□16. Tetangga dan Teman lama.

2.3K 148 4
                                    

Bagian enam belas

Hai, Arga! kita ketemu lagi.

-
-
-
-
-

Terbangun karena teriakan Radit mungkin masih terdengar wajar bagi Livia karena Kakaknya itu memang bertugas membangunkannya dipagi hari. Namun, terbangun tiba-tiba pada pukul tiga dini hari karena suara pecahan kaca jendela, sedikit membuatnya terkejut setengah mati.

Apalagi, saat Livia melangkah untuk memeriksa, tidak ada apapun yang dia temukan. Hanya, sebuah batu terbungkus kertas putih yang tergeletak tak jauh dari jendela.

Menarik kertas itu dari batu, Livia bisa melihat apa yang tertulis disana dengan tinta merah. Hanya melihat saja, sudah dipastikan siapa pengirimnya. Livia tidak asal menduga, namun baginya, awal semua ini adalah karena kehadiran Aneila.

Berikan Arga padaku, lalu aku akan hentikan ini semua.

Jelas ancaman itu membuatnya sedikit panik. Bagaimana seorang Aneila dapat mengetahui dimana rumahnya, sudah menjadi suatu ketakutan yang lumayan mengganggu. Namun, bagi Livia, ancaman tetap ancaman. Aneila tidak dapat melakukan hal seperti itu sesuka hati, karena bagaimanapun, hal seperti ini sudah diluar batas. Livia jamin, jika ada yang terluka karena ulah cewek itu, Livia tidak akan tinggal diam. Membalasnya bukanlah sesuatu yang buruk.

"Livia?"

Mengalihkan pandangan pada Radit yang sudah memasuki kamarnya dengan wajah panik, sedikit membuatnya menghela napas lega. Mengetahui setidaknya dirinya tidak sendirian. Ada keluarganya, teman-temannya, dan tentu Arga.

-
-
-
-
-

💦💦💦

"Bulet, panjang, depannya K belakangnya L, apa hayo?"

"Buset! Mesum lu!"

"Apaan mesum, emang jawaban lo apa?"

"Nggak mau ah, masa gue sebutin."

"Bilang aja nggak tau jawabannya."

"Tau kok!"

Tidak ada yang paling membahagiakan disekolah selain bersama teman. Kadang ya, Livia selalu merasa baik-baik saja bahkan sangat bahagia hanya karena melihat wajah teman-temannya. Lalu, saat kembali ke rumah, tiba-tiba semuanya kembali ke awal. Hampa dan merasa tidak baik-baik saja. Seampuh itu teman-temannya berperan sebagai obat.

Bahkan, melupakan kejadian tadi pagi, Livia sudah bisa tertawa saat mendengar lelucon Rafa bahkan kini dibuat sakit perut hanya kerena tebak-tebakan dari Yudha plus Ratna yang merasa tebak-tebakan Yudha jauh dari kata normal.

"Seratus ribu, buruan! Yang jawab bener bisa beli es cendol sepuluh gelas."

"Yang bener kalo ngasih tebak-tebakan, gue nggak ngerti yang begituan." Widya yang berusaha keras untuk tidak berpikir ke arah sana, tetap saja tidak menemukan jawaban lain selain hal senonoh itu. Awas saja jika jawabannya memang itu, sudah dipastikan Yudha pulang tinggal nama.

"Katanya suruh kasih tebak-tebakan, ini gue udah kasih masih pada protes. Padahal ini tebak-tebakan gue jaman SD, emang di SD kalian nggak ada kayak gitu?"

IMPOSSIBLE✔Where stories live. Discover now