dua belas

67.9K 9.7K 475
                                    

Aga menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk Andrew begitu ia sampai dan sudah meletakkan tas yang ia bawa. Selimut favoritnya yang ada di situ langsung ia peluk.

Ah, gue sayang sama lo selimut, batinnya.

"Kalo lo suka sama selimutnya, bawa pulang aja nanti." ujar Andrew yang baru masuk. Ia meletakkan dua gelas jus jeruk di atas nakas, lalu ikut berbaring di samping Aga.

"Nggak usah. Ntar repot kalo gue musti bawa-bawa selimut pas mau ke sini."

Aga memejamkan kedua matanya, lalu mengeratkan pelukannya terhadap selimut itu. Ugh, dia merindukan Gio.

Aga menghela napas.

Kenapa harus pemuda itu? Kenapa dia tidak jatuh cinta kepada gadis cantik saja? Kenapa harus dengan seorang pemuda straight seperti Gio? Kenapa tidak dengan lelaki imut yang homo juga?

"Lo mau liburan ke mana nanti?"

Aga membuka kedua matanya dan menatap Andrew. Liburan ya? Ia membalik tubuhnya yang semula menyamping menjadi terlentang, lalu menatap langit-langit kamar Andrew dengan sendu.

"Gue kangen Bunda." Gumam Aga pelan. Andrew menatapnya, lalu menggeser tubuhnya mendekat dan memeluk Aga dari samping.

"Gue juga kangen Liza." Ujar Andrew tanpa melepaskan tatapannya dari Aga. Aga menoleh, balas menatapnya.

"Kenapa sih lo mau temenan sama cowok gay macam gue?" Aga penasaran sejak dulu. Andrew selalu menempelinya walaupun pemuda itu tau bahwa dia adalah seorang gay. Dia penyuka sesama jenis. Dan mereka itu sejenis.

"Lo nggak takut gue perkosa?" Tanya Aga lagi. Andrew terbahak.

"Emangnya lo bisa memperkosa gue?"

Aga mengerjap, lalu dengan gerakan tiba-tiba, dia mendorong pundak Andrew agar pemuda itu terlentang dan mendudukkan tubuhnya di atas perut Andrew.

"Lo mau gue perkosa?" Kedua tangan Aga menahan pundak pemuda di bawahnya agar tidak bergerak. Andrew tersenyum miring, lalu merentangkan kedua tangannya dengan suka rela.

"Silakan, kalo lo bisa."

Aga menatap Andrew dalam diam. Tangannya terulur menyentuh pipi Andrew, lalu..

'Plak!'

...tamparan telak tak bisa dihindari.

"Dasar bajingan." Maki Aga. Andrew menoleh, menatapnya kaget. Lalu, menyentuh pipinya yang memerah.

"Kenapa malah gue yang dikatain? Kan lo yang mau memperkosa gue! Jadi, lo dong yang bajingan!"

Aga tidak menghiraukan perkataan Andrew. Ia lantas berdiri dan menijak paha Andrew dengan kedua kakinya dan menekan-nekannya kuat.

"Akh! Aga, lo berat anjing! Sakit!" Andrew meringis. Ia langsung menarik tangan Aga hingga membuat pemuda berambut hitam itu jatuh terbaring di sampingnya. Di tempatnya semula. Lalu, mengusap pahanya yang masih terasa nyut-nyut.

"Mau ketemu Bunda, Ann! Gue mau ketemu Bunda!!" Rengek Aga tiba-tiba dengan kaki yang menghempas ke kasur berkali-kali.

"Ya udah, pergi lo sono! Kek punya duit aja lo mau ke sana. Lo kan gembel." Gerutu Andrew. Aga cemberut. Tangannya terulur ke Andrew.

"Ponsel gue mana? Gue mau nelfon Ayah." Ketusnya. Andrew berdecak, lalu mengambil barang yang Aga mau tadi di lanci nakasnya dan menyerahkannya pada pemuda itu.

