□11. Cincin dan kertas.

2.8K 176 0
                                    

Bagian sebelas

Jadian, yuk!

-
-
-
-
-
-

"APA?!"

Livia meringis. Menutup kedua telinga berusaha meredam teriakan Ratna yang benar-benar merusak pendengaran. Kapan sih, Ratna itu kalau sudah tau satu informasi, diam saja tidak banyak protes? Rasa-rasanya sangat mustahil. "Diem nggak? Kebiasaan."

"Lagian, lo kasih info tuh jangan mendadak begitu! Gue kaget, bangke!"

Livia tertawa hambar. "Sebenarnya nggak mendadak sih ini tuh. Kejadiannya udah sebulan yang lalu."

"AP-- mppttt ... apaansih!" Ratna mendengus. Mengunyah potongan tomat yang baru saja dimasukan oleh Livia. "Kampret!"

"Berisik anjing! Lo tuh bisa santai aja nggak?"

Livia bukannya ingin merahasiakan hal ini dari Ratna. Tapi, rasanya Livia tak kunjung mendapat waktu yang tepat untuk menceritakan bagaimana kemajuan hubungannya dengan Arga. Apalagi, cerita yang satu ini bisa membongkar bahwa selama ini Livia menyembunyikan sesuatu pada Ratna.

Pada malam itu, Livia dan Arga memutuskan untuk menjadi teman dekat dulu. Karena Livia pun masih harus beradaptasi lagi dengan Arga, setelah tiga tahun tak pernah berinteraksi. Livia canggung begitupun Arga. Tapi, semakin kesini, hubungannya dengan Arga makin membaik.

Bahkan Livia tidak menyadari sudah sebulan hubungannya dengan Arga kembali membaik. Bahkan tak terasa juga sudah sebulan Livia belum menceritakan apa-apa pada teman-temannya, termasuk pada Ratna. "Lo tuh kagetnya karena gue deket lagi sama Arga apa karena gue udah bohongin lo, sih?"

Ratna terdiam sejenak. "Dua-duanya sih. Tapi untuk soal kebohongan itu, gue rasa itu hak lo. Lagipun gue nggak ngerasa dibohongin sama lo. Lo kan emang cinta sama Arga dan hal itu gue tau. Bedanya, cuma waktunya aja. Gua nggak nyangka lo udah suka Arga dari sebelum dia suka sama lo. Pantesan gue heran lo tiba-tiba suka sama Arga. Padahal, pas Arga nyatain perasaannya sama lo, lo tolak mentah-mentah." Ratna menatap Livia. Tersenyum tipis merasa sedang melihat sosok Livia yang lain. Livia yang kuat, Livia yang berani, dan tak lupa Livia yang ceria. "Sialan lo! Jadian sama Arga nggak bilang-bilang."

Livia tersenyum malu. "Belum jadian, ih!"

"Oh ... belum." Goda Ratna.

"Diem nggak, bangke!" Livia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Merasa malu pun satu sisi merasa bahagia.

Kenapa sih, baru sekarang dia seperti ini?

Tau begitu, harusnya menerima saja Arga tiga tahun yang lalu.

Tidak peduli apa kata orang, yang penting diri sendiri bahagia, bukan?

Tapi yasudahlah, mendapatkan Arga kembali saja sudah bahagia.

Semoga saja, Arga tetap bersamanya.

Sampai kapanpun.

-
-
-
-
-

💦💦💦

"Arga?"

"Di dapur!"

Livia mengangguk kecil. Melangkahkan kakinya kembali menuju dapur. "Kak Alya dimana?"

IMPOSSIBLE✔Onde histórias criam vida. Descubra agora