chapter five

37 5 2
                                    

All about you - Hillary Duff

Alkenfaudzan : Udah lama enggak ngobrol kayak begini lagi di sosmed. Jadi kangen :))

"Ehh, mampik. Gue baper kan jadinya. Dasar Alken geblek."

Hasna Zamora : Crott, lo njengg. Meninggal.

Read.

Alkenfaudzan : DASAR RAKYAT AWKARIN.

Hasna Zamora : Wahh, caps lock jebol tuh. Udahlah, gue mau beres-beres buat sekolah dulu.

Alkenfaudzan : Terus?

Hasna Zamora : Ya, udah gua mau urusin urusan gua dulu, udahan dulu ya chatting-annya.

Read.

Alkenfaudzan : Oh gitu, yaudah,

"Yaudah mending gue langsung tidur aja, tugas Kimia biar Dini yang kerjain."

"Huft, gue ngantuk."

Line!

"Hah, Line?" sentakku sambil membuka ruang aplikasi 'Line' diponselku.

Alkenfaudzan : Goodnight, Hasna ((:

Mataku terbuka lebar saat membaca dua kata tersebut. Ini bukanlah yang pertama kalinya, tetapi, rasanya selalu sama seperti saat pertama kalinya.

"Gue harus apa? Bales pesan singkatnya, mungkin?" bimbangku.

"Njir gue nervous, dasar Alken eek."

Hasna Zamora : Night too.

Pas gue baca dua kata yang baru aja gue send tersebut, gue langsung terlonjak dari kasur kelantai, ceritanya gue lagi nge-fly.

Read.

'gue emang deket sama lo, sangat.'

'gue emang jarang akrab sama orang,'

'lo bukan sahabat ataupun pacar bagi gue,'

'lo itu cuman temen, iya, temen yang hanya ada di media sosial. Hanya.'

'yang akan selalu dingin saat bertatap muka.'

'yang saling tidak mengenali satu sama lain disetiap saatnya.'

'bagaikan orang asing yang tidak pernah bertemu.'

'jangankan berbincang, menyapa saja tidak pernah, camkan itu, tidak pernah. Walaupun setiap hari selalu bertemu, bahkan kelas yang berdempetan.'

'namun apalah daya, gue sama Alken semacam teman palsu, yang hanya akrab di media sosial.'

_ _ _

"Hasna tugas Kimia udah dikerjain? Hasna enggak lupa lagi kan?" sambut Dini saat aku sudah menampakan diri di kelas.

"Emang dasar Dini. Gue baru dateng, baru aja dua detik yang lalu pantat gue nyentuh badan kursi. Eh, elo langsung celoteh ae."

"Masalahnya, Dini belom kerjain."

"What??" sentakku kemudian.

"Kenapa Has?"

"Enggak apa-apa." aku menggeleng.

"Lagipula ngapain juga Dini yang kerjain, waktu itu, kan Hasna janji mau kerjain tugas Kimia. Benerkan, Has?"

"Tapi--"

"Udah, cepet mana buku tugas Kimia nya?

"Gue belom kerjain."

"What??" kini Dini yang tersentak.

"Gue kira, elo udah ngerjain, jadi gue santai, lagi pula, gue juga lupa kalo gue pernah janji mau kerjain tugas Kimia."

"Hasna, nggak lucu, sumpah," wajah Dini percaya tidak percaya.

"Gue enggak ngelawak."

"Mati lo besok." sambung Frisca tiba-tiba. Frisca, cewek nyolot yang duduk didepan aku dan Dini. Sering dipanggil dengan panggilan 'Ica' katanya biar lebih kelihatan akrab.

"Nyambung-nyambung aja lo, kayak tiang listrik. Emang lo sendiri udah kerjain?" ujarku.

"Setidaknya kelompok gue udah kerjain."

"Icaa, nggak usah belagu lo. Percuma muka cantik tapi otak bego." bentakku.

"Woi, lo punya cermin nggak? Lo sendiri cakep-cakep tapi tolol." balasnya.

"Ehh, kalian berdua malah ribut. Pada enggak mikir kali ya, percuma berantem juga, ini tugas nantinya nggak kelar-kelar." tungkas Dini menselisihkan.

"Itu sih derita lo berdua. Bye, inches mau presentasi." ujar Frisca.

"Manusia baingsaitt." umbarku.

"Udah biarin aja lahh," ucap Dini.

"Maap ya, Din."

"Yaudah kita nyontek aja ya." ujar Dini, kemudian aku hanya tersenyum dan mengangguk setuju.

_ _ _

"Ehh, kunci motor gue kemana?"

●●●

Take a ShineWhere stories live. Discover now