"Mau ngapain?" Tanya Andrew.

"Mau minta duit."

Tubuhnya berguling menjauhi Andrew. Ponsel berwarna putih itu ia tempelkan ke telinganya. Tangannya memain-mainkan selimut lembut Andrew sembari menunggu panggilan tersambung.

"Old man? Ini Aga! Minta duit dong!"

Andrew mendengus dan menatap Aga sinis. Sapa dulu kek, tanyain kabar atau ucapin salam gitu. Dasar anak durhaka, rutuknya dalam hati.

"Mau ketemu Bunda... Iya... Oke... Dah!"

Dan Aga langsung memutuskan sambungan telfonnya.

"Udah? Nggak ada ucapan makasih sama sekali?" Tanya Andrew, "Luar biasa banget ya. Sopan sekali kamu jadi anak. Kalo kamu anak saya, udah saya ceburin kamu ke sungai."

Aga terbahak mendengarnya, "Itu mah masih mending, Om. Anak anda masih bisa berenang ke tepi, terus balik ke tempat anda. Lha, saya? Saya udah dibuang. Mau saya nyebur ke sungai kek, ke laut kek, nggak bakalan ngaruh."

Andrew terdiam saat menyadari perkataan itu. Aga masih tertawa kecil seolah yang dia katakan adalah hal lucu yang baru saja dia saksikan.

"Saya nggak ada tempat buat balik di sini. Tempat balik saya jauuuuuhhh. Makanya, saya harus minta duit sama orang yang udah buang saya. Ngapain harus berterima kasih sama dia? Masa saya harus berterima kasih karena saya udah dibuang terus mau balik tapi gaada ongkos? Lo lucu deh, Ann. Jadi pelawak sana."

Andrew menggigit bibir bawahnya pelan. Dia merasa bersalah. Lengan Aga ia tarik, lalu memeluknya lagi.

"Sori. Lo punya tempat balik di sini. Lo bisa pulang ke gue." Bisik Andrew pelan. Tangan kanannya mengusap helai rambut Aga dengan lembut.

"Kita ke sana bareng ya. Bunda lo pasti senang anak kesayangannya datang. Lagian gue juga udah lama nggak jenguk Bunda lo."

"Bayarin hotel gue yak."

Andrew langsung mendorong kepala Aga kesal, "Lo mah!"

"Lo kan anak orang kaya, Ann! Bayarin hotel gue seminggu juga nggak bakal ngebikin lo kere!" Gerutu Aga sambil memegang kepalanya.

"Lo kira hotel di sana murah? Nginep aja di tempatnya Liza!" Seru Andrew mengomel.

"Nggak mau! Lo kan ke sana buat bulan madu sama Liza! Ntar gue jadi lebah! Lo mau bulan madu lo diganggu lebah?! Pelit banget sih jadi orang!" Protes Aga. Andrew mengerang kesal dengan tangan yang mengacak rambutnya sendiri.

"Gue nggak lagi bulan madu!" Serunya sebal.

"Cih, bullshit! Ntar kalo gue nginep di sana, yang ada gue nggak bisa tidur! Pasti bakalan ada suara 'Ahh..ahh..Andrew! Ahh..Faster!..nghh!' kan?!"

Andrew berteriak. Diambilnya bantal yang terdekat, lalu menekan wajah Aga dengan bantal itu.

"Mati lo anak durhaka! Sialan! Gue belum pernah ngelakuin itu sama Liza, babi!"

Dan untuk yang kesekian kalinya, kasur Andrew berubah menjadi ring smackdown, namun kali ini antara Andrew dengan Aga. Bukan Aga dengan bantal.

Mari kita berdoa bersama-sama untuk keberlangsungan hidup si kasur. Semoga saja tubuhnya tidak jebol karena perbuatan mereka. Amin.

SECRET [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang