tiga puluh empat

59.6K 7.3K 367
                                    

Gio menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan menerawang. Pikirannya terpusat pada seorang pemuda cantik yang entah sedang apa di luar sana. Ia menghela napas dan memiringkan tubuhnya.

Aga tidak kuliah. Dia akan langsung kerja. Oke, Gio mengerti. Pemuda itu ingin menghasilkan uang. Menjadi seorang model adalah pilihannya. Tapi, bagaimana jika Aga ingin menjadi model yang go international? Bukankah itu berarti dia harus pergi ke luar negeri? Berarti mereka harus LDR-an kan? Lalu, jika ada orang yang berani menggoda miliknya itu bagaimana? Tidak  mungkin Aga ingin mengadukan hal itu padanya!

Ugh! Gio menelungkupkan tubuhnya. Dan juga, hubungan mereka... Gio tidak tahu lagi. Apa yang harus mereka lakukan? Kedua orang tuanya pasti akan murka jika mereka tahu akan hal ini. Apalagi Papanya. Kalau untuk restu dari Mas Gandhi, mungkin Gio masih bisa merayunya. Begitu pula dengan Kak Gia dan Mas Gino. Mereka berdua tidak melakukan apapun, walaupun mereka tahu bahwa dia menjalin hubungan terlarang dengan Aga. Tapi, untuk Mas Gema... ugh! Dia tahu Gio chattingan sama Om-om aja sudah hebohnya keterlaluan, apalagi jika orang itu tahu bahwa dia dan Aga pacaran. Gio tidak yakin Gema akan mengijinkannya.

Jadi, sekarang bagaimana? Apa yang harus mereka lakukan?

'Tok!' 'Tok!' 'Tok!'

"Gio! Mama bawain camilan nih!"

Gio menoleh, "Masuk aja, Ma!"

Pemuda itu pun segera bangun dan mendudukkan dirinya begitu sang Mama masuk ke dalam dengan tangan yang memegang sebuah nampan yang berisikan camilan dan segelas susu cokelat. Melihat wajah Mamanya yang sedang tersenyum lembut itu, entah kenapa membuat hati Gio merasa tak enak.

"Udah belajar? Besok ulangan apa?" tanya Mama. Ia meletakkan nampan tadi di atas meja nakas dan duduk di sebelah Gio.

"Udah, Ma. Besok ulangan Sejarah, Agama, sama MTK."

"Kalau anak Mama, pasti bisa ngerjainnya, kan?"

Wanita paruh baya itu kembali tersenyum dan mengusap lengan Gio dengan sayang.

Gio menggenggam tangan wanita itu, "Ma..."

"Kenapa?"

Gio terdiam, lalu menggeleng sambil tersenyum, "Gapapa."

Mamanya itu menyentuh sisi wajahnya dengan lembut, "Kalo ada apa-apa, bilang Mama ya."

Gio mengangguk.

"Kamu udah punya pacar?" Pertanyaan yang sama yang pernah dilontarkan oleh Gino beberapa hari yang lalu. Jika kemarin Gio menjawab 'iya' dengan santai, sekarang malah dia tidak tau mau menjawab apa. Ragu.

"Kalo kamu punya, bawa aja ke rumah. Kenalin ke Mama. Mama kan pengen punya anak perempuan lagi."

Hati Gio terenyak seketika. Ia menatap sang Mama dengan nanar, "Ma..."

Mama, anakmu ini jatuh cinta pada seorang lelaki. Para wanita tidak terlihat menarik lagi di matanya. Bukan, bukan. Mereka menarik. Tapi, hatinya tidak tergetar saat melihat mereka. Jantungnya tidak berdebar kencang. Lelaki itu menjungkirbalikkan dunianya.

"Ntar pacar kamu, Mama ajak shopping, Mama ajarin bikin kue, Mama ajak ke salon. Pokoknya kamu tenang aja! Pacar kamu, bakalan enak sama Mama!"

Gio tersenyum paksa. Menatap Mamanya yang kini sedang asik menggerutu karena ketiga Masnya yang lain tidak menunjukkan tanda-tanda akan meminang wanita pujaan mereka. Jangankan meminang, memiliki pacar saja mungkin tidak.

"Jangan ikutin jejak Mas-Mas kamu itu. Keasyikan cari duit, sampe lupa umur udah tua," gerutunya, "Ya udah, Mama keluar dulu ya. Kamu tidurnya jangan malam-malam!"

SECRET [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang