□18. Berakhir.

2.1K 129 3
                                    

Bagian delapan belas

Lo jahat, Ga! Gue benci sama lo.

-
-
-
-
-

Memiliki teman-teman yang hanya membuatnya emosi, ternyata tidak melulu menjengkelkan. Teman-temannya pun memiliki sisi malaikat yang kadang sedang mode on, baiknya benar-benar membuat Livia sangat bersyukur.

Seperti saat ini, dihari minggu yang cerah ini, Livia bosan luar biasa. Hampir saja hari minggu-nya hanya diisi tidur, makan, main ponsel.

Namun, kebosanan itu berakhir saat ketiga temannya datang, mengajak Livia menonton film di Bioskop. Tentu, tanpa harus berpikir-pikir dulu, Livia sangat menyetujui ide itu. Lebih baik bersama teman ke luar rumah daripada didalam rumah hanya berbaring dikasur. Bisa-bisa lemak didalam perut makin bertambah.

Tapi terkadang, keinginan selalu saja ada hambatan-hambatan yang membuat kesal. Seperti saat ini, jika saja nyonya Lizi tidak memerintah untuk mengantar kue bolu pada calon besan, tentu Livia sudah berada di Bioskop dan siap untuk menonton film.

"Bolu-nya kayaknya enak, Liv. Boleh dimakan setengah nggak?"

Bersama Ratna sudah pasti harus bersama dengan keanehannya. Mungkin, jika manusia pintar dan mempunyai akal, tidak akan berkata seperti itu. Bolu yang jelas-jelas sudah tertata rapi di dalam tupperware, tidak mungkin diambil kembali lalu dipotong setengah untuk Ratna. Jelas sangat tidak masuk akal dan kelewat bodoh. Benar-benar! Ini nih yang terkadang tak membuat Livia bersyukur memiliki teman-temannya. Sifat random mereka kadang membuat kepala seperti akan meledak karena harus menghadapi keanehan mereka satu-satu.

"Mentang-mentang bodoh gratis, lo borong semuanya, Ratna."

Ratna merenggut. Melirik sinis pada Naura yang berada disampingnya. Jika saja dirinya sedang tidak menyetir, mungkin mulut pedas cewek itu sudah tak berbentuk lagi. "Sarapan cabe ya, lo? Pedes amat."

"Kok tau sih, Jumarni? Dukun ya, lo?"

"Jumarni nama Nenek gue, buset."

Naura mengalihkan pandangannya pada Widya. "Bukannya Neneknya Ratna? Jangan-jangan kalian---,"

"Jangan ngaco!"

"Terus yang namanya Jubaedah, Neneknya siapa?"

"Gue, kenapa lo?"

Naura menganggukan kepalanya. Ternyata selama ini, Jubaedah adalah Neneknya Livia dan Jumarni adalah Neneknya Widya. Lalu ... "terus Nenek lo namanya siapa?"

"Juminten."

"Owalah." Naura mengangguk paham. Tersenyum tipis tatkala kembali mengetahui fakta-fakta baru dari teman-temannya. "Eh, nggak kerasa udah didepan rumah Arga."

Semuanya satu-persatu keluar dari mobil. Livia yang lebih dulu berada didepan gerbang, segera menghampiri satpam yang sedang berjaga. Berbicara sebentar lalu tak lama, gerbang pun terbuka.

Niat ingin segera masuk saat gerbang terbuka, Livia malah dibuat terdiam membatu oleh apa yang terjadi dihadapannya.

Entah kenapa akhir-akhir ini kehidupannya terlalu banyak drama. Apalagi, saat tak sengaja menyukai tayangan di televisi dengan soundtrack dari penyanyi Rossa itu, membuat kehidupannya makin dramatis.

Tapi bagaimanapun kehidupannya itu, tak seharusnya Livia mengalami hal serupa dengan apa yang dirinya lihat setiap hari. Perselingkuhan dan sebuah pengkhianatan, tidak pernah sekalipun Livia membayangkan hal seperti itu bisa terjadi pada dirinya. Membayangkan orang-orang disekitarnya yang begitu baik dan memiliki kekasih yang bisa dipercaya, rasanya tak mungkin Livia mengalami dua hal itu.

