empat belas

68K 9.4K 329
                                    

Aga terdiam menatap wajah pucat Bunda tercintanya. Sesekali, ibu jari miliknya mengelus pelan punggung tangan sang Bunda. Hatinya begitu tenang melihat paras lembut wanita paruh baya ini. Sudah lama rasanya mereka tidak bertatap muka.

"Anak Bunda kenapa?" Suara serak itu bertanya lirih. Aga tersenyum lembut. Tangannya mengusap lengan bawah sang Bunda pelan, lalu mengecup jemari dinginnya.

"Aga nggak kenapa-napa, Bunda." Jawabnya. Tangan kurus itu terangkat mengusap rambut hitamnya, lalu turun meraih pipi. Aga senang sekali disentuh dengan lembut seperti ini.

"Anak Bunda makin cantik."

Aga tersenyum. Hanya dengan Bundanya dia bisa menerima kenyataan itu. Hanya Bundanya yang ia perbolehkan untuk memujinya dengan kata cantik.

"Kan nurun dari Bundanya."

Bibir pucat itu melengkung manis.

Aga meraih tangan kurus sang Bunda dan menggenggamnya lagi. Rasanya dia ingin menangis, tapi dia tidak diperbolehkan untuk melakukan itu. Keadaan Bundanya semakin memburuk, membuat Aga takut sekali.

"Bunda mau sesuatu?" Tanya Aga. Senyum lembut tak hilang dari bibirnya. Dia harus kuat karena Bundanya saja kuat.

"Kamu di sini sampai kapan?"

"Aga di sini cuma dua minggu aja, Bunda."

Bundanya mengangguk mengerti. Ia membalas genggaman lembut putra semata wayangnya.

"Belajar yang rajin ya, Nak. Aga naik ke kelas tiga kan?"

Aga mengiyakan. Ia menunduk dan mengecup jemari sang Bunda lagi. Kali ini lebih lama. Aga benar-benar takut. Dia tidak ingin wanita ini meninggalkannya. Dia akan gila jika itu terjadi.

"Kamu udah punya pacar belum?"

Pertanyaan dari Bundanya membuat Aga terkekeh pelan.

"Bunda kan tau Aga itu gimana. Susah ah cari pacar. Nanti aja."

Tangan kurus itu melepaskan genggaman tangan Aga, lalu terangkat dan menusuk-nusuk pelan pipi putranya.

"Cari dong ah. Bunda kan juga mau punya calon mantu."

Aga tersenyum tipis mendengar rajukkan itu. Ia menghentikan gerakan menusuk dari jemari tadi dan mengusap punggung tangan sang Bunda dengan gerakan melingkar.

"Belum dapet, Bunda. Susah banget nangkapnya. Capek. Lagian Aga udah ditolak sebelum nyatain perasaan. Tunggu Aga dapet yang lain aja ya."

Ah, putranya ini sudah menemukan tambatan hatinya ternyata. Sang Bunda tersenyum.

"Bunda mau dong lihat mukanya."

Wajah Aga menekuk, "Ngga mau. Malu ah."

Bundanya nggak perlu tau wajah orang itu. Tch! Kenapa topik mereka malah berganti menjurus ke arah orang itu sih? Aga rasanya pengen galau mulu tiap kali ngingat si doi.

"Kenapa kamu malu? Kan bukan foto kamu. Memangnya dia jelek?" Tanya sang Bunda. Aga mengangguk cepat.

"Jelek banget, Bunda! Dia itu monster buruk rupa! Udah jelek, nggak punya hati pula!"

Bundanya tertawa. Wajah Aga semakin menekuk dengan gerutuan-gerutuan yang mulai keluar dari bibir tipisnya.

Gio itu monster buruk rupa yang sudah menghancurkan hatinya dengan kejam! Menginjak-injaknya dengan tak berperasaan hanya karena dia seorang pejantan juga.

Apa katanya waktu itu?

Karena mareka sama-sama cowok, jadi dia nggak mungkin suka sama Aga?

Dasar sialan!

SECRET [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang