I am not a Shopaholic

587 9 3
                                    

"Iya, iya, sabar. Ini udah cepet, Cuy! Repot ni gue megang HP-nya!"

Lekas Santi letakkan android ke dalam tas selempang hitamnya, sebelum tangan semakin kram. Bagaimana tidak, membawa dua belas kantong belanja secara bersamaan sambil memakai high heels sepuluh sentimeter bukan hal yang mudah baginya. Walau sudah sebulan ini dia lakukan hal itu mau tak mau, karena Merita.

"Ciyee, Santi! Lu shopping lagi?"

Santi menghentikan langkah kakinya yang hampir memasuki lift lantai ketiga Mall Indah dan memutarkan tubuhnya ke kanan.

"Jaya! Hei!"

Laki-laki berpakaian kaos polo hitam dengan celana jeans berwarna biru itu memberikan senyuman berlesung pipinya ke arah Santi. Santi bisa merasakan pipinya memerah yang coba ditutupi dengan menunduk berpura-pura memeriksa tas-tas belanjanya.

"Kayaknya baru tiga hari lalu, gue liat lu shopping di Supermarket, eh, udah belanja lagi di sini."

Santi merasakan mulas mendadak terasa di perutnya. Dia paling tidak suka ditemukan pria yang disukainya dalam kondisi seperti ini. Rasanya ingin segera masuk dalam lubang terdalam. Andai saja Jaya tahu, bukan dia yang belanja semua ini.

"Eh, iya. Hehe. Itu, ehem, mau ada event. Jadinya perlu belanja banyak." Terlambat Santi menyadari kebodohannya dalam merangkai alasan yang dibuktikan dalam kalimat Jaya selanjutnya, "oya, event apaan? Gue diundang gak? Siapa tahu gue bisa bantu!"

Satu kebohongan akan berbuah kebohongan lainnya. Terlanjur basah Santi memutuskan untuk melanjutkan, "eee, cuma buat sodara-sodara deket aja sih. Jadi ya, maaf."

Jaya membulatkan mulut dan menyodorkan tangan kanannya. "Kayaknya lu repot banget, sini gue bantu?"

"Eh, gak usah...."

Santi tak kuasa menolak saat gerakan tangan Jaya selanjutnya yang langsung meraih tujuh tas belanja yang dipegang Santi, tujuh tas yang terbesar.

"Duh, jadi gak enak nih, gue."

"Ah, elu kayak sama siapa aja. By the way, ini mau langsung pulang abis ini? Pulang sama siapa? Mau gue anter?"

Santi teringat akan Merita yang sudah menunggunya di parkiran dan menyadari satu kebodohannya lagi. Jaya tak boleh melihat Merita, jangan sampai ada yang tahu bahwa Merita belum dapat sembuh dari shopaholic-nya. Pun bahwa Santi sedang berpura-pura masih menjadi orang kaya untuk menutupi bahwa perusahaan ayahnya sudah gulung tikar.

Dering telepon mengejutkan Santi yang masih memikirkan jawaban atas pertanyaan Jaya barusan. 'Ah, itu pasti dari Merita lagi.'

Sekitar lima menit sengaja didiamkan hingga Jaya berkata, "eh, itu hape lu yang bunyi? Angkat gih!"

Agak tergagap, Santi merogoh tas selempangnya. Sebenarnya sudah lebih mudah dibandingkan tadi saat membawa dua belas tas belanja. Untungnya lagi di lift cuma ada mereka berdua sekarang.

Tanpa sengaja ponsel yang sudah diraihnya dari tas tanpa sengaja terlempar ke depan kaki Jaya. Jantung Santi terpacu saat Jaya dengan gesitnya mengambilkan android milik Santi yang sudah tak lagi berdering. Dia melihatnya sekilas sebelum menyerahkan ponsel itu kepada pemiliknya.

"Makasih ya...," kalimat Santi terputus saat dia melirik dan membaca dengan jelas Line dari Merita yang terpampang di atas gambar wallpaper ponselnya, "buruan, Woy! Gue dah gak sabar mau megang belanjaan gue!"

"Jadi, lu sodaraan sama Merita?"

Dan peluhpun tampak membanjiri pelipis Santi.

Koleksi Cerita Mini Where stories live. Discover now