Namun, saat melihat apa yang terjadi dihadapannya, membuat Livia percaya bahwa kehidupan tak seramah itu. Mendapat apa yang diinginkan atau dikeliling orang-orang baik, tak seharusnya Livia mengabaikan hal-hal kecil yang mungkin bisa terjadi. Seperti saat ini, Arga yang sedang berpelukan dengan Aneila, benar-benar menghancurkan kepercayaannya.

Arga? Apakah pria itu benar-benar mengkhianatinya? Apa Arga benar-benar meninggalkannya? Padahal, dirinya sudah mempercayakan semuanya pada Arga. Apa harus seperti ini untuk membuatnya terluka? Harus sesakit ini?

"Liv, gimana kalo pulang aja."

"Rat, Rat! Tarik Livia masuk ke mobil."

"Balik aja ayo! Jangan diem disini, buset! Nyari mati lo?"

"Arga..."

Arga berbalik. Terkejut dan tidak bisa berbuat apa-apa saat mendapati Livia berdiri tak jauh dari dirinya berada. Sejak kapan Livia berada disana? Apa Livia melihat semuanya? "Liv, gue bisa jel---,"

"Hai, Livia. Kita ketemu lagi."

Tidak perlu ditanya lagi, rasanya Livia ingin menarik rambut berwarna itu hingga terlepas dari tempatnya. Bisa-bisanya cewek itu sangat menikmati apa yang telah terjadi. Benar-benar sudah gila! "Hello, bitch. Gimana? Udah puas sekarang?"

"Tentu! Karena Arga beneran udah jadi milik gue lagi."

"Jangan halu lo!"

"Halu? Gue beneran balikan sama Arga kok. Ya kan, sayang?"

"Jangan pernah bilang kalo itu benar, Arga. Gue bakal benci sama lo!"

Arga terdiam. Menatap Livia pun berharap jika cewek itu bisa memaafkannya nanti. "Gue minta maaf, Liv. Seharusnya gue nggak nyakitin lo kayak gini. Tapi, apa yang baru Aneila bilang itu bener."

"Kenapa Arga? Kenapa lo tinggalin gue setelah apa yang lo janjiin ke gue?"

"Maaf, kita harus putus dengan cara kayak gini, Liv."

"Gue nggak butuh maaf lo, Arga! GUE MAU PENJELASAN DARI LO!"

Sungguh, dikhianati itu benar-benar sakit sekali, hingga rasanya seperti terbunuh perlahan. Bahkan air mata yang kini keluar begitu derasnya, tak bisa menggambarkan keseluruhan dari sakit itu. Masih ada rasa sakit yang tak terlihat, termasuk tidak terlihat oleh diri sendiri. Karena itulah, terkadang satu luka itu cukup membuatnya mengingat akan penderitaannya.

"Lo jahat, Ga! Gue benci sama lo."

"Liv..." melihat temannya menderita seperti itu, membuat emosi Ratna menumpuk. Jika saja keadaannya tidak separah ini, sudah dipastikan Aneila kini berada dikakinya. Cewek gila itu, benar-benar memperlihatkan dimana seharusnya dia berada. Seorang wanita rendahan memang selalu banyak tingkah. "Ayo pulang."

Naura dan Widya sudah lebih dulu memilih kembali kedalam mobil. Sedangkan, Ratna masih berharap bisa melampiaskan emosinya pada cewek berkepala ular itu. "Kita pulang, Liv!"

Livia mengangguk pelan lalu berbalik. Masih ada sedikit harapan bahwa Arga akan datang menghampirinya dan mengatakan ini semua adalah bohong. Livia sedang masuk disebuah acara prank atau apapun itu.

Namun, hingga kakinya melangkah memasuki mobil, Livia masih tak merasakan apa-apa. Arga, tetap disana bersama Aneila.

Pada akhirnya, Livia akan merasa sendirian lagi. Entah sampai kapan.

-
-
-
-
-

💦💦💦

Edit : 241020





IMPOSSIBLE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang