Wattpad Original
There are 7 more free parts

08 - Name Is

87.3K 6.2K 194
                                    

Walter menjalankan mobil lebih baik daripada Aspen yang melakukannya. Dan baru setelah mobil memasuki jalan raya, Aspen bisa tenang. Dia bisa berteriak kalau Walter macam-macam.

Meskipun itu tidak mungkin karena Walter cukup terlihat seperti lelaki terhormat dan gentle.

Mereka diam saja sampai Walter merasa cukup tenang.

"Kenapa kau tidak meneleponku?" tanya Walter, dia melihat jalan beberapa detik, lalu melihat Aspen.

Karena aku tidak mau.

"Karena aku sudah punya tempat tinggal. Dan aku tidak mau merepotkanmu, Orang Asing."

"Kau tidak perlu meneleponku karena itu, kau bisa setidaknya bilang kau masih hidup." Walter mendengus lalu melihat lagi ke jalanan.

"Kenapa aku harus memberitahumu?" tukas Aspen.

Walter mengedikkan bahunya. "Tidak tahu. Harus saja."

Aspen diam lagi. Dia tidak tahu harus bersikap bagaimana.

"Dimana kau tinggal sekarang?"

"Di asrama, satu kamar bersama Brenda."

"Oh. Kau anak asrama sekarang?"

"Tidak juga. Brenda punya teman sekamar, tapi teman sekamarnya tinggal bersama pacarnya. Aku bisa tinggal beberapa waktu, mungkin."

Walter berpikir. Dia memperhatikan Aspen dalam diam seolah sedang menilai.

"Siapa teman sekamarnya?"

"Err..." Aspen melihat Walter sambil berpikir. "Mungkin namanya Dawn?"

"Mungkin?" Walter membeo sambil mengejek. "Bagaimana kau bisa yakin namanya Dawn? Kau mungkin sedang mengarang."

Aspen menatap Walter dengan merajuk dan marah. "Kenapa kau bilang begitu? Aku tidak selalu bisa mengingat detail nama seseorang!"

Walter mendenguskan seringai ejekan. "Yang benar saja, Baby Vodka?"

"Dawn Raymond. Kau bisa tanya rektor kampus tentang nama itu."

"Oke."

Aspen memutar matanya lalu melihat keluar jendela. Dia tidak tahu kenapa dia harus marah pada Walter.

Dari sudut mata, Aspen tahu Walter sedang memperhatikannya.

"Baju yang bagus, Babe. Aku tidak tahu kau suka memakai baju ketat dan terbuka."

"Ini milik Brenda. Dia memaksaku pergi ke pesta."

"Dan kau mau?"

Aspen mendenguskan tawa kecil. "Kau tidak tahu Brenda, dia bisa selalu membujukmu melakukan sesuatu."

"Dan kau pikir kau tidak bisa?" untuk pertama kalinya, Aspen melihat warna mata si Walter, campuran antara cokelat dan hijau, sangat dalam dan jernih.

Aspen menghindari matanya saat dia menjawab. "Kadang-kadang aku bisa. Tapi aku tidak mau berdebat. Lagipula kupikir pesta tidak terlalu buruk..." sebelum aku tahu ada kau, lanjut Aspen di pikirannya.

"Yeah benar, pesta tidak terlalu buruk berkat ada kau." Walter menyeringai membuat Aspen gugup.

Brenda benar. Dia masalah.

Aspen diam saja sampai tiba-tiba Walter membelokan mobil ke jalan yang salah.

"Hei, kenapa kau ke sana? Asrama ada di jalan itu!" hardik Aspen. "Kemana kau akan membawaku?"

Pikiran Aspen berlomba memikirkan kemungkinan apa saja. Dia harap dia menguasai beberapa jurus tinju.

"Isi tanki." Walter berkedip. "Kenapa kau begitu takut seperti itu? Aku tidak berencana memakanmu."

The Bad Boy Saw Me TwerkWhere stories live. Discover now