□Prolog : Teman sekelas.

9.1K 315 8
                                    

Prologue

Kok bisa sih?

-
-
-
-
-

Livia pikir, beberapa bulan tidak masuk sekolah, dirinya bisa mencari suasana baru. Memikirkan akan memiliki teman baru, kesukaan baru, dan tentu menu makanan dikantin yang harusnya sih baru.

Namun, saat melihat sosok Ratna dihadapannya, Livia merasa dunia tidak sebaik itu. Bukan apa-apa ya, Ratna itu siapa sih? Teman Livia dari masih pipis dicelana sampai sekolah menengah atas aja masih bersama. Tapi, kalau dirinya yang sudah senyum-senyum dari gerbang sekolah, berharap pandangan pertamanya setidaknya abang Asep si penjaga gerbang yang gagah itu, tetap saja orang pertama yang dia lihat adalah Ratna, Livia hanya bisa menghela napas sabar. Ratna, memang sudah takdir bersamanya. Tentu.

"Nek! Dih, nggak seneng lu liat gue?"

Livia tersenyum tipis. Lebih ke memaksa dirinya sendiri untuk bersikap seolah-olah merasa paling senang dari orang yang sedang senang sekalipun. "Lho, siapa yang bilang gue nggak seneng? Nggak liat senyum gue ini. Manis banget kayak gulali. Kalah deh, senyum-senyum artis-artis papan atas. Ya, kan?"

Ratna mendelik, pun tetap menggandeng sahabatnya ini menuju mading. "Belum tau kan teman-teman baru sama kelasnya? Sama gue juga."

"Sama siapa aja oke sih. Asal jangan sama lo aja. Bosen gue."

Ratna mencebik sebal. Mencubit lengan Livia, membuat sang pemilik menjerit kesakitan. "Sialan lo! Dari sekian banyak yang mau sekelas sama gue, lo yang udah dapat restu dari gue, nolak mentah-mentah. Emang ya, nggak ada lagi temen kayak lu mah."

"Punten, Mbak. Siapa ya? Terkenal banget emang? Kalau bukan karena lo temen gue dari masa masih main barbie, gue juga ogah main sama lo."

"Bodo amat."

Livia tertawa kencang. Satu-satunya yang dia rindukan dari Ratna cuma wajah kesalnya itu. Nggak ada yang lain. Beneran deh.

"Ini seriusan?" Ratna memegang pipinya, terkejut luar biasa. Melihat daftar teman-teman selama setahunnya memang sudah hal yang dia tunggu-tunggu sejak hari pertama libur sekolah. Tapi, kalau ternyata teman-temannya seperti ini, Ratna mau pindah sekolah aja deh. Hiks. "Ya Tuhan, bisa mati kejang-kejang gue, Liv. Ini kenapa anak sepuluh besar disatuin dikelas gue semua? Nggak dibagi-bagi apa? Ya, mana bisa dapet jatah lima besar ini mah. Dihajar Mama deh, pasti."

Livia tersenyum prihatin. Sedikit senang melihat daftar anak-anak kelas XI.5 (dibaca: kelas Livia nanti) yang isinya sudah hafal diluar kepala. Ada teman SMP-nya, ada temen eskul, ada teman rumah, dan ada teman kelompok belajar. Ihh, Livia tidak bisa membayangkan betapa bahagia hari-harinya nanti. "Sabar ya. Tergantung amal sih, Rat."

"Iya-iya. Gue emang banyak dosa. Sadar diri aja gue mah." Ratna yang masih melihat-lihat daftar teman sekelasnya, sedikit dibuat terheran-heran. Kok tadi nggak kelihatan, ya? "Liv?"

"Hm?"

"Lihat sini dulu deh."

Livia mengalihkan pandangannya menuju apa yang Ratna tunjuk. Terkejut hingga tak bisa berkata apa-apa, saat melihat satu nama tak asing banginya. Terdaftar menjadi murid kelas XI.4. "Eh, beneran?"

"Nggak, nge-prank doang." Melihat Livia sudah melotot tajam, Ratna memutar bola matanya malas. "Ya beneran dong."

"Kok bisa sih?"

"Bisa dong. Kan masih warga sekolah SMA Nusantara Bakti. Selagi masih bi--, weh, Bu. Tunggu ih, kok gue ditinggal."

Livia menghentak kakinya kesal. Si Ratna itu, kenapa sih tidak mengerti situasinya. Kan ceritanya Livia sedang terkejut-kejut.

Lagian kenapa sih, nama Arga Prasetyo Arsana, harus muncul dipagi hari seperti ini? Menjadi teman sekelas Ratna pula.

Hari pertama sekolah yang menyebalkan.

-
-
-
-

💦💦💦

Edit: 170520

IMPOSSIBLE✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant