tiga puluh enam

56.6K 7.6K 849
                                    

Dan segalanya semakin memburuk.

Ruang gerak Gio benar-benar dibatasi. Tidak ada ponsel, tidak ada motor, tidak ada keluar rumah kecuali sekolah, dan juga tidak ada Aga di sekolah.

Penyakit suka menghilangnya Aga kembali kambuh. Namun, kali ini dia menghindari Gio secara terang-terangan. Andrew pun ikut memihak Aga. Dia tidak pernah mau memberitahu ke mana Aga bersembunyi. Menyebalkan sekali.

Sudah berapa minggu mereka begini? Seminggu? Dua minggu? Bahkan tanpa terasa, akhir November nanti, ujian akhir semester ganjil akan dilaksanakan.

Gio mendengus kasar. Inginnya Gio sih, sebelum liburan semester tiba, hubungan mereka sudah membaik. Tidak ada kata 'selesai' seperti yang Aga ucapkan beberapa waktu lalu. Dan kemudian, mereka akan mencari jalan keluarnya bersama.

Tapi, bagaimana itu bisa terjadi kalau keluar rumah saja dia tidak boleh?!

Dengan wajah yang tertekuk, Gio keluar dari kamarnya dan turun ke bawah. Bisa ia lihat, sang Mama dan Kak Gia sedang sibuk menyiapkan makanan.

"Ada acara apa?" tanya Gio. Tangannya terulur untuk mencomot satu udang asam manis yang ada di sana, namun langsung ditepis oleh Gia plus dipelototi oleh yang bersangkutan.

"Arisan kali ini, giliran di rumah kita. Kalo kamu laper, jangan ambil yang di sini. Ini untuk tamu. Ambil di dapur sana!" ujar Mamanya.

Arisan?

"Oh iya! Katanya, nanti Tante Irene bawa anaknya, ntar kamu temenin dia ya, Gio," ujarnya lagi.

Dahi Gio mengerut. Anaknya Tante Irene?

"Cowok?"

Wanita itu menggeleng, "Cewek."

Lalu, dengusan kasar terdengar, "Kan ada Kak Gia, kenapa harus Gio? Pokoknya Gio nggak mau! Siapa suruh dia mau diajak ke sini!"

Dan Gio memutuskan untuk kembali ke kamarnya dengan kaki yang menghentak kesal. Bukannya dia tidak tau maksud perbuatan Mamanya itu. Dia tau sekali. Pasti agar dia tertarik dengan cewek itu! Dan jangan harap hal itu akan terjadi!

Saat menuju kamarnya, ia berpapasan dengan Gino yang berpakaian rapi. Katanya sih, Masnya yang satu itu mendapat sebuah proyek besar.

"Lo mau nitip se-''

"Gak!"

Dan Gio langsung membanting pintu kamarnya tepat di depan wajah Gino.

"Anjing! Sial! Awas aja lo! Lain kali nggak bakal gue nawarin lo lagi, setan!" umpat Gino kesal. Ia memanggul tabung yang berisi hasil desainnya itu dengan kasar dan segera turun ke bawah.

Di dalam kamar, Gio menghembuskan napas gusar. Putra tidak bisa membantunya karena pemuda itu sibuk mengurus anak kelas satu dan dua yang akan tanding tak lama lagi. Sebenarnya Gio juga ditunjuk untuk membimbing junior-juniornya itu, tapi berhubung dia sedang dalam masa penahanan plus dia juga malas melakukan itu, akhirnya dia menolaknya. Membuat kerjaan Putra bertambah dua kali lipat. Dan membuat pemuda itu menyumpahi Gio karena kesal.

Gio menghempaskan tubuhnya ke ranjang.

Ah, dia rindu Aga.

Kapan mereka bisa berkencan lagi?

Gio ingin sekali menghabiskan waktu seharian dengan si pemuda cantik itu. Lalu, memeluk tubuh kurus itu sepuasnya, setelah itu, mencium bibir tipisnya.

Ah, tapi mungkin dia sudah ditendang oleh Aga terlebih dahulu sebelum sempat melakukan hal itu. Dan juga, dikata-katai tentu saja. Seperti, anjing, atau babi, atau kampret, atau sial...

SECRET [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang