chapter twelve

31 5 0
                                    

Faded - Alan Walker

Malam ini aku berada ditengah-tengah ramainya kota jakarta.

Malam ini, adalah malam minggu. Seharusnya aku ikut ke Bekasi, yaitu rumah soudaraku bersama kakak sulungku, Laras.

Karena aku membantah dan mencoba kabur. Akhirnya disinilah aku sekarang. Menikmati kemacetan lalu lintas kota jakarta dengan kesunyian di dalam mobil.

Karena terlalu sunyi, akhirnya aku mencoba memutar radio. Aku menikmati setiap lirik musiknya, karena bosan.

'Starving - Hailee Steinfeld'

Karena tidak tau arah tujuan. Akhirnya aku berhenti di sebuah Cafè yang bernuansa coklat dan biru aqua.

Aku memakai kaos putih crop tee dan cardigan berwarna hijau tosca kemudian memakai celana jeans putih dengan sepatu converse hitam.

Aku hanya membawa ponsel ditangan kiriku dan kunci mobil ditangan kananku.

Dengan modal uang sebesar lima puluh ribu rupiah. Aku berada di cafè yang tergolong mewah bernama 'Cafè paradise'

Aku duduk percis di samping tembok yang berhadapan dengan kaca yang memperlihatkan jalanan kota jakarta.

Aku meraih ponsel dimeja. Dan membuka aplikasi Instagram.

Saat aku membuka explor disana, tidak sengaja aku menemukan foto Alken disana.

'Alken punya Instagram, dan gue enggak tau soal itu?'

Aku membuka profile account milik Alken. Aku mulai menstalknya. Dan me-follownya.

Tidak lama Alken memposting sebuah foto yang letaknya aku kenali. Alken memakai t-shirt berwarna dark blue.

"Kayak kenal ini dimana."

Aku membaca captionnya. "Sendiri aja terus sampe doi peka."

Kemudian aku membaca location-nya. "Cafè paradise" berarti benar, dia juga berada di sekitar sini.

Aku menulusuri sekitar cafè sampai ke sudut-sudutnya.

"Permisi. Selamat datang, apa ada yang mau di pesan?" sambut seorang laki-laki yang mungkin saja pelayan cafè disitu.

Aku belum menjawabnya, bahkan sekedar menatap wajah pelayan tersebut belum. Aku masih sibuk mencari Alken.

Saat sudah lelah celingak-celinguk mencari Alken akhirnya aku memilih untuk memasan sesuatu terlebih dahulu.

Aku tergelak saat aku menatap wajah pelayan tersebut, aku sangat-sangat terkejut tidak kepalang.

'eh, anjir.'

Aku menemukannya, dengan keadaan yang berbeda. Alken memang memakai t-shirt berwarna dark blue. Namun, kini dibalut dengan segaram ala cafè waiter berwarna coklat.

"Al-Alken?" aku masih dengan keadaan syok.

"Hasna?? Kok?" ujar dia yang juga terkejut.

"Lu-lu, kerja disini?" tanyaku gugup.

"Eh, iya."

"Tapi,"

"Kenapa?"

"Enggak jadi." aku tersenyum.

"Lu mau pesen apa?" ujarnya sambil memberikan buku menu disana.

"Black coffee with cream aja."

"Oh iya, Has, kita ada menu baru. Namanya, white tiramisu."

"Eh, terima kasih tapi itu kapan-kapan aja deh. Maaf."

"Iya enggak apa-apa." ujarnya kemudian jeda. "Yaudah gua pesenin dulu ya." ia mengambil kembali buku menunya dan berjalan ke meja waiter.

_ _ _

Alken datang dengan membawa sebuah nampan yang berisi pesananku tersebut.

"Ini," Alken memberikan secangkir kopi yang aku pesan tadi. "Kalo mau pesen lagi panggil aja ya, gue tinggal dulu."

"Alken,"

"Iya?"

"Gua, boleh ngobrol sama lu?"

"Eh," ujarnya dengan jeda. "Boleh." sambungnya sambil duduk dihadapanku. "Kenapa?" tanyanya.

"Gua ganggu pekerjaan lu engga?"

"Enggak kok."

"Maaf, gua cuman pengen nanya. Kenapa elu kerja disini?"

"Gua cuman pengen ngebantuin nyokap gua aja. Sejak bokap gua meninggal, asupan dan kebutuhan pokok keluarga gua menurun dan berkurang. Termasuk biaya sekolah gua dan adik bontot gua." mataku terbuka lebar saat mendengar penjelasan yang terlontar dari Alken.

Sedih.

"Maaf, tapi, lu yatim Al?" tanyaku padanya.

●●●

Take a ShineWhere stories live. Discover now