33. Tidak Lebih Dari Saudara

11.8K 529 52
                                    

Part 33

Aku terus berjalan ditengah derasnya hujan dan gelapnya malam. Tiba-tiba, sebuah motor sport berwarna putih berhenti didepanku dan aku mengenali motor itu, milik mas wijaya.

"Mau kemana?", tanyanya melihat kondisiku yang berjalan ditengah derasnya hujan dan kegelapan malam.

"Mau pulang, mas.", jawabku dan dia menatapku bingung. "Kok hujan-hujan bergini. Dimana wahyu memang?", tanyanya penasaran dan aku diam tidak menjawabnya.

"Ya sudah, kamu ikut kerumahku aja dulu, besok baru aku anterin kamu pulang.", ajaknya dan kumengangguk pelan menyetujuinya, kemudian aku naik keatas motornya dan dia segera melajukan motornya kerumahnya.

Sesampai dirumahnya, aku mengikutinya masuk kedalam. Didalam dia mengambilkanku handuk kering untuk mengeringkan badanku yang basah. Setelah itu, aku menuju kekamar mandinya untuk mengganti pakaianku yang basah dan untungnya pakaianku didalam ransel tidak basah semua, jadi aku masih memiliki pakaian buat ganti.

Setelah mengganti pakaianku, aku kembali kedepan. Didepan, aku mendapatinya tengah menonton tv. "Aku sudah selesai, mas.", beritahuku dan dia mengangguk, kemudian dia segera menuju kekamar mandi.

Selesai mandi, dia menemuiku dan duduk disampingku. "Kamu sudah makan?", tanyanya dan kumengangguk.

"Kirain belum, mau aku tawarin mie instan.", lanjutnya dan kumenatapnya. "Memangnya mas tidak masak?", tanyaku penasaran dan dia menggeleng pelan. "Tahulah hidup sendiri, selain beli lauk matang, paling mie instan yang menemani makanku.", jawabnya dan kumengangguk paham.

"Mas, ada masak nasi?", tanyaku dan dia mengangguk. "Telur dan bawang?", tanyaku lagi, kembali dia mengangguk dan dia menatapku bingung.

"Aku mau buatin mas, nasi goreng buat makan malam.", lanjutku dan dia menggeleng cepat, menolak. "Gak usah, aku tak ingin merepotkanmu. Aku makan mie aja gak apa-apa kok, uda biasa. Kamu istirahat aja, lagian uda malam nih.", tolaknya dan kumenatapnya tajam.

"Justru kebiasaan yang buruk itu harus dihindari. Gak boleh terlalu sering makan mie instan. Gak baik buat kesehatan, lagian aku gak merasa repot kok, jika harus masak buat abangku.", ucapku dan dia mengangguk pelan, terus dia bangun berjalan kearah dapurnya yang diikuti olehku dibelakang.

Didapur, dia mengambilkanku telur berserta bawang putih dan merah. Aku pun mulai mengiris bawang putih dan merah. Setelah itu, aku menyiapkan bumbu seadanya dan nasi yang aku keluarin dari rice cooker, kemudian aku pun mulai memasak nasi goreng dengan bahan dan bumbu seadanya.

Selama aku membuatkannya makan malam, dia setia menemaniku didapur, kadang dia menawari bantuan, namun aku tolak dengan alasan aku bisa menanganinya.
Selesai membuat nasi goreng dan menyiapkannya dimeja makan, dia menatapku bingung. "Kok cuma satu?", tanyanya bingung, aku tersenyum menatapnya. "Kan aku sudah makan, mas. Mas makan aja, keburu dingin.", ucapku dan dia mengangguk nurut, kemudian memakannya.

"Nasi goreng buatanmu sangat enak. Beruntungnya si wahyu, ada kamu yang selalu memasak, masakkan enak untuknya setiap hari.", pujinya yang membuatku senang sekaligus sedih mengingat mas wahyu.

"Ngomong-ngomong kamu kok bisa pergi dari rumahnya, malam-malam gini, hujan pula. Apa kalian lagi bertengkar ya?", tanyanya curiga yang membuatku terkejut. 'Apa maksud dari pertanyaan mas wijaya. Apa dia mengetahui hubunganku dengan mas wahyu.', batinku.

"Kok diam?", tanyanya lagi dan kumenatapnya gugup. "Gak kok mas, aku pengen pulang aja kerumahku.", jawabku berbohong dan dia mengangguk pelan. Setelah itu, dia kembali melanjutkan makannya dan diantara kami tidak ada yang berbicara lagi, sampai dia menyelesaikan makannya.

My New Instagram StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang