7. Diterimanya Tantangan

22.4K 2K 55
                                    

30 Mei

Gue nggak nyangka aja sama dia yang tega-teganya jadiin gue bahan taruhan. Emang dia pikir gue serendah itu sampai bisa dijadiin bahan taruhan? Sumpah, gue... kecewa.

***

Iqbaal menatap datar Ari yang kini tersenyum miring meremehkan dirinya. Iqbaal menghela napas ketika Ari maju mendekat padanya.

"Dateng lo? Gue pikir lo nggak bakal dateng. Secara, lo kan cuma anak kecil yang songongnya selangit," ucap Ari. Senyum remehnya masih ia perlihatkan dihadapan Iqbaal.

"Gue nggak pernah takut sama siapapun, termasuk orang tua kayak lo. Bagi gue, lo itu nggak lebih dari sampah masyarakat yang hadir dikisah gue sama (namakamu)." Iqbaal membalas dengan suara penuh penekanan. Tatapan tajamnya terus tertuju pada kedua mata Ari yang begitu meremehkan dirinya. Menatapnya sebagai seseorang yang lemah.

Ari tertawa kecil mendengar perkataan Iqbaal dan hinaan Iqbaal padanya. Ia mengangguk, lalu berkacak pinggang. "Siapapun yang menang di balapan kali ini, dia yang berhak dapetin (namakamu) dan yang kalah harus ngejauhin dia."

"Sebenarnya gue nggak terima lo jadiin (namakamu) bahan taruhan kita disini. Dia nggak serendah yang lo liat. Tapi, gue pasti nggak akan kalah dari lo, dan lo siap-siap buat ngejauhin (namakamu)!" ucap Iqbaal tegas. Tatapannya semakin menajam dan tangannya menggenggam helm lebih kuat dari sebelumnya. Ada rasa marah yang muncul ketika ia ingat bahwa jaminan balapan kali ini adalah (namakamu).

"Nggak usah banyak ngomong lo. Kita buktiin aja sekarang, siapa yang menang... dan siapa yang kalah!!" Ari menunjuk Iqbaal dengan keras dan kemudian berbalik menuju motornya. Bersiap-siap untuk memulai balapan kali ini.

Iqbaal menghela napas. Ia mencoba meredam emosinya dengan susah payah. Dengan gerakan kasar, ia mengenakan helm yang sejak tadi ia genggam. Iqbaal merogoh saku celana sekolahnya untuk meraih ponsel dan menyalakan kamera.

Iqbaal menyerahkan ponselnya pada Bastian. "Lo rekam gue."

Aldi menautkan alisnya. "Buat apaan?" tanyanya pada Iqbaal yang kini tengah menstarter motornya.

"Gue punya sesuatu buat (namakamu) setelah balapan ini. Tugas lo berdua cuma rekamin gue selama balapan doang," jawab Iqbaal.

Bastian menepuk pundak Iqbaal memberikan semangat. "Semangat bro! Gue yakin lo pasti menang."

"Hati-hati." Aldi menimpali.

Iqbaal mengangguk dan tersenyum pada kedua sahabatnya sebelum mendekat pada posisi yang sudah ditentukan Ari.

"Perasaan gue nggak enak deh, Bas. Si Ari kan sering curang," bisik Aldi cemas.

Bastian menghela napas, merangkul Aldi dan mengambil alih ponsel Iqbaal. "Lo tenang aja, Al. Iqbaal itu jago, apalagi kalo udah nyangkut (namakamu). Beh, nggak usah diraguin lagi dah!" ucap Bastian yakin.

Iqbaal menghentikan motornya di samping Ari dengan jarak cukup lebar. Tatapannya begitu sinis pada Ari yang memperlihatkan senyum miring di balik helmnya. Iqbaal menarik gas motornya lebih keras. Memancing Ari untuk kembali bersiap memulai balapan.

Ari memberikan isyarat melalui kedua matanya dan tarikan gas yang semakin meraung-raung membuat kebisingan di siang hari.

Dan Iqbaal mengerti isyarat yang diberikan Ari. Ia menarik gas bersamaan dengan Ari dan kembali menarik gasnya lebih keras. Pikirannya kini terfokus pada satu hal. Memenangkan balapan kali ini yang berarti juga memenangkan (namakamu).

Pumpkin punya gue dan selamanya punya gue. Apapun yang terjadi, gue nggak akan biarin Ari menang dan berani deketin Pumpkin. Iqbaal membatin disertai lirikan sinis pada Ari yang kini sejajar dengannya.

I Love You Mr. Dhiafakhri [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang