++Err... Bonus?(2)++

76.9K 5.8K 2.4K
                                    

Aga terdiam. Menunduk. Masih tak percaya. Ini tidak masuk akal. Dia hamil? Hamil? Apa-apaan ini?! Menggunakan test pack saja sudah melukai harga dirinya! Dan sekarang, dia malah hamil?

Tangan yang semula mengepal itu, Gio genggam dengan lembut. Menarik kepalanya untuk bersandar di bahu Gio. Menunggu sang Ayah yang tengah berdiskusi dengan Gandhi di dalam sana.

Gio mengerti jika Aga shock. Maksudnya, dia dibesarkan sebagai seorang laki-laki. Dan hamil itu bukan tugas laki-laki. Bukan berarti Aga tidak ingin memiliki anak. Dia hanya butuh waktu untuk menerimanya. Lalu juga, selain mencintai Gio, Aga mencintai profesinya sebagai model. Hamil akan merubah bentuk tubuhnya. Dan otomatis, Gio akan menghentikan semua jadwal Aga supaya si cantik itu tidak kelelahan. Lagi pula, mereka harus menyembunyikan kehamilan ini dari khalayak umum. Bisa-bisa Aga viral nanti kalau ketahuan.

Si cantik ini pasti merasa cemas. Tubuhnya akan 'menggendut', berat badannya akan naik, dia tidak akan menarik lagi. Aga selalu mengontrol keinginannya untuk menjaga bentuk tubuh. Namun, sekarang? Dia harus rela menjadi gendut karena hamil? Yang benar saja!

Pintu di sebelah mereka terbuka. Ren keluar dengan raut tak terbaca. Ia berdiri di depan pasangan itu sambil bersedekap dada, "Jadi, kapan mau ngasi tau ini ke keluarga Gio?" tanyanya langsung.

Jantung Aga seperti ingin berhenti berdetak saja. Apa yang harus dia lakukan? Apa reaksi keluarga Gio nanti? Apa Papanya Gio akan memisahkan mereka lagi karena Aga abnormal? Bagaimana ini? Dia harus apa?

Pundak itu, Gio usap dengan lembut, "Ssshhh.. gapapa, Ga. Jangan mikir terlalu berat, hm."

Aga menggeleng, "Jangan sekarang," bisiknya. Ia mendongak menatap sang Ayah dengan mata berkaca-kaca, "Jangan sekarang, please. Aga belum siap."

Paham jika anaknya masih kaget akan fakta yang melanda, Ren mengangguk. Ia mengelus rambut hitam itu dengan lembut, "Kamu pulang, dan istirahat. Jangan mikirin yang macem-macem, oke? Nanti Ayah hubungin kalian, pas Dokter kandungannya udah ada."

"Yah..." Aga bergumam lirih.

"Gapapa, Nak. Ayah juga pengen cucu. Jadi, kamu jaga baik-baik. Rilekskan pikiran kamu. Kalo kamu mau sesuatu, langsung bilang sama Gio, oke?" ujar Ren lagi. Kemudian, tatapannya beralih ke Gio, "Jaga Aga baik-baik," pesannya.

Gio mengangguk mantap. Tentu saja. Ia menarik lengan Aga lembut, dan menuntunnya keluar dari rumah sakit. Membawanya menuju mobil mereka.

"Kamu mau makan sesuatu?" tanya Gio perlahan sambil memasang sabuk pengaman.

Aga tak menjawab. Tangan kanannya, menyentuh perut yang sedikit membuncit itu.

Kepalanya kembali Gio usap, "Sayang," panggilnya, "Mau makan apa, hm?" Sebelah tangannya ikut menyentuh perut Aga, "Anak kita udah laper belum?"

Pertanyaan itu membuat Aga menoleh. Ia tertegun menatap Gio yang masih setia tersenyum. Lalu, kedua matanya kembali berkaca-kaca dan satu isakan lolos dari bibirnya.

Pria tampan yang duduk di kursi pengemudi itu kembali melepas sabuk pengaman yang tadi telah melingkar di tubuh. Kemudian, menangkup kedua pipi Aga dan memajukan tubuhnya agar bisa meraih bibir itu untuk ia kecup. Setetes air mata yang keluar, ia usap.

"Makan, yuk?"

Aga mengangguk, "Mau sama Andrew juga."

"Aku telpon Andrew nanti ya," ujar Gio pengertian, "Jangan nangis lagi. Mau makan apa?"

"Mau pecel ayam."

Gio tersenyum. Ia mengusap pipi itu sejenak. Barulah kembali duduk dengan benar dan memasang sabuk pengaman lagi.

SECRET [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang