chapter eight

34 5 2
                                    

Penantian beharga - Rizky Febian

Pagi ini, pukul 05:40 aku berangkat lebih cepat dari sebelumnya. Aku tidak memasuki kelas karena aku tahu pasti disana belum ada tanda kehidupan alias masih sangat sepi.

Akhirnya, aku hanya menulusuri koridor dengan membawa sebuah novel yang kemarin aku beli di Gramedia.

Karena terasa lelah mengelilingi sekitar sekolah, tempat terakhir yang aku tujui adalah kursi panjang didepan perpustakaan, berdekatan dangan kelas Alken.

Ya, berharap bisa bertemu Alken saat ini. Tapi apa boleh buat jika bukan kehendaknya.

Aku menatap jam G-Shock dipergelanganku.

"Sudah jam setengah tujuh, cepet juga. Untung enggak ada acara baris." ujarku sambil meletakan novelku dikursi panjang.

Aku menulusuri keadaan disekitar yang banyak diantaranya siswa yang baru saja datang berlalu lalang dihadapanku.

Mataku terhenti saat melihat gadis berambut ikal dengan kacamata biru. Dini.

"Hasna!" sapanya sambil melambaikan sebelah tangannya.

Aku hanya melontarkan senyum lepasku padanya. Kemudian--

"Ayok cepet ikut Dini ke Ruang guru!" ujarnya tiba-tiba sambil menarik lenganku.

"Eh-ehh, ngapain??"

"Udah ikut aja." jawab Dini, dan akhirnya aku mengikutinya.

_ _ _

"Ternyata cuman masalah begono doang. Ampun dehh sama si Dini." ujarku saat sudah didalam kelas.

"Ya, masalah kecil kalo enggak dituntasin langsung, nanti malah nambah besar urusannya."

"Iyain aja. Tapi tunggu deh,"

"Apaan?"

"NOVEL GUE!" sentakku dan menoleh ke arah Dini.

"Novel?

"Ketinggalan dikursi deket perpus tadi! Ahhk bego." ujarku kemudian langsung bangkit dan keluar kelas menuju kursi panjang dekat perpustakaan.

"Dasar si Hasna." lontar Dini.

_ _ _

"Mana nihh ya? Mampus aja kalo sampe ilang, gue belom kelar baca. Dan yang paling nyesek, itu novel harganya sembilan puluh ribu! Uang jajan gue selama empat hari." desisku.

"Lo nyari apaan?" ujar si Dennis yang tiba-tiba nongol di depan mata gue kayak bakteri.

"Lo, anjir ngagetin. Bangsat-e."

"Yehh, maap."

(bel masuk pelajaran pertama)

"Au ahhk gue mau balik ke kelas."

Sebelum Dennis menjawabnya aku sudah terlebih dahulu meninggalkannya ditempat.

_ _ _

"Ketemu?"

"Enggak." jawabku dengan wajah lesu.

"Mungkin sama Dennis, kemaren aja kunci motor Hasna sama dia."

"Bisa jadi ya,"

"Hayulu lahh, novel baru ilang. Mampus tau mampus?" celetuk Frisca secara tiba-tiba.

"Kabel listrik." ujarku sambil memutar kedua bola mataku.

"Crottt."

"Jijik sumpah. Mati mau?"

"Talk to my hand." jawab Frisca sambil menjulurkan salah satu tangannya kearahku.

"Bodo amat, Icaa!" aku menepis tangannya tersebut.

"Ca, besok nonton kuy!" teriak kawanannya yang baru saja memasuki kelas.

"Saraaaaah." balas teriaknya sambil memeluk temannya yang bernama Sarah tersebut.

"Ehh, dasar cewek." aku memutar kedua mataku.

_ _ _

(bel jam istirahat)

"Si Dini katanya cuman sebentar, elahh. Sejam nihh gue tungguin." desisku saat duduk di kantin.

Akhir-akhir ini kantin sepi, sejak kelas dua belas yang sibuk dengan materi pembelajaran, ditambah lagi karena kelas sepuluh dangan kelas sebelas yang kantinnya dipisah sebab terjadi insiden bertengkar fisik dan pembullyan masal.

"Jadi kelas sebelas tahun ini kurang enak." batinku.

Aku memakai kaca mataku yang sedari tadi aku simpan disaku rok.

"What the--" sentakku dalam hati saat menyadari keberadaan seseorang yang berada disana.

'ada si Alken.'

'mampus, dia jalan kearah sini.'

'yahh, canggung dehh gue.'

'tuhh orang mau ngapain ya?'

Aku membuka kaca mataku dan memakainya lagi. Alken masih berada disana. Kemudian aku menerjapkan mata, dan hasilnya dia malah semakin mendekat.

●●●

Take a ShineWhere stories live. Discover now