku menggeleng dipelukan kami dengan isyarat bahwa kak Lisi tidaklah salah.
"Maaf telah membuat mu menangis melihatnya,"

Aku melepas pelukan kami, aku tidak mau Kak Lisi merasa bersalah seperti ini dan ku genggam tangannya.
"Aku menangis bukan karena itu kak. Aku menangis karena aku tidak bisa bertemu dan melihatmu selama sembilan bulan lagi. Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri." jelasku yang terisak sambil menunduk.

Kak Lisi menangkup wajahku dengan kedua tangannya dan memelukku kembali.
"Kakak mohon sama kamu jangan pernah benci sama kakak ya sayang," sebenarnya apa yang ada dalam pikiran kak Lisi saat ini, dia berkata sangat aneh.

"Tidak akan pernah kak, Didi akan selalu menyayangi mu kak, sampai kapan pun itu." ujar ku yakin.

Kak Lisi melepaskan pelukkannya menghapus air mataku yang masih saja mengalir. Kak Lisi selalu saja seperti ini jika aku menangis dia tak pernah membiarkan ku sedih, dia orang yang sangat lembut dan penyayang mengingatkan ku akan almarhumah mama yang sangat lembut juga almarhum papa yang sangat pekerja keras.

"Jaga diri kamu baik-baik ya, selama kakak pergi. Dan yakinlah semua ini pasti akan berlalu," aku mengangguk dan kak Lisi melangkahkan kakinya dengan membawa kopernya masuk sambil melambaikan tangannya yang kubalas dengan lambaian tangan ku juga.

Kak Ramzan yang sedari tadi berdiri menyaksikan ke pergian kak Lisi kini berjalan mendekatiku. Sesampainya dia dihadapanku, ia merogoh kantong celananya dan mengeluarkan dompetnya juga uang berwarna merah beberapa lembar.

"Kau pulang dengan taksi." hanya itu yang dia ucapkan setelah memberi uang itu kepadaku dan berlalu begitu saja dari hadapanku.

Sebegitu bencinya kah dia pada ku? Sampai sekedar menawarkan pulang bareng saja tidak. Haruskah sesakit ini? Haruskah aku menjadi wanita yang paling menyedihkan didunia ini? Tidak bisa kah dia tidak bersikap seperti itu kepada ku? Aku berdoa semoga tidak ada wanita yang bernaib sama seperti ku.

Aku menghapus air mataku yang terus saja mengalir yang semakin deras. Ku langkahkan kakiku keluar bandara dan menyetop taksi mengatakan ke arah tujuan ku kepada tukang taksi itu, kali ini aku tidak langsung pulang, aku ingin mampir dulu kesuatu tempat.

***

Ramzan POV

Katakanlah aku kejam. Karena telah memperlakukan istri SEMENTARA ku dengan sangat kejam. Membiarkan makanan yang dibuat tidak ku makan, membiarkan pakaian yang dia siap kan tidak ku pakai, membiarkan dia tertidur disofa, terus bersikap dingin padanya, dan mungkin ini yang paling parah, membiarkan dia pulang dengan taksi dari bandara seorang diri.

Because I'm... Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora